Jumat, 30 Mei 2014

anallisis cerpen "Reuni" dengan pendekatan struktural


TUGAS KRITIK SASTRA
ANALISIS CERPEN “REUNI”
Karya Hamsad Rangkuti
Dengan Pendekatan Struktural


Disusun Oleh :
Masyarih Yuro A’yun                      (F1G012019)
Nailun Najah                                     (F1G012016)
Purnama Okto Vinali                       (F1G012019)
Kartini                                                (F1G012021)
Tria Winda Setiani                            (F1G012041)



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU BUDAYA
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
2014



DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ..................................................................................................... 1
B.     Pendekatan ........................................................................................................... 1
C.     Rumusan Masalah ................................................................................................. 2
D.    Tujuan ................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Fakta Cerita .......................................................................................................... 3
B.     Sarana Cerita ........................................................................................................ 7
C.     Tema dan Amanat Cerita ...................................................................................... 9
BAB II PENUTUP
 Simpulan ................................................................................................................... 10
LAMPIRAN
 Sinopsis ..................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 12


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Karya sastra merupakan bentuk luapan ekspresi dari pengarang yang bersifat imajinatif. Karya sastra merupakan struktur yang bermakna karena karya sastra merupakan sistem tanda yang memiliki makna dengan menggunakan medium bahasa. Karya sastra memiliki unsur yang kompleks, seperti halnya rumah. Sebuah bangunan tidak akan disebut rumah jika tidak memiliki pintu, jendela, dinding, atap, dan sebagainya. Karya sastra pun demikian. Jika sebuah tulisan tidak memiliki alur, tokoh, setting, dan sebagainya maka tulisan tersebut tidak bisa disebut sebagai karya sastra.
Untuk memahami sebuah karya sastra, harus lah dianalisis secara tepat. Menganalisis karya sastra biasanya menggunakan pendekatan struktural, semiotik, psikologi, hermeneutika, sosiologi sastra dan sebagainya. Karya sastra memiliki unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra dari dalam diri karya sastra tersebut.
Cerpen “Reuni” merupakan salah satu cerita pendek yang ditulis oleh Ahmad Rangkuti. Cerita ini berisi mengenai suasana di daerah terpencil di sudut ibu kota saat malam takbiran. Cerpen “Reuni” dibukukan dalam sebuah buku kumpulan cerita pendek karya Mohammad Sobari yang berjudul “Mudik”.
B.  Pendekatan
Menurut M.H. Abrams, teori pendekatan karya sastra ada empat, yakni pendekatan mimetik, pendekatan pragmatik, pendekatan objektif dan pendekatan ekspresif. Pendekatan mimetik memandang karya sastra sebagai tiruan atau pembayangan dunia kehidupan nyata. Pendekatan pragmatik memandang karya sastra ditentukan oleh publik pembaca selaku penyambut karya sastra. Pendekatan ekspresif memandang karya sastra sebagai pernyataan dunia batin pengarang. Pendekatan objektif memandang karya satra sebagai dunia otonom yang dapat dilepaskan dari dunia pengarang dan latar belakang sosial budaya zamannya, sehingga karya sastra dapat dianalisis berdasarkan strukturnya sendiri.
Strukturalisme merupakan bagian dari pendekatan objektif yang memandang dan memahami karya sastra dari segi struktur karya itu sendiri. Strukturalisme memahami karya sastra secara close reading atau membaca karya sastra secara tertutup tanpa melihat pengarangnya, realitas, dan pembaca. Pendekatan struktural bertujuan membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetil, dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1988).
Strukturalisme bermula dari pandangan Ferdinand de Saussure yang memandang adanya sistem di dalam bahasa. Pandangan ini kemudian diperluas dengan asumsi bahwa sistem itu juga ada di dalam sastra. Sebuah struktur, menurut Jean Peaget, dibangun atas dasar tiga gagasan utama, yaitu gagasan kemenyeluruhan, gagasan transformasi, dan gagasan kaidah mandiri. Kerja dari struktural ini sangat terlihat dalam konsep yang diutamakan oleh Rene Wellek dan Austin Warren di dalam buku Teori Kesusastraan. Di dalam buku ini, dipelajari mengenai karya sastra yang memuat unsur intrinsik dan ekstrinsik.
Strukturalisme dalam penelitian sastra yang memusatkan perhatiannya pada elemen atau unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Elemen itu disebut unsur intrinsik, yaitu unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur itu menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita.

C.  Rumusan Masalah
1.      Apa saja aspek internal dalam cerpen “Reuni” karya Hamsad Rangkuti?
2.      Bagaimana relasi antarunsur dalam cerpen “Reuni” karya Hamsad Rangkuti?

D.  Tujuan
1.      Menyebutkan aspek internal cerpen “Reuni” karya Hamsad Rangkuti.
2.      Menjelaskan hubungan antarunsur intrinsik dalam cerpen “Reuni” karya Hamsad Rangkuti.



BAB II
PEMBAHASAN
Ada tiga unsur penting pada aspek internal dalam prosa fiksi. Ketiga unsur tersebut ialah fakta cerita, sarana cerita, serta tema dan amanat cerita (Najid, 2009:23).
Berikut adalah aspek internal dalam karya sastra berupa cerita pendek karya Hamsad Rangkuti yang berjudul “Reuni”.
A.  Fakta Cerita
Fakta cerita ialah hal-hal yang diceritakan dalam sebuah prosa fiksi yang meliputi alur, tokoh, dan latar.
1.      Alur
Alur menurut Kamus Istilah Sastra yang disusun oleh Panuti Sudjiman adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalani dengan seksama yang menggerakkan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan penyelesaian. Kepiawaian penulis dalam membangun cerita menyebabkan pembaca dengan tanggap merasakan kesedihan, ketegangan atau kebahagiaan yang dilukiskan oleh penulis dalam karyanya. Berdasarkan kosep alur di atas, alur ada dua yakni alur lurus dan alur sorot balik atau flashback. Sebuah cerita disebut beralur lurus apabila cerita tersebut disusun dari awal kejadian dan diteruskan dengan kejadian-kejadian berikutnya secara linier. Apabila peristiwa dalam sebuah cerita tidak bergerak linier, cerita demikian disebut beralur sorot balik (Najid, 2009:27). Tahapan dalam alur yang  pertama adalah pengenalan konflik dan tokoh, tahap pertentangan, tahap peningkatan konflik, tahap klimaks, dan tahap penyelesaian atau ending.
Alur yang digunakan dalam cerita pendek “Reuni” adalah alur lurus. Hal ini terjadi karena pada tahap pengenalan konflik dan tokoh, “Aku” mengingat malam takbiran tahun lalu sambil duduk di depan warung. Tahap pertentangan dimulai saat tokoh “Aku” mengobrol soal agama dengan seorang lelaki namun “Aku” merasa seperti mengigau. Tahap selanjutnya adalah tahap peningkatan konflik yang terjadi pada saat tokoh “Aku” merasa ada sesuatu yang ganjil namun dia masih berada dalam alam bawah sadrnya. Dilanjutkan tahap klimaks terjadi pada saat tokoh “Aku” meninggalkan acara makan bersama dan “Aku” tersadar bahwa semua yang ada di sekitarnya hanyalah seng gelombang. Tahap penyelesaian terjadi saat tokoh “Aku” bertemu dengan hansip dan diceritakan bahwa tempat yang didatangi tokoh “Aku” sudah hancur karena digusur.
2.      Tokoh
Tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita (Nurgiyantoro, 2000: 165). Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Hasim bahwa penokohan adalah cara pengarang untuk menampilkan watak para tokoh di dalam sebuah cerita karena tanpa adanya tokoh, sebuah cerita tidak akan terbentuk.
Menurut Aminuddin, tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan, sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan penokohan adalah cara sastrawan menampilkan tokoh.
Tokoh yang ada dalam cerpen “Reuni” yaitu aku, seorang lelaki, penjaga warung, gadis kecil, orang tua gadis kecil, hansip. Berikut adalah penokohan dari tokoh-tokoh yang terdapat dalam cerpen “Reuni”.
a.    Aku
Tokoh aku dalam cerpen “reuni” digambarkan sebagai tokoh yang religius.
Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.
Aku rindu pada laki-laki itu. Aku rindu berbuka puasa bersamanya di warung ini dan pergi bersama-sama ke mushala, sembahyang maghrib berjamaah.
Aku tiba-tiba mengharapkan sesuatu yang aneh, lelaki itu datang dan memesan the panas dan kami mengobrol soal agama di saat menanti beduk berbuka.
b.    Seorang lelaki
Tokoh lelaki dalam cerita digambarkan sebagai kusir delman sekaligus tukang kebun yang memiliki watak sebagai berikut.
1)    Baik hati
Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.
Dipandangnya aku. Kusir kereta kuda itu berdiri. Diambilnya piring yang berisi durian, disodorkannya kepada kami. kami mengambilnya sebutir-sebutir.

2)    Religius
Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.
Aku tiba-tiba mengharapkan sesuatu yang aneh, lelaki itu datang dan memesan teh panas dan kami mengobrol soal agama di saat menanti beduk berbuka.

3)    Arif
Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.
Kusir kereta kuda itu menunduk dan dia terkesan arif.
c.    Penjaga warung
Tokoh penjaga warung yaitu seorang lelaki yang tidak menaruh perhatian pada siapapun.
Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.
Pemilik warung itu sekarang tampak olehku sudah semakin tua, berjalan lamban diberati lemak yang menggantungi tubuhnya. Dia beringsut di belakang meja mengantar makanan yang dipesan. Apakah dia sudah tidak mengenaliku lagi? Pasti dia sudah lupa. Tidak tampak sedikitpun perubahan di wajahnya ketika aku bertatap pandang meminta teh manis panas. Dia biasa-biasa saja menaruh gelas di atas tataannya di atas meja yang berada di depanku. Mungkin dia dari golongan orang-orang yang tidak menaruh perhatian pada siapapun. Tidak menghiraukan setiap pembeli yang singgah dan memesan segelas air atau sepiring nasi di warungnya.....

d.   Gadis kecil
Tokoh gadis kecil dalam cerita digambarkan sebagai tokoh yang ceroboh.
Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.
“Malam takbir tahun yang lalu anak gadis kami membuat kecerobohan,” kata si tuan rumah. Anak gadis yang menjemput kami tadi, tersipu malu melarikan wajahnya dari tatapan. “Bola bulutangkis itu  dipukulnya dan tak sengaja masuk ke dalam piring Pak Suaef.”

e.    Hansip
Tokoh hansip digambarkan sebagai tokoh yang baik hati.
Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.
“Ah, Bapak mengigau. Mana ada warung di sini. Ayo ke pos jaga. Bapak pasti belum berbuka. Di pos jaga Bapak bisa berbuka.”
Aku dibawanya ke pos jaga. Diberinya aku segelas air.
f.     Orang Tua Gadis
Orang tua gadis digambarkan sebagai tokoh yang baik hati, tanggung jawab, dan ramah. Hal tersebut tampak pada kutipan sebagai berikut.
1)   Baik hati
...Suatu kali aku bercerita tentang sepetak kebun yang akan dijual di sebelah tempat tinggal kami di Condet. Tuan dan Nyonya tertarik. Kebun itu mereka beli. Disuruh mereka aku merawatnya dan menjaganya. Ini lah buah-buahan dari kebun milik Tuan yang tingggal di sebelah...
2)   Tanggung jawab
...Dan gadis kecil yang tak sengaja memukulkan raketnya sehingga bola badminton  itu jatuh ke piringnya. Di mana anak gadis itu sekarang? Ibunya datang meminta maaf dan memberi sedikit uang sebagai ujud rasa penyesalan dan maaf kepada laki-laki itu...
3)   Ramah
Aku mengangguk.
“Kalau begitu, mari kita makan bersama-sama. Ayo Bapak-bapak. Ayo Pak, lupakan sejenak warung Bapak.”

3.      Latar
Kenney (1966: 38) membagi latar menjadi dua bagian besar, yaitu latar netral dan latar spiritual. Latar netral adalah latar yang tidak terlalu diperhatikan oleh pengarang. Latar dalam bentuk ini hanya sebagai tempat dan waktu kejadian saja, tidak lebih tidak kurang. Latar spiritual adalah latar yang tidak hanya bersifat fisik tetapi juga menghadirkan nilai-nilai tertentu.
a.       Latar netral
1)   Tempat kejadian dalam cerpen “Reuni” yaitu di sebuah daerah terpencil di Jakarta tepatnya di sebuah warung pinggir jalan.
Hal ini dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
Pada hari terakhir bulan Ramadhan aku duduk di warung murah di tepi jalan menanti beduk berbuka. Warung itu terletak jauh dari kesibukan lalu lintas kota Jakarta.
2)   Waktu kejadian dalam cerpen “Reuni” yaitu menjelang maghrib dan malam hari.
“...Sengaja ku bawa di malam takbir ini. Biar Tuan dan nyonya memakannya di malam penuh berkah ini.”
Beduk berbuka yang kami tunggu pun tiba.

b.      Latar spiritual
Latar suasana dalam cerpen “Reuni” yaitu menggembirakan karena saat itu merupakan saat menunggu berbuka puasa. Malam itu juga tepat malam takbiran. Suasana yang sangat menggembirakan saat menunggu malam kemenangan. Orang-orang mengumandangkan takbir dan anak-anak berlarian sambil bermain mercon. Nilai religi yang diungkapkan dalam cerpen tersebut yaitu berbuka puasa bersama di hari terakhir bulan ramadan dan mengumandangkan takbir di malam lebaran. Adapun nilai budaya yang diungkapkan dalam cerpen tersebut yaitu anak-anak yang berlarian sambil bermain mercon, juga tradisi takbiran.


B.  Sarana Cerita
Sarana cerita adalah hal-hal yang dimanfaatkan oleh pengarang dalam memilih dan menata detail cerita meliputi judul, sudut pandang, gaya bahasa.
1.      Judul
Judul merupakan nama yang dipakai untuk buku atau bab dalam buku yang dapat menyiratkan secara pendek isi atau maksud buku atau bab itu. Ada juga yang menyebutkan judul sebagai kepala karangan dalam cerita, drama, dan sebagainya.
Judul cerpen tersebut yaitu Reuni. Reuni di sini dimaksudkan untuk mengacu pada pokok cerita yang bercerita tentang seorang lelaki yang merindukan peristiwa yang dia alami satu tahun yang lalu di sebuah tempat. Dia kembali berada di tempat itu dan mengenang peristiwa lalu serta berimajinasi seolah-olah ia berada dalam keadaan satu tahun yang lalu. Pada kenyataannya itu hanyalah imajinasi atau khayalannya karena tempat itu sudah tidak sama seperti satu tahun yang lalu. Tempat itu kini hanya tumpukan puing-puing yang membukit.
2.      Sudut Pandang
Menurut Hery Guntur Tarigan, sudut pandang atau point of view adalah posisi fisik, tempat persona atau pembicara melihat dan menyajikan gagasan-gagasan atau peristiwa-peristiwa yang merupakan perspektif atau pandangan fisik dalam ruang dan waktu yang dipilih oleh sang penulis bagi personanya, serta mencakup kualitas-kualitas emosional dan mental sang persona yang mengawasi sikap dan nada.
Sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams dikutip Nurgiyantoro, 2000:24).
Menurut Suharianto ada beberapa jenis pusat pengisahan, yaitu:
a)      Pengarang sebagai pelaku utama cerita. Dalam cerita dengan jenis pusat pengisahan ini, tokoh akan menyebut dirinya sebagai “aku”. Jadi seakan-akan cerita tersebut merupakan kisah atau pengalaman diri pengarang.
b)      Pengarang ikut main, tetapi bukan pelaku utama. Dengan kata lain, sebenarnya cerita tersebut merupakan kisah orang lain, tetapi pengarang terlibat di dalamnya.
c)      Pengarang serba hadir. Dalam cerita pengisahan jenis ini, pengarang tidak berperan apa-apa. Pelaku utama cerita tersebut orang lain; dapat “dia” atau kadang-kadang menyebutkan namanya, tetapi pengarang serba tahu apa yang akan dilakukan atau bahkan apa yang ada dalam pikiran pelaku cerita.
d)     Pengarang peninjau. Pusat pengisahan ini hampir sama dengan jenis pengarang serba hadir. Bedanya pada cerita dengan pusat pengisahan jenis ini, pengarang seakan-akan tidak tahu apa yang akan dilakukan pelaku cerita atau apa yang ada dalam pikirannya. Pengarang sepenuhnya hanya mengatakan atau menceritakan apa yang dilihatnya.
Sudut pandang yang digunakan oleh pengarang dalam cerpen “Reuni” adalah sudut pandang pengarang sebagai pelaku utama cerita.
3.      Gaya Bahasa
Nurgiyantoro (2000: 272) berpendapat bahwa, bahasa dalam seni sastra dapat disamakan dengan cat dalam seni lukis. Keduanya merupakan unsur bahan, alat, sarana, yang diolah untuk dijadikan sebuah karya yang mengandung “nilai lebih” daripada sekedar bahannya itu sendiri. Bahasa merupakan sarana pengungkapan sastra.
Gaya bahasa yang digunakan dalam cerpen “Reuni” adalah sebagai berikut.
a)      Personifikasi
Majas personifikasi adalah majas yang melukiskan bahwa benda yang sebernarnya mati, tidak bernyawa dapat berperilaku layaknya manusia. Majas personifikasi dalam cerpen “Reuni” adalah sebagai berikut.
Angin menampar dedaunan dan menerbangkan ribuan kunang-kunang.

Anak gadis yang menjemput kami tadi, tersipu malu melarikan wajahnya dari tatapan.

Aku terhisap magnet kerinduan.

Musala itu pergi dibawa jemaahnya.
b)      Hiperbola
Majas hiperbola adalah majas yang mengandung unsur melebih-lebihkan pokok bahasan yang menjadi ungkapan di dalamnya. Majas hiperbola yang terdapat dalam cerpen “Reuni” adalah sebagai berikut.
Pemilik warung itu sekarang tampak olehku sudah semakin tua, berjalan lamban diberati lemak yang menggantungi tubuhnya.

c)      Asosiasi
Majas asosiasi adalah majas yang membandingkan suatu hal dengan hal lain dengan menggunakan kata bagai, seperti, bak, laksana, seumpama, dan sebagainya. Majas asosiasi dalam cerpen “Reuni” adalah sebagai berikut.
Ketika sujud, sajadah terasa sejuk, bersih, dan harum bagaikan parfum.
Ketika senter dimatikan tumpukan puing membukit bagai sosok yang menakutkan.

C.  Tema dan Amanat Cerita
Tema adalah sesuatu yang menjadi pikiran atau sesuatu yang menjadi pokok persoalan yang diungkap dalam sebuah karya sastra, yang di dalamnya terbayang pandangan hidup atau cerita pengarang (Hadidarsono, −: 21). Lebih jauh Sudjiman memberikan pengertian bahwa tema merupakan gagasan, ide atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra. Tema yang diangkat oleh pengarang dalam cerpen ini adalah “Malam Takbiran”.
Amanat berhubungan dengan makna (significance) dari karya itu. Amanat bersifat kias, subjektif dan umum (Waluyo, 2003:28). Amanat merupakan pesan atau hikmah yang dapat diambil dari sebuah cerita untuk dijadikan sebagai cermin maupun panduan hidup. Melalui cerita, sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan dan yang diamanatkan (Nurgiyantoro, 2000:322).
Amanat yang terkandung dalam cerpen “Reuni” adalah sebagai berikut.
1.    Pengajaran untuk tidak membayangkan sesuatu yang berbeda dengan realita yang terjadi.
2.    Pengajaran untuk tidak melupakan kebaikan orang lain.
3.    Pengajaran untuk suka membantu dan memberi bantuan kepada orang yang membutuhkan.
4.    Pengajaran untuk meminta maaf setelah melakukan kesalahan.





PENUTUP
Simpulan
Ada tiga unsur penting pada aspek internal dalam prosa fiksi. Ketiga unsur tersebut ialah fakta cerita, sarana cerita, serta tema dan amanat cerita. Aspek internal dalam karya sastra berupa cerita pendek karya Hamsad Rangkuti yang berjudul “Reuni” terdiri atas fakta cerita ialah hal-hal yang diceritakan dalam sebuah prosa fiksi yang meliputi alur, tokoh, dan latar. Ada pula sarana cerita yang meliputi judul, gaya bahasa, dan sudut pandang. Selain itu juga terdapat tema dan amanat cerita.
Alur yang digunakan dalam cerpen “Reuni” karya Hamsad Rangkuti adalah alur lurus karena waktu penceritaan yang runtut. Tokoh yang mendukung cerita ini adalah tokoh “Aku, seorang lelaki (sebagai Pak Kusir juga tukang kebun), gadis kecil, orang tua gadis kecil (Tuan dan Nyonya), penjaga warung, dan hansip. Latar yang digunakan berada di warung pinggir jalan dan musala.
Judul yang digunakan disesuaikan dengan khayalan sang tokoh yang tengah merindukan saat-saat berbuka puasa di warung pinggir jalan tersebut. Gaya bahasa yang digunakan meliputi majas personifikasi, asosiasi dan hiperbola. Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam cerpen “Reuni” adalah sudut pandang pengarang sebagai pelaku utama cerita.
Tema yang ditonjolkan oleh pengarang dalam cerpen “Reuni” di buku kumpulan cerita pendek “Mudik” adalah “Malam Takbiran”. Amanat yang dapat diambil dari cerpen “Reuni” adalah pengajaran untuk tidak membayangkan sesuatu yang berbeda dengan realita yang terjadi, tidak melupakan kebaikan orang lain, suka membantu dan memberi bantuan kepada orang yang membutuhkan, meminta maaf setelah melakukan kesalahan.




SINOPSIS
Pada hari akhir bulan Ramadhan, tokoh “Aku” datang ke sebuah warung pinggir jalan yang jauh dari keramaian lalu lintas kota Jakarta. Tokoh “Aku” mengenang masa satu tahun yang lalu di akhir bulan Ramadhan persis di tempat tersebut. Kenangan-kenangan masa lalu mulai muncul dan semakin nyata di matatokoh “Aku”. “Aku” merindukan suasana menjelang malam takbiran pada lebaran tahun lalu. Dari penjaga warung, lelaki yang duduk berdampingan dengan “Aku” di warung saat akhir bulan ramadhan dan gadis kecil yang tak sengaja terlalu keras memukul raketnya, sehingga bola badminton itu jatuh ke piring lelaki di sampingku itu.

Tokoh “Aku” mengenang masa lalu dan mengkhayalkan sesuatu yang sebenarnya memang tidak ada. Saat tokoh “Aku” mengkhayalkan makan di rumah orang tua si gadis kecil, tiba-tiba pandangannya beralih pada segerombolan orang-orang yang melintas mengumandangkan takbir . tokoh “Aku” beranjak dan mengejar grombolan itu, namun grombolan itu telah lenyap di tikungan dan tiba-tiba di sekitar gelap dan gersang. Lalu tokoh “Aku” berpaling hendak kembali berbuka puasa, namun sekelilingnya gelap tak tampak semuanya.

Hansip sekitar mendekat pada tokoh “Aku karena seperti orang yang linglung dan kebingungan. Setelah itu hansip mengajak tokoh “Aku” untuk sholat dan berbuka puasa, namun tokoh “Aku” mengatakan bahwa sudah berbuka puasa di warung dan rumah sekitar serta sholat di musala. Namun pada kenyataannya, mushola dan warung serta rumah penduduk sekitar tidak ada. Tidak lama kemudian setelah berbincang mengenai keganjalan yang terjadi, tokoh “Aku” mengambil senter dan melihat sekitar dengan senter dan ternyata memang hanya ada puing-puing. Dan ketika senter dimatikan puing tersebut terlihat membukit bagai sosok yang menakutkan.




DAFTAR PUSTAKA
Najid, Moh. 2009. Apresiasi Prosa Fiksi. Surabaya: University press.
Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta.: Gajah Mada University Press.
Tarigan, Henry Guntur. 1986. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung :
Angkasa.

J.Waluyo, Herman. 2003. Drama Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita Graha Widia.

Hadidarsono, Kusneni.----. Pengkajian Cerita Rekaan. Purwokerto: ----
Kenney, William. 1966. How to Analyze Fiction. New York: Monarch Press
Teeuw,A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya- Giri Mukti Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar