TUGAS KRITIK SASTRA
ANALISIS CERPEN “REUNI”
Karya Hamsad Rangkuti
Dengan Pendekatan Struktural
Disusun Oleh :
Masyarih
Yuro A’yun (F1G012019)
Nailun
Najah (F1G012016)
Purnama
Okto Vinali (F1G012019)
Kartini (F1G012021)
Tria
Winda Setiani (F1G012041)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN
DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU BUDAYA
BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA
2014
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ..................................................................................................... 1
B.
Pendekatan ........................................................................................................... 1
C.
Rumusan Masalah ................................................................................................. 2
D.
Tujuan ................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Fakta Cerita .......................................................................................................... 3
B.
Sarana Cerita ........................................................................................................ 7
C.
Tema dan Amanat Cerita ...................................................................................... 9
BAB II PENUTUP
Simpulan ................................................................................................................... 10
LAMPIRAN
Sinopsis
..................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 12
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Karya
sastra merupakan bentuk luapan ekspresi dari pengarang yang bersifat
imajinatif. Karya sastra merupakan struktur yang bermakna karena karya sastra
merupakan sistem tanda yang memiliki makna dengan menggunakan medium bahasa.
Karya sastra memiliki unsur yang kompleks, seperti halnya rumah. Sebuah
bangunan tidak akan disebut rumah jika tidak memiliki pintu, jendela, dinding,
atap, dan sebagainya. Karya sastra pun demikian. Jika sebuah tulisan tidak
memiliki alur, tokoh, setting, dan sebagainya maka tulisan tersebut tidak bisa
disebut sebagai karya sastra.
Untuk
memahami sebuah karya sastra, harus lah dianalisis secara tepat. Menganalisis
karya sastra biasanya menggunakan pendekatan struktural, semiotik, psikologi,
hermeneutika, sosiologi sastra dan sebagainya. Karya sastra memiliki
unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra dari dalam diri karya sastra
tersebut.
Cerpen
“Reuni” merupakan salah satu cerita pendek yang ditulis oleh Ahmad Rangkuti.
Cerita ini berisi mengenai suasana di daerah terpencil di sudut ibu kota saat
malam takbiran. Cerpen “Reuni” dibukukan dalam sebuah buku kumpulan cerita
pendek karya Mohammad Sobari yang berjudul “Mudik”.
B.
Pendekatan
Menurut
M.H. Abrams, teori pendekatan karya sastra ada empat, yakni pendekatan mimetik,
pendekatan pragmatik, pendekatan objektif dan pendekatan ekspresif. Pendekatan
mimetik memandang karya sastra sebagai tiruan atau pembayangan dunia kehidupan
nyata. Pendekatan pragmatik memandang karya sastra ditentukan oleh publik
pembaca selaku penyambut karya sastra. Pendekatan ekspresif memandang karya
sastra sebagai pernyataan dunia batin pengarang. Pendekatan objektif memandang
karya satra sebagai dunia otonom yang dapat dilepaskan dari dunia pengarang dan
latar belakang sosial budaya zamannya, sehingga karya sastra dapat dianalisis
berdasarkan strukturnya sendiri.
Strukturalisme merupakan
bagian dari pendekatan objektif
yang memandang
dan memahami karya sastra dari segi struktur karya itu sendiri.
Strukturalisme memahami karya sastra secara close reading atau
membaca karya
sastra secara tertutup tanpa melihat pengarangnya, realitas, dan pembaca.
Pendekatan
struktural bertujuan membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetil,
dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya
sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1988).
Strukturalisme bermula
dari pandangan Ferdinand de Saussure yang memandang adanya sistem di dalam bahasa.
Pandangan ini kemudian diperluas dengan asumsi bahwa sistem itu juga ada di
dalam sastra. Sebuah struktur, menurut Jean Peaget, dibangun atas dasar
tiga gagasan utama, yaitu gagasan kemenyeluruhan, gagasan transformasi, dan
gagasan kaidah mandiri. Kerja dari struktural ini sangat terlihat dalam konsep
yang diutamakan oleh Rene Wellek dan Austin Warren di dalam buku Teori
Kesusastraan. Di dalam buku ini, dipelajari mengenai karya sastra yang
memuat unsur intrinsik dan ekstrinsik.
Strukturalisme
dalam penelitian sastra yang memusatkan perhatiannya pada elemen atau
unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Elemen itu disebut unsur
intrinsik, yaitu unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur itu
menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra. Unsur intrinsik sebuah
novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita.
C.
Rumusan
Masalah
1. Apa
saja aspek internal dalam cerpen “Reuni” karya Hamsad Rangkuti?
2. Bagaimana
relasi antarunsur dalam cerpen “Reuni” karya Hamsad Rangkuti?
D.
Tujuan
1. Menyebutkan
aspek internal cerpen “Reuni” karya Hamsad Rangkuti.
2. Menjelaskan
hubungan antarunsur intrinsik dalam cerpen “Reuni” karya Hamsad Rangkuti.
BAB II
PEMBAHASAN
Ada tiga unsur
penting pada aspek internal dalam prosa fiksi. Ketiga unsur tersebut ialah
fakta cerita, sarana cerita, serta tema dan amanat cerita (Najid, 2009:23).
Berikut
adalah aspek internal dalam karya sastra berupa cerita pendek karya Hamsad
Rangkuti yang berjudul “Reuni”.
A.
Fakta
Cerita
Fakta cerita ialah hal-hal yang
diceritakan dalam sebuah prosa fiksi yang meliputi alur, tokoh, dan latar.
1.
Alur
Alur menurut
Kamus Istilah Sastra yang disusun oleh Panuti Sudjiman adalah rangkaian
peristiwa yang direka dan dijalani dengan seksama yang menggerakkan cerita
melalui rumitan ke arah klimaks dan penyelesaian. Kepiawaian penulis dalam
membangun cerita menyebabkan pembaca dengan tanggap merasakan kesedihan,
ketegangan atau kebahagiaan yang dilukiskan oleh penulis dalam karyanya.
Berdasarkan kosep alur di atas, alur ada dua yakni alur lurus dan alur sorot
balik atau flashback. Sebuah cerita disebut beralur lurus apabila
cerita tersebut disusun dari awal kejadian dan diteruskan dengan
kejadian-kejadian berikutnya secara linier. Apabila peristiwa dalam sebuah
cerita tidak bergerak linier, cerita demikian disebut beralur sorot balik
(Najid, 2009:27). Tahapan dalam alur yang
pertama adalah pengenalan konflik dan tokoh, tahap pertentangan, tahap
peningkatan konflik, tahap klimaks, dan tahap penyelesaian atau ending.
Alur yang digunakan dalam cerita pendek “Reuni” adalah alur lurus. Hal
ini terjadi karena pada tahap pengenalan konflik dan tokoh, “Aku” mengingat
malam takbiran tahun lalu sambil duduk di depan warung. Tahap pertentangan
dimulai saat tokoh “Aku” mengobrol soal agama dengan seorang lelaki namun “Aku”
merasa seperti mengigau. Tahap selanjutnya adalah tahap peningkatan konflik
yang terjadi pada saat tokoh “Aku” merasa ada sesuatu yang ganjil namun dia
masih berada dalam alam bawah sadrnya. Dilanjutkan tahap klimaks terjadi pada
saat tokoh “Aku” meninggalkan acara makan bersama dan “Aku” tersadar bahwa
semua yang ada di sekitarnya hanyalah seng gelombang. Tahap penyelesaian
terjadi saat tokoh “Aku” bertemu dengan hansip dan diceritakan bahwa tempat
yang didatangi tokoh “Aku” sudah hancur karena digusur.
2.
Tokoh
Tokoh menunjuk pada
orangnya, pelaku cerita (Nurgiyantoro, 2000: 165). Hal ini
senada dengan yang diungkapkan oleh Hasim bahwa penokohan adalah cara pengarang
untuk menampilkan watak para tokoh di dalam sebuah cerita karena tanpa adanya
tokoh, sebuah cerita tidak akan terbentuk.
Menurut Aminuddin, tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita
rekaan, sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan penokohan adalah cara sastrawan
menampilkan tokoh.
Tokoh yang ada dalam cerpen “Reuni” yaitu aku, seorang
lelaki, penjaga warung, gadis kecil, orang tua gadis kecil, hansip. Berikut
adalah penokohan dari tokoh-tokoh yang terdapat dalam cerpen “Reuni”.
a.
Aku
Tokoh aku dalam cerpen “reuni” digambarkan sebagai tokoh yang religius.
Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.
Aku rindu pada laki-laki itu.
Aku rindu berbuka puasa bersamanya di warung ini dan pergi bersama-sama ke
mushala, sembahyang maghrib berjamaah.
Aku tiba-tiba mengharapkan
sesuatu yang aneh, lelaki itu datang dan memesan the panas dan kami mengobrol
soal agama di saat menanti beduk berbuka.
b. Seorang lelaki
Tokoh lelaki dalam cerita digambarkan sebagai kusir delman sekaligus tukang
kebun yang memiliki watak sebagai berikut.
1)
Baik hati
Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.
Dipandangnya
aku. Kusir kereta kuda itu berdiri. Diambilnya piring yang berisi durian,
disodorkannya kepada kami. kami mengambilnya sebutir-sebutir.
2)
Religius
Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.
Aku tiba-tiba mengharapkan
sesuatu yang aneh, lelaki itu datang dan memesan teh panas dan kami mengobrol
soal agama di saat menanti beduk berbuka.
3)
Arif
Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.
Kusir kereta kuda itu menunduk
dan dia terkesan arif.
c.
Penjaga warung
Tokoh penjaga warung yaitu seorang lelaki yang tidak
menaruh perhatian pada siapapun.
Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.
Pemilik
warung itu sekarang tampak olehku sudah semakin tua, berjalan lamban diberati
lemak yang menggantungi tubuhnya. Dia beringsut di belakang meja mengantar
makanan yang dipesan. Apakah dia sudah tidak mengenaliku lagi? Pasti dia sudah
lupa. Tidak tampak sedikitpun perubahan di wajahnya ketika aku bertatap pandang
meminta teh manis panas. Dia biasa-biasa saja menaruh gelas di atas tataannya
di atas meja yang berada di depanku. Mungkin dia dari golongan orang-orang yang
tidak menaruh perhatian pada siapapun. Tidak menghiraukan setiap pembeli yang
singgah dan memesan segelas air atau sepiring nasi di warungnya.....
d.
Gadis kecil
Tokoh gadis kecil dalam cerita digambarkan sebagai tokoh yang ceroboh.
Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.
“Malam
takbir tahun yang lalu anak gadis kami membuat kecerobohan,” kata si tuan
rumah. Anak gadis yang menjemput kami tadi, tersipu malu melarikan wajahnya
dari tatapan. “Bola bulutangkis itu
dipukulnya dan tak sengaja masuk ke dalam piring Pak Suaef.”
e. Hansip
Tokoh hansip
digambarkan sebagai tokoh yang baik hati.
Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.
“Ah, Bapak mengigau. Mana ada
warung di sini. Ayo ke pos jaga. Bapak pasti belum berbuka. Di pos jaga Bapak
bisa berbuka.”
Aku dibawanya ke pos
jaga. Diberinya aku segelas air.
f. Orang
Tua Gadis
Orang tua gadis
digambarkan sebagai tokoh yang baik hati, tanggung jawab, dan ramah. Hal
tersebut tampak pada kutipan sebagai berikut.
1) Baik
hati
...Suatu kali aku bercerita
tentang sepetak kebun yang akan dijual di sebelah tempat tinggal kami di
Condet. Tuan dan Nyonya tertarik. Kebun itu mereka beli. Disuruh mereka aku
merawatnya dan menjaganya. Ini lah buah-buahan dari kebun milik Tuan yang
tingggal di sebelah...
2) Tanggung
jawab
...Dan gadis kecil yang tak
sengaja memukulkan raketnya sehingga bola badminton itu jatuh ke piringnya. Di mana anak gadis
itu sekarang? Ibunya datang meminta maaf dan memberi sedikit uang sebagai ujud
rasa penyesalan dan maaf kepada laki-laki itu...
3) Ramah
Aku mengangguk.
“Kalau begitu, mari kita makan
bersama-sama. Ayo Bapak-bapak. Ayo Pak, lupakan sejenak warung Bapak.”
3.
Latar
Kenney (1966: 38) membagi latar menjadi dua bagian
besar, yaitu latar netral dan latar spiritual. Latar netral adalah latar yang
tidak terlalu diperhatikan oleh pengarang. Latar dalam bentuk ini hanya sebagai tempat dan waktu
kejadian saja, tidak lebih tidak kurang. Latar spiritual adalah latar yang
tidak hanya bersifat fisik tetapi juga menghadirkan nilai-nilai tertentu.
a.
Latar netral
1) Tempat
kejadian dalam cerpen “Reuni” yaitu di sebuah daerah terpencil di Jakarta tepatnya
di sebuah warung pinggir jalan.
Hal ini dibuktikan
dengan kutipan sebagai berikut.
Pada hari terakhir bulan
Ramadhan aku duduk di warung murah di tepi jalan menanti beduk berbuka. Warung
itu terletak jauh dari kesibukan lalu lintas kota Jakarta.
2) Waktu
kejadian dalam cerpen “Reuni” yaitu menjelang maghrib dan malam hari.
“...Sengaja ku bawa di malam
takbir ini. Biar Tuan dan nyonya memakannya di malam penuh berkah ini.”
Beduk berbuka yang kami tunggu
pun tiba.
b. Latar
spiritual
Latar
suasana dalam cerpen “Reuni” yaitu menggembirakan karena saat itu merupakan
saat menunggu berbuka puasa. Malam itu juga tepat malam takbiran. Suasana yang
sangat menggembirakan saat menunggu malam kemenangan. Orang-orang mengumandangkan
takbir dan anak-anak berlarian sambil bermain mercon. Nilai religi yang
diungkapkan dalam cerpen tersebut yaitu berbuka puasa bersama di hari terakhir
bulan ramadan dan mengumandangkan takbir di malam lebaran. Adapun nilai budaya
yang diungkapkan dalam cerpen tersebut yaitu anak-anak yang berlarian sambil
bermain mercon, juga tradisi takbiran.
B.
Sarana
Cerita
Sarana cerita adalah hal-hal yang
dimanfaatkan oleh pengarang dalam memilih dan menata detail cerita meliputi
judul, sudut pandang, gaya bahasa.
1.
Judul
Judul
merupakan nama yang dipakai untuk buku atau bab dalam buku yang dapat
menyiratkan secara pendek isi atau maksud buku atau bab itu. Ada juga yang
menyebutkan judul sebagai kepala karangan dalam cerita, drama, dan sebagainya.
Judul
cerpen tersebut yaitu Reuni. Reuni di sini dimaksudkan untuk mengacu pada pokok
cerita yang bercerita tentang seorang lelaki yang merindukan peristiwa yang dia
alami satu tahun yang lalu di sebuah tempat. Dia kembali berada di tempat itu
dan mengenang peristiwa lalu serta berimajinasi seolah-olah ia berada dalam
keadaan satu tahun yang lalu. Pada kenyataannya itu hanyalah imajinasi atau khayalannya
karena tempat itu sudah tidak sama seperti satu tahun yang lalu. Tempat itu
kini hanya tumpukan puing-puing yang membukit.
2.
Sudut Pandang
Menurut Hery
Guntur Tarigan, sudut pandang atau point of view adalah posisi
fisik, tempat persona atau pembicara melihat dan menyajikan gagasan-gagasan
atau peristiwa-peristiwa yang merupakan perspektif atau pandangan fisik dalam
ruang dan waktu yang dipilih oleh sang penulis bagi personanya, serta mencakup
kualitas-kualitas emosional dan mental sang persona yang mengawasi sikap dan
nada.
Sudut pandang
merupakan cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk
menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita
dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams dikutip Nurgiyantoro, 2000:24).
Menurut Suharianto ada beberapa jenis pusat
pengisahan, yaitu:
a)
Pengarang sebagai pelaku utama
cerita. Dalam cerita dengan jenis pusat pengisahan ini, tokoh akan menyebut
dirinya sebagai “aku”. Jadi seakan-akan cerita tersebut merupakan kisah atau
pengalaman diri pengarang.
b)
Pengarang ikut main, tetapi bukan
pelaku utama. Dengan kata lain, sebenarnya cerita tersebut merupakan kisah
orang lain, tetapi pengarang terlibat di dalamnya.
c)
Pengarang serba hadir. Dalam cerita
pengisahan jenis ini, pengarang tidak berperan apa-apa. Pelaku utama cerita
tersebut orang lain; dapat “dia” atau kadang-kadang menyebutkan namanya, tetapi
pengarang serba tahu apa yang akan dilakukan atau bahkan apa yang ada dalam
pikiran pelaku cerita.
d)
Pengarang peninjau. Pusat pengisahan
ini hampir sama dengan jenis pengarang serba hadir. Bedanya pada cerita dengan
pusat pengisahan jenis ini, pengarang seakan-akan tidak tahu apa yang akan
dilakukan pelaku cerita atau apa yang ada dalam pikirannya. Pengarang
sepenuhnya hanya mengatakan atau menceritakan apa yang dilihatnya.
Sudut pandang yang
digunakan oleh pengarang dalam cerpen “Reuni” adalah sudut pandang pengarang sebagai pelaku
utama cerita.
3.
Gaya Bahasa
Nurgiyantoro
(2000: 272) berpendapat bahwa, bahasa dalam seni sastra dapat disamakan dengan
cat dalam seni lukis. Keduanya merupakan unsur bahan, alat, sarana, yang diolah
untuk dijadikan sebuah karya yang mengandung “nilai lebih” daripada sekedar
bahannya itu sendiri. Bahasa merupakan sarana pengungkapan sastra.
Gaya
bahasa yang digunakan dalam cerpen “Reuni” adalah sebagai berikut.
a) Personifikasi
Majas personifikasi adalah majas
yang melukiskan bahwa benda yang sebernarnya mati, tidak bernyawa dapat
berperilaku layaknya manusia. Majas personifikasi dalam cerpen “Reuni” adalah
sebagai berikut.
Angin menampar dedaunan dan menerbangkan
ribuan kunang-kunang.
Anak gadis yang menjemput kami
tadi, tersipu malu melarikan wajahnya
dari tatapan.
Aku terhisap magnet kerinduan.
Musala itu pergi dibawa jemaahnya.
b) Hiperbola
Majas hiperbola adalah majas yang
mengandung unsur melebih-lebihkan pokok bahasan yang menjadi ungkapan di
dalamnya. Majas hiperbola yang terdapat dalam cerpen “Reuni” adalah sebagai
berikut.
Pemilik warung itu sekarang
tampak olehku sudah semakin tua, berjalan lamban diberati lemak yang menggantungi tubuhnya.
c) Asosiasi
Majas asosiasi adalah majas yang
membandingkan suatu hal dengan hal lain dengan menggunakan kata bagai, seperti,
bak, laksana, seumpama, dan sebagainya. Majas asosiasi dalam cerpen “Reuni”
adalah sebagai berikut.
Ketika
sujud, sajadah terasa sejuk, bersih, dan harum bagaikan parfum.
Ketika
senter dimatikan tumpukan puing membukit bagai
sosok yang menakutkan.
C.
Tema
dan Amanat Cerita
Tema
adalah sesuatu yang menjadi pikiran atau sesuatu yang menjadi pokok persoalan
yang diungkap dalam sebuah karya sastra, yang di dalamnya terbayang pandangan
hidup atau cerita pengarang (Hadidarsono, −: 21). Lebih jauh Sudjiman memberikan
pengertian bahwa tema merupakan gagasan, ide atau pikiran utama yang mendasari
suatu karya sastra. Tema yang diangkat oleh pengarang dalam cerpen ini adalah
“Malam Takbiran”.
Amanat berhubungan dengan makna (significance)
dari karya itu. Amanat bersifat kias, subjektif dan umum (Waluyo,
2003:28). Amanat merupakan pesan atau hikmah yang dapat diambil
dari sebuah cerita untuk dijadikan sebagai cermin maupun panduan hidup. Melalui
cerita, sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat
mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan dan yang diamanatkan
(Nurgiyantoro, 2000:322).
Amanat yang terkandung dalam cerpen
“Reuni” adalah sebagai berikut.
1.
Pengajaran untuk tidak membayangkan
sesuatu yang berbeda dengan realita yang terjadi.
2.
Pengajaran untuk tidak melupakan
kebaikan orang lain.
3.
Pengajaran untuk suka membantu dan
memberi bantuan kepada orang yang membutuhkan.
4.
Pengajaran untuk meminta maaf
setelah melakukan kesalahan.
PENUTUP
Simpulan
Ada tiga unsur penting pada aspek internal dalam prosa
fiksi. Ketiga unsur tersebut ialah fakta cerita, sarana cerita, serta tema dan
amanat cerita. Aspek internal dalam karya sastra
berupa cerita pendek karya Hamsad Rangkuti yang berjudul “Reuni” terdiri atas fakta cerita
ialah hal-hal yang diceritakan dalam sebuah prosa fiksi yang meliputi alur,
tokoh, dan latar. Ada pula sarana cerita yang meliputi judul, gaya bahasa, dan
sudut pandang. Selain itu juga terdapat tema dan amanat cerita.
Alur yang digunakan dalam cerpen “Reuni” karya
Hamsad Rangkuti adalah alur lurus karena waktu penceritaan yang runtut. Tokoh
yang mendukung cerita ini adalah tokoh “Aku, seorang lelaki (sebagai Pak Kusir
juga tukang kebun), gadis kecil, orang tua gadis kecil (Tuan dan Nyonya),
penjaga warung, dan hansip. Latar yang digunakan berada di warung pinggir jalan
dan musala.
Judul yang digunakan disesuaikan
dengan khayalan sang tokoh yang tengah merindukan saat-saat berbuka puasa di
warung pinggir jalan tersebut. Gaya bahasa yang digunakan meliputi majas
personifikasi, asosiasi dan hiperbola. Sudut pandang yang digunakan pengarang
dalam cerpen “Reuni” adalah sudut pandang pengarang sebagai pelaku
utama cerita.
Tema yang ditonjolkan oleh pengarang
dalam cerpen “Reuni” di buku kumpulan cerita pendek “Mudik” adalah “Malam
Takbiran”. Amanat yang dapat diambil dari cerpen “Reuni” adalah pengajaran
untuk tidak membayangkan sesuatu yang berbeda dengan realita yang terjadi, tidak
melupakan kebaikan orang lain, suka membantu dan memberi bantuan kepada orang
yang membutuhkan, meminta maaf setelah melakukan kesalahan.
SINOPSIS
Pada hari akhir bulan Ramadhan,
tokoh “Aku” datang ke sebuah warung pinggir jalan yang jauh dari keramaian lalu
lintas kota Jakarta. Tokoh “Aku” mengenang masa satu tahun yang lalu di akhir
bulan Ramadhan persis di tempat tersebut. Kenangan-kenangan masa lalu mulai
muncul dan semakin nyata di matatokoh “Aku”. “Aku” merindukan suasana menjelang
malam takbiran pada lebaran tahun lalu. Dari penjaga warung, lelaki yang duduk
berdampingan dengan “Aku” di warung saat akhir bulan ramadhan dan gadis kecil
yang tak sengaja terlalu keras memukul raketnya, sehingga bola badminton itu
jatuh ke piring lelaki di sampingku itu.
Tokoh “Aku” mengenang masa lalu
dan mengkhayalkan sesuatu yang sebenarnya memang tidak ada. Saat tokoh “Aku”
mengkhayalkan makan di rumah orang tua si gadis kecil, tiba-tiba pandangannya
beralih pada segerombolan orang-orang yang melintas mengumandangkan takbir .
tokoh “Aku” beranjak dan mengejar grombolan itu, namun grombolan itu telah
lenyap di tikungan dan tiba-tiba di sekitar gelap dan gersang. Lalu tokoh “Aku”
berpaling hendak kembali berbuka puasa, namun sekelilingnya gelap tak tampak
semuanya.
Hansip sekitar mendekat pada tokoh
“Aku karena seperti orang yang linglung dan kebingungan. Setelah itu hansip
mengajak tokoh “Aku” untuk sholat dan berbuka puasa, namun tokoh “Aku”
mengatakan bahwa sudah berbuka puasa di warung dan rumah sekitar serta sholat
di musala. Namun pada kenyataannya, mushola dan warung serta rumah penduduk
sekitar tidak ada. Tidak lama kemudian setelah berbincang mengenai keganjalan
yang terjadi, tokoh “Aku” mengambil senter dan melihat sekitar dengan senter
dan ternyata memang hanya ada puing-puing. Dan ketika senter dimatikan puing
tersebut terlihat membukit bagai sosok yang menakutkan.
DAFTAR PUSTAKA
Najid, Moh. 2009. Apresiasi Prosa Fiksi. Surabaya:
University press.
Nurgiyantoro,
Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi.
Yogyakarta.: Gajah Mada University Press.
Tarigan, Henry
Guntur. 1986. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung
:
Angkasa.
J.Waluyo, Herman. 2003. Drama Teori dan Pengajarannya.
Yogyakarta: Hanindita Graha Widia.
Hadidarsono, Kusneni.----. Pengkajian Cerita Rekaan. Purwokerto:
----
Kenney, William. 1966. How to Analyze Fiction. New York: Monarch Press
Teeuw,A.
1988. Sastra dan Ilmu Sastra: pengantar Teori Sastra. Jakarta:
Pustaka Jaya- Giri
Mukti Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar