Jumat, 23 Mei 2014

KERANGKA ETNOGRAFI MASYARAKAT BUMIAYU


TUGAS PENGANTAR ANTROPOLOGI
KERANGKA ETNOGRAFI
MASYARAKAT BUMIAYU


Disusun Oleh :
Purnama Okto Vinali                       (F1G012019)


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU BUDAYA
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
2013

PENDAHULUAN
Bumiayu termasuk dalam kabupaten Brebes wilayah selatan. Bumiayu merupakan jalur utama perlintasan antara Tegal dan Purwokerto. Selain itu, stasiun Bumiayu juga merupakan pemberhentian yang cukup berperan dalam perlintasan kereta api dengan rute Jakarta-Cirebon-Purwokerto-Yogyakarta-Surabaya. Bumiayu merupakan daerah dengan dataran tinggi, karena Bumiayu ibarat mangkuk yang dikelilingi oleh perbukitan. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk laki-laki mencapai 47.499 jiwa, sedangkan jumlah penduduk wanita mencapai 48.437 jiwa. Total seluruh penduduk Bumiayu tahun 2010 adalah 95.936 jiwa.
Asal mula penduduk Bumiayu adalah dari kerajaan Galuh Purba. Kerajaan Galuh Purba mempunyai wilayah kekuasaan meliputi Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bumiayu, Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, Kedu, Kulonprogo dan Purwodadi. Cerita yang diyakini tentang penamaan Bumiayu adalah adanya gadis cantik bernama Nyai Rantansari yang ditemui oleh Sultan Amangkurat II saat dalam perjalanan menuju Tegal. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Bumiayu merupakan adaptasi dari dialek Banyumas dan dialek Tegal, karena Bumiayu merupakan daerah peralihan Tegal dengan Purwokerto (Banyumas).
Sistem teknologi masyarakat Bumiayu telah mengalami perkembangan sesuai dengan kemajuan teknologi yang ada di Indonesia. Misalnya tempat tinggal yang dulu hanya menggunakan anyaman bambu sebagai temboknya, kini telah berubah menjadi batu bata serta lantainya yang dulu menggunakan tanah atau paling mewah tehel telah berubah menjadi keramik. Warga Bumiayu dulu banyak yang berprofesi sebagai petani dan bercocok tanam di ladang. Namun kini sebagian besar warga Bumiayu berprofesi sebagai pedagang di pasar.
Unsur-unsur khusus dalam organisasi sosial masyarakat Bumiayu dulunya bersistem kekerabatan, bahkan hingga kini sistem tersebut masih digunakan pada beberapa pedukuhan. Biasanya jika seseorang yang menjadi tokoh masyarakat, maka saudaranya juga menjadi tokoh masyarakat tetapi di dukuh yang berbeda. Sistem pengetahuan masyarakat Bumiayu sangat berorientasi pada orang tua dan tokoh masyarakat. Jika orang tua berkata “saru, ora ilok” yang dalam bahasa Indonesia berarti “tidak sopan, tidak boleh”, maka si anak akan langsung menurutinyaperkataan orang tuanya itu.
Sistem religi yang dianut masyarakat Bumiayu sekarang mayoritas beragama Islam. Namun masyarakat Bumiayu terutama Dukuh Karang Jati percaya bahwa terdapat penghuni makam di Candi Pancurawis yakni Sunan Gunung Jati, sedangkan jika menurut sejarah atau cerita legenda, orang yang dimakamkan di Candi Pancurawis adalah Kyai Pancurawis dan kudanya. Masyarakat Dukuh Karang Jati percaya bahwa jika mereka berguru di sana mereka mendapat keberkahan hidup atau kekayaan. Upacara yang dilakukan masyarakat Bumiayu hanya terjadi pada Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, sedangkan hari-hari besar menurut kejawen hanya beberapa orang yang melaksanakan sesuai kepercayaan mereka masing-masing. Upacara yang ada pada hari raya adalah kupatan, yakni tradisi makan bersama khusus kaum lelaki setelah menjalankan sholat Id.
Kesenian yang ada di Bumiayu adalah calung yang diadaptasi dari Jawa Barat. Selain itu ada pula kesenian terbangan, yakni sejenis qasidah namun yang membawakan adalah kaum laki-laki. Ada pula kesenian ebeg atau kuda lumping yang kini telah hilang di pedukuhan Karang Jati tetapi masih ada yang melestarikanya di Bumiayu. Alat musik yang digunakan sebagai simbol kota Bumiayu adalah rebana. Bagaimanakah bahasa atau dialek yang diucapkan oleh masyarakat Bumiayu terutama masyarakat desa Kalierang? Adakah persamaan antara penggunaan bahasa dialek Bumiayu dengan dialek Banyumasan atau dialek Tegal?



PEMBAHASAN
Komunikasi adalah inti dari kehidupan manusia. Komunikasi melahirkan persamaan makna diantara semua pihak yang terlibat. Komunikasi dapat diwujudkan dengan pembicaraan, gerak-gerik fisik ataupun perasaan. Pada prinsipnya, komunikasi adalah penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain. Keberhasilan komunikasi sangat tergantung pada ada atau tidaknya pemahaman dan saling pengertian antara si pengirim pesan dengan si penerima pesan. Komunikasi adalah kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar menukar data, fakta dan ide. Atas dasar pengertian ini, fungsi komunikasi adalah sebagai berikut.
a.         Informasi
Fungsi dari komunikasi adalah mengumpulkan, menyimpan dan memproses penyebaran berita, data, gambar, hasil studi, pesan, opini dan komentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti dan beraksi secara jelas terhadap orang lain, sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat.
b.        Sosialisasi
Maksud dari fungsi sosialisasi adalah menanamkan data, fakta serta nilai-nilai hasil studi Antropologi kepada orang lain, sehingga mereka dapat mengetahui, bersikap dan berperilaku sesuai dengan hasil studi Antropologi.
c.         Motivasi
Maksud dari fungsi motivasi adalah menjelaskan tujuan, manfaat dan kegunaan hasil studi Antropologi dalam kehidupan masyarakat dalam jangka pendek maupun jangka panjang, dan memotivasi orang menentukan pilihan dan keinginannya untuk bersikap dan bertindak sesuai dengan hasil studi Antropologi.
d.        Perdebatan dan Diskusi
Fungsi dari komunikasi adalah tidak mengkomunikasikan hasil studi Antropologi melalui upaya paksa, melainkan melalui diskusi dan perdebatan yang diwarnai oleh penyajian data dan fakta untuk memungkinkan persetujuan bersama terhadap pentingnya mengetahui dan menerapkan hasil penelitian sosial dan budaya.
e.         Pendidikan
Proses pengalihan hasil studi Antropologi yang mendorong pelaksanaan penelitian selanjutnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
f.         Memajukan Kebudayaan
Penyebaran hasil studi Antropologi bermaksud untuk melestarikan warisan masa lalu, mengembangkan kebudayaan, membangun imajinasi, serta mendorong kreativitas dan kebutuhan estetikanya.
g.        Hiburan
Hasil studi Antropologi mengandung aspek hiburan seperti permainan, olah makna, dan sebagainya. Penyebaran hasil studi Antropologi juga berarti mengandung unsur hiburan, kesenangan bagi komunikator dan komunikan.
h.        Integrasi
Hasil studi Antropologi berisi berbagai pesan, apabila menimbulkan pemahaman bersama di masyarakat akan mendorong terwujudnya sikap saling mengerti yang mendorong terwujudnya persatuan dan kesatuan.

Etnografi berasal dari kata ethos, yaitu bangsa atau suku bangsa dan graphein yaitu tulisan atau uraian. Etnografi adalah kajian tentang kehidupan dan kebudayaan suatu masyarakat atau etnik, misalnya tentang adat-istiadat, kebiasaan, hukum, seni, religi, bahasa. Bidang kajian vang sangat berdekatan dengan etnografi adalah etnologi, yaitu kajian perbandingan tentang kebudayaan dari berbagai masyarakat atau kelompok (Richards dkk.,1985).
Kerangka etnografi adalah suatu deskripsi mengenai kebudayaan suatu suku bangsa (Koentjaraningrat, 2009: 252). Koentjaraningrat dalam bukunya “Pengantar Ilmu Antropologi” mendeskripsikan sembilan kerangka etnografi yang meliputi lokasi, lingkungan alam dan demografi; asal mula dan sejarah suku bangsa; bahasa; sistem teknologi; sistem mata pencaharian; organisasi sosial; sistem pengetahuan; kesenian; serta sistem religi (2009: 254).
Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan yang dimiliki setiap suku bangsa untuk dapat berkomunikasi dengan suku bangsa lain. Bahasa dapat dijadikan sebagai salah satu aspek yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian etnografi, apalagi dalam kehidupan masyarakat tidak bisa dilepaskan dari unsur bahasa. Sejumlah manusia yang memiliki ciri-ciri ras tertentu yang sama belum tentu memiliki bahasa induk yang termasuk satu keluarga bahasa, apalagi memiliki satu kebudayaan yang tergolong satu daerah kebudayaan.
Pada permulaan abad ke-19 ada penelitian mengenai perbandingan bahasa yang tidak berpusat pada bahasa Indo-German, melainkan kepada bahasa Ural-Altai yang tersebar di Eropa Timur dan Asia Barat dengan tokoh seperti A.J Sjogren. Pada pertengahan abad ke-19 juga muncul ilmu perbandingan bahasa yang tersebar di Asia barat dan Afrika Utara dengan tokoh seperti E. Renan. Dengan penelitian-penelitian tersebut, maka timbul ilmu etnolinguistik yang berbeda dari ilmu perbandingan bahasa Indo-German. Ilmu perbandingan bahasa tidak digunakan sebagai objek penelitian bahasa secara tertulis, melainkan penelitian bahasa yang tidak mengenal sumber tertulis (http://latifahlia.blogspot.com/2013/03/makalah-antropologi-mengenai-etnografi.html).
Bumiayu merupakan salah satu kecamatan di Brebes Selatan yang kini dalam proses pemekaran menjadi kabupaten. Ide yang dirintis sejak tahun 1967 ini baru dimantapkan pada Senin, 25 November 2013. Daerah yang terkenal dengan makanan khasnya kraca dan gorengan randhem ini merupakan daerah yang strategis karena tempatnya yang merupakan akses jalur utama dari Tegal ke Purwokerto maupun sebaliknya.
Penduduk Bumiayu dulunya berasal dari keturunan kerajaan Galuh Purba yang memiliki daerah kekuasaan meliputi Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bumiayu, Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, Kedu, Kulonprogo dan Purwodadi. Berdasarkan kajian bahasa yang dilakukan oleh E.M. Uhlenbeck (1964) dalam bukunya “A Critical Survey of Studies on the Languages of Java and Madura”, bahasa yang digunakan oleh “keturunan Galuh Purba” masuk ke dalam Rumpun Basa Jawa Bagian Kulon yang meliputi Sub Dialek Banten Lor, Sub Dialek Cirebon atau Indramayu, Sub Dialek Tegalan, Sub Dialek Banyumas, Sub Dialek Bumiayu (peralihan Tegalan dan Banyumas). Kelompok dialek ini biasa disebut Bahasa Jawa ngapak atau Bahasa Banyumasan (http://maskurmambangr.wordpress.com/asal-mula-wong-banyumas/).
Di dalam suatu kelompok masyarakat, bahasa merupakan hal yang penting untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa merupakan sistem perlambangan manusia yang lisan maupun tertulis untuk berkomunikasi satu sama lain. Dalam sebuah karanagn etnografi memberi deskripsi tentang ciri-coro terpenting dari bahasa yang diucapkan oleh suku bangsa yang bersangkutan beserta variasi dari bahasa-bahasa itu. Perbedaan bahasa menurut lapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan disebut tingkat sosial bahasa, atau social levels of speech. Walaupun tidak seekstrem seperti dalam bahasa Jawa, tetapi dalam banyak bahasa di dunia perbedaan bahasa menurut tingkat sosial itu sering ada.
Pada umumnya masyarakat Bumiayu akan menggunakan bahasa krama lugu sebagai pengantar dalam percakapan jika mereka bertemu seseorang yang belum dikenal dalam wilayah pedesaanya. Namun setelah lama mengobrol maka bahasa yang digunakan adalah ngoko dialek Bumiayu. Bahasa Indonesia digunakan sebagai pengantar saat berbicara dengan orang asing jika mereka bertemu di tempat umum sekitar pasar Bumiayu, karena dikhawatirkan yang diajak mengobrol adalah orang dari kecamatan Bantarkawung atau Salem yang berkomunikasi dengan bahasa Sunda.
Masyarakat Bumiayu memiliiki dialek yang berbeda dengan dialek Banyumas dan dialek Tegal. Masyarakat Bumiayu banyak menggunakan percampuran dialek Tegal dan dialek Banyumas. Bahasa yang digunakan juga terkadang berbeda-beda di setiap desanya meskipun mereka masih merupakan satu kecamatan yang sama. Misalnya penggunaan kata “los, srog, dan sok” yang berarti mempersilakan. Kata los sering digunakan oleh masyarakat Bumiayu bagian pasar, sedangkan kata srog digunakan oleh masyarakat daerah pedukuhan dan kata sok digunakan untuk mempersilahkan seorang tamu untuk menikmati hidangan. Contoh penggunaan kata los dalam kalimat sebagai berikut.
Pembeli            : “lah yu, kangkunge seunting sewu bae ya?”
                                      “ah bu, kangkungnya satu ikat seribu saja ya?”
Penjual             : “ya los nganah.”
                                      “ya sudah sana.”
Contoh penggunaan kata srog dalam kalimat sebagai berikut.
Adik    : “mba, aku njaluk duite ya?”
                          “ka, saya minta uangnya ya?”
Kakak  : “ya srog nganah, aja kabeh tapi.”
                          “ya silakan, tapi jangan semua.”
Contoh penggunaan kata sok dalam kalimat sebagai berikut.
Tuan rumah     : “sok diminum banyune, ampurane ya anane mung kaya kue thok.”
                                      “silakan diminum airnya, maap adanya cuma itu.”

Dari contoh di atas, penggunaan bahasa yang dilakukan oleh masyarakat Bumiayu memiliki perbedaan meskipun maknanya sama. Dialek Bumiayu merupakan campuran dari dialek Tegal dan dialek Banyumas. Persebaran dialek Tegal dan dialek Banyumas di Bumiayu terjadi karena Bumiayu merupakan daerah perlintasan jalur utama antara Tegal dengan Purwokerto yang merupakan wilayah Banyumas. Persebaran dialek Tegal dan Banyumas di Bumiayu disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut.
a.    Tingginya arus migrasi atau perpindahan penduduk yang terjadi sebagai akibat dari upaya pemenuhan kebutuhan hidup. Unsur-unsur dialek asal mereka sebagai alat komunikasi lisan tetap mewarnai dalam interaksi sosial masyarakat pendatang di Bumiayu.
b.    Kebijakan pemerintah. Pada masa otonomi daerah seperti sekarang ini, pemerintah daerah berusaha untuk menonjolkan identitas daerahnya diantaranya dengan menyosialisasikan pemakaian bahasa daerah sebagai bahasa sehari-hari yang perlu dimasukan dalam kurikulum pendidikan.

Kata yang dipakai masyarakat Bumiayu ada pula yang diadaptasi dari dialek Tegal seperti misalnya kata manjing yang berarti masuk. Jika pada dialek Banyumas, kata masuk itu berarti mlebu yang juga digunakan oleh sebagian masyarakat Bumiayu. Namun pada akhirnya banyak yang salah mengaplikasikanya karena kata manjing yang seharusnya digunakan untuk manusia diberikan pula kepada hewan, misalnya dalam kalimat sebagai berikut.
“Eh, kucinge manjing umah kaeh.”
“Eh, itu kucingnya masuk rumah.”
Dalam dunia perwayangan, kata manjing digunakan secara khusus untuk menggambarkan ruh yang masuk ke dalam diri sang Arjuna. Tapi di Bumiayu, kata tersebut digunakan untuk sembarang kalimat yang berkonotasi "masuk".
            Penggunaan kalimat dalam dialek Bumiayu juga mempunyai kata-kata penegasan yang berbeda-beda pada masing-masing daerahnya. Kata-kata tersebut meliputi kata mbok, rah, nong, dan geneng. Penggunaan kata penegasan mbok digunakan oleh penduduk daerah Paguyangan yang berbatasan dengan daerah Banyumas. Penggunaan kata penegasan rah digunakan oleh penduduk desa Kaligadung hingga Linggapura. Penggunaan kata penegasan nong digunakan oleh penduduk desa Kalierang. Penggunaan kata penegasan geneng digunakan oleh penduduk Kalinusu.
Contoh penggunaan kata penegasan mbok, rah, nong dan geneng yang digunakan oleh masyarakat Bumiayu dan sekitarnya.
“iya mbok?” dalam bahasa Indonesia “iya kan?”
“iya rah.” dalam bahasa Indonesia “iya”
“iya nong?” dalam bahasa Indonesia “apa iya?”
“kaya kue geneng?” dalam bahasa Indonesia “kenapa seperti itu?”

Kata-kata di atas digunakan oleh para penutur sebagai upaya mencari penegasan atas informasi yang didapat agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam berinteraksi. Ada pula kata-kata yang digunakan oleh masyarakat Bumiayu yang diadopsi dari bahasa Belanda karena Bumiayu merupakan salah satu daerah bekas jajahan Belanda dengan peninggalan rel kereta api dan jembatan saka lima belas atau yang lebih dikenal dengan nama sakalibel. Kata-kata tersebut seperti brug yang berasal dari bahasa Belanda brugh yang berarti jembatan. Ada pula kata cesan yang diadopsi dari bahasa Inggris charger yang berarti pengisi daya.

Selain contoh kata di atas, masih banyak kata-kata yang digunakan oleh masyarakat Bumiayu yang berbeda dengan dialek-dialek sekitarnya, yakni sebagai berikut.
BUMIAYU
BANYUMAS
TEGAL
INDONESIA
nyong
inyong
enyong
saya
ko
kowe
kowen
kamu
men
banget
nemen
sangat / sekali
keprimen
kepriwe
kepriben
bagaimana
ora / belih
ora
ora
tidak
arep
agep / gep
pan
mau
sing
sekang
sing
dari / yang
mbien
ganu
mbien
dahulu
mangan / madhang
madhang
mangan
makan
bagen / jor
men
eben
biarkan
goroh
lombo?
goroh
bohong

Berdasarkan contoh kata-kata di atas, dialek Bumiayu dengan dialek Tegal dan Banyumas memiliki beberapa kesamaan dalam penggunaan kata-katanya. Meskipun demikian, ada beberapa kata yang merupakan serapan dari bahasa luar yang tidak pernah disadari oleh penuturnya. Kesamaan penggunaan kata-kata yang diucapkan oleh penutur dialek Bumiayu dengan penutur dialek Tegal dan Banyumas menandakan bahwa kehidupan masyarakat Bumiayu dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya yang merupakan masyarakat luar Bumiayu dan mereka menjalin kerja sama dalam beberapa sisi kehidupan. Misalnya dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. Dalam kerja sama itu, masyarakat Bumiayu akan berinteraksi dengan masyarakat luar Bumiayu dan berkomunikasi dengan dialek mereka masing-masing. Dari interaksi itu, masyarakat Bumiayu mengadopsi beberapa kata yang merupakan kata-kata dari masyarakat yang berdialek Tegal maupun Banyumas.


PENUTUP
            Komunikasi merupakan hal penting dalam kehidupan sehari-hari suatu masyarakat. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, suatu susku bangsa akan berinteraksi dengan suku bangsa lain yang berbeda dalam cara berbicara, cara berpenampilan, cara bersikap, dan sebagainya. Komunikasi identik dengan bahasa, karena dalam berkomunikasi suatu masyarakat akan menggunakan bahasa sebagai cara yang tepat untuk menyampaikan informasi. Meskipun demikian, terkadang masih ada kesalahpahaman dalam berkomunikasi menggunakan bahasa.
Masyarakat Bumiayu merupakan keturunan dari kerajaan Galuh Purba. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, warga Bumiayu akan berinteraksi dengan masyarakat Tegal dan Banyumas, kerena Bumiayu merupakan daerah peralihan Tegal dengan Purwokerto. Warga Bumiayu memiliki dialek berbeda dengan dialek warga Banyumas maupun Tegal. Namun banyak kata-kata sama yang digunakan oleh warga Bumiayu dengan warga Tegal maupun Banyumas.
Kata-kata yang digunakan warga Bumiayu ada yang diadopsi dari dialek Tegal, dialek Banyumas, bahkan bahasa Inggris dan Belanda. Penyerapan kata-kata pada dialek Tegal dan Banyumas membuat komunikasi antara warga Bumiayu dengan warga Banyumas maupun Tegal menjadi lancar dan tidak ada kesalahpahaman. Dialek Bumiayu dengan dialek Tegal dan Banyumas berbeda tetapi memiliki kesamaan kata-kata.
Dialek Bumiayu identik dengan penggunaan kata-kata penegasan di akhir kalimat sebagai cara untuk mencari kebenaran informasi yang didapat dari berkomunikasi dengan warga lain. Kata-kata penegasan warga Bumiayu juga berbeda-beda berdasarkan tempat tinggal atau desa mereka.




DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar