TUGAS PENGANTAR ANTROPOLOGI
KERANGKA
ETNOGRAFI
MASYARAKAT
BUMIAYU
Disusun Oleh :
Purnama Okto
Vinali (F1G012019)
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS
NEGERI JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU
SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU
BUDAYA
BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA
2013
PENDAHULUAN
Bumiayu termasuk
dalam kabupaten Brebes wilayah selatan. Bumiayu merupakan jalur utama perlintasan
antara Tegal dan Purwokerto. Selain itu, stasiun Bumiayu juga merupakan
pemberhentian yang cukup berperan dalam perlintasan kereta api dengan rute Jakarta-Cirebon-Purwokerto-Yogyakarta-Surabaya. Bumiayu merupakan
daerah dengan dataran tinggi, karena Bumiayu ibarat mangkuk yang dikelilingi
oleh perbukitan. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk
laki-laki mencapai 47.499 jiwa, sedangkan jumlah penduduk
wanita mencapai 48.437 jiwa. Total seluruh penduduk Bumiayu tahun 2010 adalah
95.936 jiwa.
Asal mula penduduk Bumiayu adalah dari kerajaan Galuh Purba. Kerajaan Galuh Purba mempunyai wilayah kekuasaan meliputi
Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bumiayu, Banyumas, Cilacap, Purbalingga,
Banjarnegara, Kebumen, Kedu, Kulonprogo dan Purwodadi. Cerita yang diyakini
tentang penamaan Bumiayu adalah adanya gadis cantik bernama Nyai Rantansari
yang ditemui oleh Sultan Amangkurat II saat dalam perjalanan menuju Tegal.
Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Bumiayu merupakan adaptasi dari dialek
Banyumas dan dialek Tegal, karena Bumiayu merupakan daerah peralihan Tegal
dengan Purwokerto (Banyumas).
Sistem teknologi masyarakat Bumiayu telah mengalami perkembangan
sesuai dengan kemajuan teknologi yang ada di Indonesia. Misalnya tempat tinggal
yang dulu hanya menggunakan anyaman bambu sebagai temboknya, kini telah berubah
menjadi batu bata serta lantainya yang dulu menggunakan tanah atau paling mewah
tehel telah berubah menjadi keramik. Warga Bumiayu dulu banyak yang berprofesi
sebagai petani dan bercocok tanam di ladang. Namun kini sebagian besar warga
Bumiayu berprofesi sebagai pedagang di pasar.
Unsur-unsur khusus dalam organisasi sosial masyarakat Bumiayu
dulunya bersistem kekerabatan, bahkan hingga kini sistem tersebut masih
digunakan pada beberapa pedukuhan. Biasanya jika seseorang yang menjadi tokoh
masyarakat, maka saudaranya juga menjadi tokoh masyarakat tetapi di dukuh yang
berbeda. Sistem pengetahuan masyarakat Bumiayu sangat berorientasi pada orang
tua dan tokoh masyarakat. Jika orang tua berkata “saru, ora ilok” yang dalam
bahasa Indonesia berarti “tidak sopan, tidak boleh”, maka si anak akan langsung
menurutinyaperkataan orang tuanya itu.
Sistem religi yang dianut masyarakat Bumiayu sekarang mayoritas
beragama Islam. Namun masyarakat Bumiayu terutama Dukuh Karang Jati percaya
bahwa terdapat penghuni makam di Candi Pancurawis yakni Sunan Gunung Jati,
sedangkan jika menurut sejarah atau cerita legenda, orang yang dimakamkan di Candi
Pancurawis adalah Kyai Pancurawis dan kudanya. Masyarakat Dukuh Karang Jati
percaya bahwa jika mereka berguru di sana mereka mendapat keberkahan hidup atau
kekayaan. Upacara yang dilakukan masyarakat Bumiayu hanya terjadi pada Hari
Raya Idul Fitri dan Idul Adha, sedangkan hari-hari besar menurut kejawen hanya
beberapa orang yang melaksanakan sesuai kepercayaan mereka masing-masing.
Upacara yang ada pada hari raya adalah kupatan, yakni tradisi makan bersama
khusus kaum lelaki setelah menjalankan sholat Id.
Kesenian yang ada di Bumiayu adalah calung yang diadaptasi dari
Jawa Barat. Selain itu ada pula kesenian terbangan, yakni sejenis qasidah namun
yang membawakan adalah kaum laki-laki. Ada pula kesenian ebeg atau kuda lumping
yang kini telah hilang di pedukuhan Karang Jati tetapi masih ada yang
melestarikanya di Bumiayu. Alat musik yang digunakan sebagai simbol kota
Bumiayu adalah rebana. Bagaimanakah bahasa atau dialek yang diucapkan oleh
masyarakat Bumiayu terutama masyarakat desa Kalierang? Adakah persamaan antara
penggunaan bahasa dialek Bumiayu dengan dialek Banyumasan atau dialek Tegal?
PEMBAHASAN
Komunikasi
adalah inti dari kehidupan manusia. Komunikasi melahirkan persamaan makna diantara
semua pihak yang terlibat. Komunikasi dapat diwujudkan dengan pembicaraan,
gerak-gerik fisik ataupun perasaan. Pada prinsipnya, komunikasi adalah
penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain.
Keberhasilan komunikasi sangat tergantung pada ada atau tidaknya pemahaman dan
saling pengertian antara si pengirim pesan dengan si penerima pesan. Komunikasi
adalah kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar menukar data, fakta dan
ide. Atas dasar pengertian ini, fungsi komunikasi adalah sebagai berikut.
a.
Informasi
Fungsi dari komunikasi adalah mengumpulkan, menyimpan dan
memproses penyebaran berita, data, gambar, hasil studi, pesan, opini dan
komentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti dan beraksi secara jelas
terhadap orang lain, sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat.
b.
Sosialisasi
Maksud dari fungsi sosialisasi adalah menanamkan data, fakta serta
nilai-nilai hasil studi Antropologi kepada orang lain, sehingga mereka dapat mengetahui,
bersikap dan berperilaku sesuai dengan hasil studi Antropologi.
c.
Motivasi
Maksud dari fungsi motivasi adalah menjelaskan tujuan, manfaat dan
kegunaan hasil studi Antropologi dalam kehidupan masyarakat dalam jangka pendek
maupun jangka panjang, dan memotivasi orang menentukan pilihan dan keinginannya
untuk bersikap dan bertindak sesuai dengan hasil studi Antropologi.
d.
Perdebatan dan Diskusi
Fungsi dari komunikasi adalah tidak mengkomunikasikan hasil studi Antropologi
melalui upaya paksa, melainkan melalui diskusi dan perdebatan yang diwarnai
oleh penyajian data dan fakta untuk memungkinkan persetujuan bersama terhadap
pentingnya mengetahui dan menerapkan hasil penelitian sosial dan budaya.
e.
Pendidikan
Proses pengalihan hasil studi Antropologi yang mendorong
pelaksanaan penelitian selanjutnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
f.
Memajukan Kebudayaan
Penyebaran hasil studi Antropologi bermaksud untuk melestarikan
warisan masa lalu, mengembangkan kebudayaan, membangun imajinasi, serta
mendorong kreativitas dan kebutuhan estetikanya.
g.
Hiburan
Hasil studi Antropologi mengandung aspek hiburan seperti
permainan, olah makna, dan sebagainya. Penyebaran hasil studi Antropologi juga
berarti mengandung unsur hiburan, kesenangan bagi komunikator dan komunikan.
h.
Integrasi
Hasil studi Antropologi berisi berbagai pesan, apabila menimbulkan
pemahaman bersama di masyarakat akan mendorong terwujudnya sikap saling
mengerti yang mendorong terwujudnya persatuan dan kesatuan.
Etnografi
berasal dari kata ethos, yaitu bangsa atau suku bangsa dan graphein yaitu tulisan
atau uraian. Etnografi adalah kajian tentang kehidupan dan kebudayaan suatu
masyarakat atau etnik, misalnya tentang adat-istiadat, kebiasaan, hukum, seni,
religi, bahasa. Bidang kajian vang sangat berdekatan dengan etnografi adalah
etnologi, yaitu kajian perbandingan tentang kebudayaan dari berbagai masyarakat
atau kelompok (Richards dkk.,1985).
Kerangka
etnografi adalah suatu deskripsi mengenai kebudayaan suatu suku bangsa
(Koentjaraningrat, 2009: 252). Koentjaraningrat dalam bukunya “Pengantar Ilmu Antropologi”
mendeskripsikan sembilan kerangka etnografi yang meliputi lokasi, lingkungan
alam dan demografi; asal mula dan sejarah suku bangsa; bahasa; sistem
teknologi; sistem mata pencaharian; organisasi sosial; sistem pengetahuan;
kesenian; serta sistem religi (2009: 254).
Bahasa
merupakan salah satu unsur kebudayaan yang dimiliki setiap suku bangsa untuk
dapat berkomunikasi dengan suku bangsa lain. Bahasa dapat dijadikan sebagai
salah satu aspek yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian etnografi, apalagi
dalam kehidupan masyarakat tidak bisa dilepaskan dari unsur bahasa. Sejumlah
manusia yang memiliki ciri-ciri ras tertentu yang sama belum tentu memiliki
bahasa induk yang termasuk satu keluarga bahasa, apalagi memiliki satu
kebudayaan yang tergolong satu daerah kebudayaan.
Pada permulaan abad ke-19 ada penelitian mengenai perbandingan bahasa yang
tidak berpusat pada bahasa Indo-German, melainkan kepada bahasa Ural-Altai yang
tersebar di Eropa Timur dan Asia Barat dengan tokoh seperti A.J Sjogren. Pada pertengahan
abad ke-19 juga muncul ilmu perbandingan bahasa yang tersebar di Asia barat dan
Afrika Utara dengan tokoh seperti E. Renan. Dengan penelitian-penelitian
tersebut, maka timbul ilmu etnolinguistik yang berbeda dari ilmu perbandingan
bahasa Indo-German. Ilmu perbandingan bahasa tidak digunakan sebagai objek
penelitian bahasa secara tertulis, melainkan penelitian bahasa yang tidak
mengenal sumber tertulis (http://latifahlia.blogspot.com/2013/03/makalah-antropologi-mengenai-etnografi.html).
Bumiayu merupakan salah
satu kecamatan di Brebes Selatan yang kini dalam proses pemekaran menjadi
kabupaten. Ide yang dirintis sejak tahun 1967 ini baru dimantapkan pada Senin, 25 November
2013. Daerah yang terkenal dengan makanan khasnya kraca dan gorengan randhem
ini merupakan daerah yang strategis karena tempatnya yang merupakan akses jalur
utama dari Tegal ke Purwokerto maupun sebaliknya.
Penduduk Bumiayu
dulunya berasal dari keturunan kerajaan Galuh Purba yang memiliki daerah
kekuasaan meliputi Indramayu,
Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bumiayu, Banyumas, Cilacap, Purbalingga,
Banjarnegara, Kebumen, Kedu, Kulonprogo dan Purwodadi.
Berdasarkan kajian bahasa yang dilakukan oleh E.M. Uhlenbeck (1964) dalam
bukunya “A Critical Survey of Studies on the Languages of Java and Madura”,
bahasa yang digunakan oleh “keturunan Galuh Purba” masuk ke dalam Rumpun Basa
Jawa Bagian Kulon yang meliputi Sub Dialek Banten Lor, Sub Dialek Cirebon atau
Indramayu, Sub Dialek Tegalan, Sub Dialek Banyumas, Sub Dialek Bumiayu
(peralihan Tegalan dan Banyumas). Kelompok dialek ini biasa disebut Bahasa Jawa
ngapak atau Bahasa Banyumasan (http://maskurmambangr.wordpress.com/asal-mula-wong-banyumas/).
Di dalam suatu kelompok
masyarakat, bahasa merupakan hal yang penting untuk dapat berkomunikasi dengan
orang lain. Bahasa merupakan sistem perlambangan manusia yang lisan maupun
tertulis untuk berkomunikasi satu sama lain. Dalam sebuah karanagn etnografi
memberi deskripsi tentang ciri-coro terpenting dari bahasa yang diucapkan oleh
suku bangsa yang bersangkutan beserta variasi dari bahasa-bahasa itu. Perbedaan bahasa menurut lapisan sosial dalam
masyarakat yang bersangkutan disebut tingkat sosial bahasa, atau social levels of speech. Walaupun tidak
seekstrem seperti dalam bahasa Jawa, tetapi dalam banyak bahasa di dunia
perbedaan bahasa menurut tingkat sosial itu sering ada.
Pada umumnya masyarakat
Bumiayu akan menggunakan bahasa krama lugu sebagai pengantar dalam percakapan
jika mereka bertemu seseorang yang belum dikenal dalam wilayah pedesaanya.
Namun setelah lama mengobrol maka bahasa yang digunakan adalah ngoko dialek
Bumiayu. Bahasa Indonesia digunakan sebagai pengantar saat berbicara dengan
orang asing jika mereka bertemu di tempat umum sekitar pasar Bumiayu, karena
dikhawatirkan yang diajak mengobrol adalah orang dari kecamatan Bantarkawung
atau Salem yang berkomunikasi dengan bahasa Sunda.
Masyarakat Bumiayu memiliiki dialek
yang berbeda dengan dialek Banyumas dan dialek Tegal. Masyarakat Bumiayu banyak
menggunakan percampuran dialek Tegal dan dialek Banyumas. Bahasa yang digunakan
juga terkadang berbeda-beda di setiap desanya meskipun mereka masih merupakan
satu kecamatan yang sama. Misalnya penggunaan kata “los, srog, dan sok” yang
berarti mempersilakan. Kata los
sering digunakan oleh masyarakat Bumiayu bagian pasar, sedangkan kata srog digunakan oleh masyarakat daerah
pedukuhan dan kata sok digunakan
untuk mempersilahkan seorang tamu untuk menikmati hidangan. Contoh
penggunaan kata los dalam kalimat
sebagai berikut.
Pembeli : “lah yu, kangkunge seunting sewu
bae ya?”
“ah bu, kangkungnya satu ikat seribu saja ya?”
Penjual : “ya los nganah.”
“ya sudah sana.”
Contoh penggunaan kata srog dalam kalimat sebagai berikut.
Adik : “mba, aku njaluk duite ya?”
“ka,
saya minta uangnya ya?”
Kakak : “ya srog
nganah, aja kabeh tapi.”
“ya
silakan, tapi jangan semua.”
Contoh penggunaan kata sok dalam kalimat sebagai berikut.
Tuan rumah : “sok
diminum banyune, ampurane ya anane mung kaya kue thok.”
“silakan diminum airnya, maap adanya cuma itu.”
Dari contoh di atas,
penggunaan bahasa yang dilakukan oleh masyarakat Bumiayu memiliki perbedaan
meskipun maknanya sama. Dialek Bumiayu merupakan campuran dari dialek Tegal dan
dialek Banyumas. Persebaran dialek Tegal dan dialek Banyumas di Bumiayu terjadi
karena Bumiayu merupakan daerah perlintasan jalur utama antara Tegal dengan
Purwokerto yang merupakan wilayah Banyumas. Persebaran
dialek Tegal dan Banyumas di Bumiayu disebabkan oleh faktor-faktor sebagai
berikut.
a. Tingginya arus migrasi atau perpindahan penduduk yang terjadi
sebagai akibat dari upaya pemenuhan kebutuhan hidup. Unsur-unsur dialek asal
mereka sebagai alat komunikasi lisan tetap mewarnai dalam interaksi sosial
masyarakat pendatang di Bumiayu.
b. Kebijakan pemerintah. Pada masa otonomi daerah seperti sekarang
ini, pemerintah daerah berusaha untuk menonjolkan identitas daerahnya
diantaranya dengan menyosialisasikan pemakaian bahasa daerah sebagai bahasa
sehari-hari yang perlu dimasukan dalam kurikulum pendidikan.
Kata yang dipakai masyarakat Bumiayu ada
pula yang diadaptasi dari dialek Tegal seperti misalnya kata manjing yang berarti masuk. Jika pada
dialek Banyumas, kata masuk itu berarti mlebu
yang juga digunakan oleh sebagian masyarakat Bumiayu. Namun pada akhirnya banyak yang salah mengaplikasikanya karena
kata manjing yang seharusnya
digunakan untuk manusia diberikan pula kepada hewan, misalnya dalam kalimat
sebagai berikut.
“Eh, kucinge manjing umah kaeh.”
“Eh, itu kucingnya masuk rumah.”
Dalam dunia perwayangan, kata manjing
digunakan secara khusus untuk menggambarkan ruh yang masuk ke dalam diri sang
Arjuna. Tapi di Bumiayu, kata tersebut digunakan untuk sembarang kalimat yang
berkonotasi "masuk".
Penggunaan kalimat dalam
dialek Bumiayu juga mempunyai kata-kata penegasan yang berbeda-beda pada
masing-masing daerahnya. Kata-kata tersebut meliputi kata mbok, rah, nong, dan geneng.
Penggunaan kata penegasan mbok digunakan
oleh penduduk daerah Paguyangan yang berbatasan dengan daerah Banyumas. Penggunaan kata penegasan rah digunakan
oleh penduduk desa Kaligadung hingga Linggapura. Penggunaan kata penegasan nong digunakan oleh penduduk desa
Kalierang. Penggunaan kata penegasan geneng
digunakan oleh penduduk Kalinusu.
Contoh penggunaan kata penegasan mbok,
rah, nong dan geneng yang
digunakan oleh masyarakat Bumiayu dan sekitarnya.
“iya mbok?” dalam bahasa Indonesia “iya kan?”
“iya rah.” dalam bahasa Indonesia “iya”
“iya nong?” dalam bahasa Indonesia “apa iya?”
“kaya kue geneng?” dalam bahasa Indonesia “kenapa seperti itu?”
Kata-kata di atas digunakan oleh
para penutur sebagai upaya mencari penegasan atas informasi yang didapat agar
tidak terjadi kesalahpahaman dalam berinteraksi. Ada pula kata-kata yang
digunakan oleh masyarakat Bumiayu yang diadopsi dari bahasa Belanda karena
Bumiayu merupakan salah satu daerah bekas jajahan Belanda dengan peninggalan
rel kereta api dan jembatan saka lima belas atau yang lebih dikenal dengan nama
sakalibel. Kata-kata tersebut seperti brug
yang berasal dari bahasa Belanda
brugh yang berarti jembatan. Ada pula kata cesan yang diadopsi dari bahasa Inggris charger yang berarti pengisi daya.
Selain contoh kata di atas, masih
banyak kata-kata yang digunakan oleh masyarakat Bumiayu yang berbeda dengan
dialek-dialek sekitarnya, yakni sebagai berikut.
BUMIAYU
|
BANYUMAS
|
TEGAL
|
INDONESIA
|
nyong
|
inyong
|
enyong
|
saya
|
ko
|
kowe
|
kowen
|
kamu
|
men
|
banget
|
nemen
|
sangat / sekali
|
keprimen
|
kepriwe
|
kepriben
|
bagaimana
|
ora /
belih
|
ora
|
ora
|
tidak
|
arep
|
agep / gep
|
pan
|
mau
|
sing
|
sekang
|
sing
|
dari / yang
|
mbien
|
ganu
|
mbien
|
dahulu
|
mangan /
madhang
|
madhang
|
mangan
|
makan
|
bagen /
jor
|
men
|
eben
|
biarkan
|
goroh
|
lombo?
|
goroh
|
bohong
|
Berdasarkan
contoh kata-kata di atas, dialek Bumiayu dengan dialek Tegal dan Banyumas
memiliki beberapa kesamaan dalam penggunaan kata-katanya. Meskipun demikian,
ada beberapa kata yang merupakan serapan dari bahasa luar yang tidak pernah
disadari oleh penuturnya. Kesamaan penggunaan kata-kata yang diucapkan oleh
penutur dialek Bumiayu dengan penutur dialek Tegal dan Banyumas menandakan
bahwa kehidupan masyarakat Bumiayu dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya yang
merupakan masyarakat luar Bumiayu dan mereka menjalin kerja sama dalam beberapa
sisi kehidupan. Misalnya dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. Dalam kerja
sama itu, masyarakat Bumiayu akan berinteraksi dengan masyarakat luar Bumiayu
dan berkomunikasi dengan dialek mereka masing-masing. Dari interaksi itu,
masyarakat Bumiayu mengadopsi beberapa kata yang merupakan kata-kata dari
masyarakat yang berdialek Tegal maupun Banyumas.
PENUTUP
Komunikasi
merupakan hal penting dalam kehidupan sehari-hari suatu masyarakat. Dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, suatu susku bangsa akan berinteraksi dengan suku
bangsa lain yang berbeda dalam cara berbicara, cara berpenampilan, cara
bersikap, dan sebagainya. Komunikasi identik dengan bahasa, karena dalam
berkomunikasi suatu masyarakat akan menggunakan bahasa sebagai cara yang tepat
untuk menyampaikan informasi. Meskipun demikian, terkadang masih ada
kesalahpahaman dalam berkomunikasi menggunakan bahasa.
Masyarakat Bumiayu merupakan keturunan dari kerajaan Galuh Purba.
Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, warga Bumiayu akan berinteraksi dengan
masyarakat Tegal dan Banyumas, kerena Bumiayu merupakan daerah peralihan Tegal
dengan Purwokerto. Warga Bumiayu memiliki dialek berbeda dengan dialek warga
Banyumas maupun Tegal. Namun banyak kata-kata sama yang digunakan oleh warga
Bumiayu dengan warga Tegal maupun Banyumas.
Kata-kata yang digunakan warga Bumiayu ada yang diadopsi dari
dialek Tegal, dialek Banyumas, bahkan bahasa Inggris dan Belanda. Penyerapan
kata-kata pada dialek Tegal dan Banyumas membuat komunikasi antara warga
Bumiayu dengan warga Banyumas maupun Tegal menjadi lancar dan tidak ada
kesalahpahaman. Dialek Bumiayu dengan dialek Tegal dan Banyumas berbeda tetapi
memiliki kesamaan kata-kata.
Dialek
Bumiayu identik dengan penggunaan kata-kata penegasan di akhir kalimat sebagai
cara untuk mencari kebenaran informasi yang didapat dari berkomunikasi dengan
warga lain. Kata-kata penegasan warga Bumiayu juga berbeda-beda berdasarkan
tempat tinggal atau desa mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar
Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar