KEBUDAYAAN
GENERASI
BARU, INOVASI BUDAYA BARU
Tanggal 13-15 September 2013 lalu,
kota Surakarta atau yang lebih dikenal kota Solo mengadakan acara “Solo
Keroncong Festival (SKF)”. Festival yang diadakan di Balai Kota Solo itu
dihadiri oleh anak-anak muda sebagai pengisi acara atau penampil yang berasal
dari berbagai daerah di Indonesia.
Akar musik keroncong itu sebenarnya berasal dari sejenis musik Portugis yang
disebut fado yang
diperkenalkan oleh para pelaut dan budak kapal niaga bangsa itu sejak
abad ke-16 kepada Nusantara. Masuknya musik
ini pertama kali dari daratan India (Goa) di Malaka dan kemudian dimainkan
oleh para budak dari Maluku. Melemahnya
pengaruh Portugis pada abad ke-17 di Nusantara tidak dengan serta-merta berarti
hilang pula musik ini. Bentuk awal musik ini disebut moresco yang
merupakan sebuah tarian asal Spanyol, seperti polka tetapi lebih lamban ritmenya.
Musik keroncong telah mengalami evolusi yang panjang, yakni sejak
kedatangan orang Portugis di Indonesia pada tahun 1522 dan hadirnya pemukiman
para budak di daerah Kampung Tugu tahun 1661. Hal ini menjadi masa evolusi awal musik keroncong yang
panjang pada tahun 1661 hingga tahun 1880. Hampir dua abad lamanya,
namun belum memperlihatkan identitas keroncong yang sebenarnya dengan
suara crong-crong-crong, sehingga boleh dikatakan musik keroncong belum lahir tahun 1661-1880.
Musik keroncong mengalami masa evolusi pendek terakhir sejak tahun 1880
hingga kini, dengan tiga tahap perkembangan terakhir yang sudah berlangsung dan
satu perkiraan tahap perkembangan baru yakni keroncong millenium. Tonggak awal
itu terjadi pada tahun 1897, saat penemuan ukulele di Hawai yang segera menjadi
alat musik utama dalam keroncong karena suara ukulele yang crong-crong-crong.
Tahap
perkembangan musik keroncong itu ada empat, yaitu masa keroncong tempo doeloe
(1880-1920), masa keroncong abadi (1920-1960), masa keroncong modern
(1960-2000), serta masa keroncong millenium (2000- kini). http://id.wikipedia.org/wiki/Keroncong
Masa
keroncong tempo doeloe berawal dari ukulele yang ditemukan pada tahun 1879,
sehingga diperkirakan pada tahun 1880 keroncong baru muncul yaitu di daerah
Tugu, kemudian menyebar ke selatan menuju daerah Kemayoran dan Gambir, seperti
yang dicantumkan dalam lirik lagu Kemayoran dan Pasar Gambir tahun 1913. Pada
tahun 1891 lahir Komedi Stamboel yang berasal dari kota Surabaya yang jenis
musik keroncongnya menyerupai Pentas Gaya Istanbul. Komedi Stamboel mengadakan
pertunjukan keliling di Hindia Belanda, Singapura dan Malaya melalui jalan
kereta api maupun kapal laut. Pertunjukan-pertunjukan yang disajikan meliputi
cerita 1001 Malam dan cerita Eropa, baik cerita opera maupun cerita rakyat,
termasuk juga hikayat India dan Persia. Selingan antar adegan dan pembukaan
dalam pertunjukan itu disajikan musik mars, polka, gambus dan keroncong.
Pada
waktu itu, lagu yang dibawakan oleh Stambul berirama cepat, sehingga warga
kampung Tugu maupun Kusbini menyebutnya sebagai Keroncong Portugis, sedangkan Gesang menyebutnya sebagai Keroncong Cepat yang telah berbaur
dengan Tanjidor, musik asli Betawi. Periode tempo doeloe ini melahirkan bentuk
keroncong yang khas di Makassar, Sulawesi Selatan yang dikenal sebagai Musiq Losquin Bugis dengan lagunya
Ongkona Arumpone yang dinyanyikan oleh Sukaenah B.Salamaki. Irama musik
keroncong ini tanpa seruling, biola dan selo, tetapi dengan melodi gitar yang
kental. Hal ini menyerupai gaya Tjoh de
Fretes, Orkes Keroncong (OK) yang berasal dari Ambon.
Ada
garis kesamaan antara Orkes Keroncong (OK) Cafrino
Tugu (Kr. Pasar Gambir), Lief Java
(Kr. Kali Brantas), Musiq Losquin Bugis
(Ongkona Arumpone), Orkes Hawaian Tjoh de
Fretes (Pulau Ambon) yaitu gaya era
tempo doeloe dengan kendangan selo dan dengan gitar melodi yang kental.
Masa
keroncong abadi dimulai pada tahun 1920 sampai 1960. Pada masa ini, panjang
lagu telah berubah akibat pengaruh musik pop dari Amerika. Musisinya didominasi
dari Filipina seperti Pablo, Samboyan, dan sebagainya. Selanjutnya, pusat
perkembangan beralih ke timur mengikuti jalur kereta api melalui Solo dan
iramanya juga menjadi lebih lamban. Pada masa ini lahir para musisi keroncong Solo
seperti Gesang dan penyanyi legendaris Annie Landouw. Komponis Ismail Marzuki
termasuk hidup dalam era keroncong abadi, namun lagu-lagunya termasuk sangat
modern pada zamanya.
Gambang
Keromong adalah salah satu gaya keroncong yang dikembangkan oleh Etnis
Tionghoa. Gambang adalah alat musik bilah kayu seperti marimba, sedangkan
keromong adalah istilah lain dari kempul yang dikembangkan sekitar tahun 1922
di Kemayoran, Jakarta. Setelah itu, berkembang pula di Semarang sekitar tahun
1949 seperti yang tercantum dalam lagu Gambang Semarang. Sebenarnya, Gambang
Keromong yang lahir pada masa keroncong
abadi adalah cikal bakal Campursari yang lahir pada masa keroncong
modern. Pada masa akhir dari keroncong abadi, yakni tahun 1920 sampai 1960
merupakan masa keemasan (Golden Age)
bagi musik keroncong.
Masa
keemasan (Golden Age) musik keroncong
berawal dari tahun 1952, saat Radio Republik Indonesia (RRI) menyelenggarakan
perlombaan Bintang Radio dengan tiga jenis lomba yaitu keroncong, hiburan dan
seriosa. Selain itu, diadakan juga lomba mencipta lagu keroncong. Salah satu
pemenangnya adalah musisi Kusbini dengan lagunya “Keroncong Pastoral”.
Dalam
perkembanganya, masuk sejumlah unsur-unsur tradisional dalam musik keroncong.
Misalnya penggunaan seruling, serta penambahan beberapa atau bahkan seluruh
komponen gamelan. Pada sekitar abad ke-19, bentuk musik campuran ini sudah
populer di nusantara, bahkan hingga ke Semenanjung Malaya. Masa keemasan ini
berlanjut hingga sekitar tahun 1960-an, tetapi kemudian meredup akibat masuknya
gelombang musik populer. Jenis musik itu adalah musik rock yang berkembang tahun 1950 dan musik beatle yang berjaya pada tahun 1961 hingga sekarang. Meskipun
demikian, musik keroncong tetap dimainkan dan dinikmati oleh berbagai lapisan
masyarakat Indonesia dan Malaysia hingga sekarang.
Masa
keroncong modern terjadi pada tahun 1960-2000. Pada masa ini, perkembangan
musik keroncong masih berada di daerah Solo dan sekitarnya. Saat itu muncul
berbagai gaya dan musisi baru yang berbeda dengan masa keroncong abadi, serta
sebagai pembaruan terhadap musik keroncong sesuai dengan lingkunganya. Awal
dimulainya musik keroncong modern adalah tidak berlakunya semua aturan baku
atau pakem dalam musik keroncong, karena
mengikuti aturan baku (pakem) musik
pop yang berlaku universal. Misalnya tangga nada minor, rangkaian harmoni
diatonik dan kromatik, akord disonan, serta sifat politonal atau atonal pada
campursari. Dalam gaya baru ini terdapat irama nuansa dangdut atau congdut, dan
pada tahun 1998 musik rap mulai masuk
dalam musik keroncong seperti yang dilantunkan oleh Bondan Prakoso.
Masa
keroncong millenium dimulai dari tahun 2000 hingga kini. Walau pun musik
keroncong di era millenium belum menjadi bagian dari industri musik pop
Indonesia, tetapi beberapa pihak masih mengapresiasi musik keroncong. Kelompok “Keroncong
Merah Putih” yang berasal dari Bandung misalnya, mereka masih aktif melakukan
pertunjukan musik keroncong. Selain itu, Bondan Prakoso dan grupnya juga menciptakan
komposisi berjudul “Keroncong Protol” yang telah berhasil memadukan musik gaya rap dengan latar belakang musik
keroncong. Pada tahun 2008 dalam acara “Solo International Keroncong Festival”,
Harmoni Chinese Music Group membuat
suasana lain dengan memasukan alat musik tradisional Tiong Hoa dan menamainya
sebagai Keroncong Mandarin.
Berawal
dari Solo International Keroncong
Festival tahun 2008, membuat kota Solo semakin mantap untuk terus
melaksanakan acara festival keroncong sebagai bentuk pelestarian budaya
nusantara. Tema yang disajikan dalam Solo Keroncong Festival tahun 2013 adalah
“Keroncong Musik Segala Usia”. Pihak panitia berharap dengan tema tersebut penampilan
keroncong dari para peserta tidak standar, sehingga para penampil berkreasi
dengan cara menggabungkan unsur-unsur budaya lokal dalam musik keroncong.
Dari
situ lah muncul penampilan-penampilan terbaik dari para peserta orkes keroncong
yang menimbulkan decak kagum penonton. Ditambah lagi dengan para peserta yang
merupakan anak-anak dari usia sekolah dasar sampai mahasiswa, seperti Orkes
Keroncong (OK) Bahana Remaja dari SMP dan SMA Santa Angela Bandung, Komunitas
Keroncong Anak Jombang, Suara 8 dari SMKN 8 Solo, Univet dari Universitas
Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, D’sixtynine dari Cilacap, Bintang Swalayan dari
Salatiga, D’java dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Negeri
Surakarta (FSSR UNS), Hamkri dari Sumatra Selatan, Lapsek dari Sawah Lunto
Sumatra Barat, Pesona Dewata dari Bali, Pesona Jiwa dari Jakarta, dll.
Bukan
hanya itu, festival musik keroncong tahun ini juga dimeriahkan oleh orkes
keroncong dari luar negeri, seperti Pantai Barat dari Amerika yang tampil pada Jumat,
13 September 2013 dan D’temasik dari Singapura yang tampil pada hari Sabtu, 14 September
2013. Festival ini juga dihadiri oleh penyanyi rock atau lady rock Mel
Shandy. Penyanyi yang berasal dari Bandung ini tergabung dalam orkes keroncong Pesona
Jiwa. Menurutnya, musik keroncong harus dipertahankan karena itu sebagai salah
satu identitas budaya asli Indonesia. Keroncong yang selama ini identik dengan
musik orang tua, kini telah banyak digandrungi anak-anak muda, karena apresiasi
kaum muda dalam Solo Keroncong Festival sangat tinggi.
Bentuk
awalnya musik keroncong yakni moresco, hanya
diiringi oleh biola, ukulele dan selo. Untuk menyesuaikanya dengan masyarakat
Indonesia, maka diberi tambahan alat musik tradisional seperti rebab, sitar
india, suling bambu, gong, gendang, kenong dan saron. Namun pada saat ini, alat
musik yang biasa digunakan dalam musik keroncong hanya sebagai berikut :
a.
Ukulele cuk
Cuk merupakan salah satu
alat yang diadaptasi dari ukulele yang diperkenalkan oleh pelajar-pelajar Eropa
yang menjelajah di kawasan Timur pada abad ke-16. Cuk berperan sebagai alat
pengiring karena ia cuma digunakan untuk bermain kord saja. Ukulele berasal
dari satu alat yang dikenali dengan nama 'charanga'
yang dibawa dari Hawai. Ukulele digunakan sebagai alat musik utama karena menyuarakan crong-crong-crong, sehingga disebut keroncong.
b.
Ukulele cak
Cak ialah salah satu
alat pengiring dalam permainan keroncong. Cak bergabung dengan alat musik cuk.
Pada masa dahulu, alat yang digunakan untuk mengiringi keroncong adalah Banjo
atau Mandolin dan alat itu dimainkan dengan cara memetik not yang berasaskan
pada kord dan dimainkan dengan cara tertentu.
c.
Gitar
Gitar yang digunakan adalah jenis kotak atau akustik
dan menggunakan tali dawai untuk tali pertama dan kedua. Tali ketiga hingga
keenam dibuat dari dawai yang dibalut dengan logam. Tali nilon tidak digunakan
karena tidak mengeluarkan suara yang sesuai. Gitar memainkan iringan yang
berbentuk counter melody atau adakalanya
rangkaian not-not yang naik ke atas dan menurun dengan berasaskan kord yang
dimainkan. Kord saja yang jarang di petik melainkan untuk memberi tekanan
kepada sesuatu lagu atau pun pada permulaan lagu.
d.
Biola (sebagai pengganti rebab)
Biola merupakan alat yang tidak asing lagi di dalam
seni musik. Alat ini digunakan pertama kali pada tahun 1520. Pada masa dahulu,
biola dibuat dengan tangan. Antonio Stradivari
merupakan pembuat biola terkenal yang berasal dari Italia. Beliau
berjaya menghasilkan biola yang paling tinggi mutunya dan dapat mengeluarkan
suara yang baik, sehingga sampai sekarang beberapa biola buatanya masih ada dan
setiap satuanya berharga jutaan dolar Amerika.
e.
Flute (sebagai pengganti seruling)
Flute
atau yang dikenal juga sebagai seruling telah digunakan sejak abad ke-12. Pada
tahun 2000 SM, flute ditiup pada pangkal alat dan dipegang secara tegak,
bukannya melintang seperti sekarang. Pada era tempo doeloe, suling yang digunakan adalah suling Albert, yakni suling kayu
hitam dengan lubang dan klep, suara agak patah-patah. Suling ini digunakan oleh
orkes keroncong Lief Java, sedangkan pada era keroncong abadi telah memakai suling Bohm yakni suling metal
semua dengan klep, suara lebih halus dengan ornamen nada yang indah. Suling ini
digunakan oleh flutis Sunarno
dari Solo atau Beny
Waluyo dari Jakarta.
f.
Selo (sebagai pengganti kendang)
Selo ialah alat yang
tergolong dari keluarga biola, tetapi dalam keroncong asli ia dipetik (pizzicato) dan mempunyai peranan yang
lebih dinamik dan lincah untuk menambahkan ketegasan rentak. Kini selo
telah diubah dengan menggunakan tiga tali saja. Hal ini untuk memudahkan selo
saat dimainkan karena biasanya hanya tiga tali saja yang digunakan. Di Indonesia
terdapat perusahaan yang membuat selo khas untuk keroncong. Alat selo pertama
kali diperkenalkan pada tahun 1572 yang direka oleh Andrea Amati dari Cremona.
g.
Kontrabas (sebagai pengganti gong)
Kontrabas merupakan
alat terbesar dalam keluarga biola dan mulai terkenal pada awal abad ke-16. Ada
berbagai ukuran yang digunakan mengikuti kehendak pemain. Talinya dibuat dari
dawai dan juga nilon. Kontrabas merupakan alat yang paling mudah dimainkan karena
ia menekankan rentak seperti yang dilakukan oleh gong dalam gamelan.
Kehadiran
anak-anak muda dalam Solo Keroncong Festival tahun ini merupakan hal yang
sangat membanggakan, karena anak-anak muda peserta Solo Keroncong Festival mencintai
dan menggeluti musik keroncong sesuai dengan zamanya. Mereka membawa perubahan
dalam dunia musik keroncong, karena kini musik keroncong bisa dinikmati oleh
semua generasi tanpa menghilangkan unsur asli dari musik keroncong. Penambahan
unsur-unsur budaya yang dilakukan merupakan hal yang menarik karena beraneka
ragam dan berbeda-beda antarpeserta.
Seperti
contohnya orkes keroncong Lapsek yang menambahkan alat tiup bansi, Plasu
Minimal dari Solo yang menghadirkan sajian lebih dalam musik keroncongnya,
yakni dengan menambahkan unsur tari, teater, serta dialog humor yang memiliki
pesan berbau kritik sosial. Namun, selain orkes keroncong itu, lebih banyak
menyanyikan kembali lagu-lagu pop atau rock
dan mengaransemen ulang ke dalam musik keroncong. Ini adalah upaya agar musik
keroncong mudah diterima dan tidak terkesan membosankan. Solo Keroncong
Festival yang telah dilakukan untuk kelima kalinya ini telah memuaskan semua
orang yang datang menonton, entah itu yang baru mengenal musik keroncong maupun
yang telah menggilai musik keroncong. Penampilan para peserta yang membawakan
aliran baru dalam musik keroncong menggambarkan betapa kayanya budaya di tanah
air ini dan menandakan bahwa masa keroncong millenium sudah dimulai.
ü Sumber berita:
Harian Kompas, 26 September 2013
Kolom Nusantara, Halaman 22
ü Sumber gambar dan keterangan:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar