Jumat, 30 Mei 2014

ARTIKEL MUSIK KERONCONG


KEBUDAYAAN
GENERASI BARU, INOVASI BUDAYA BARU
            Tanggal 13-15 September 2013 lalu, kota Surakarta atau yang lebih dikenal kota Solo mengadakan acara “Solo Keroncong Festival (SKF)”. Festival yang diadakan di Balai Kota Solo itu dihadiri oleh anak-anak muda sebagai pengisi acara atau penampil yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Akar musik keroncong itu sebenarnya berasal dari sejenis musik Portugis yang disebut fado yang diperkenalkan oleh para pelaut dan budak kapal niaga bangsa itu sejak abad ke-16 kepada Nusantara. Masuknya musik ini pertama kali dari daratan India (Goa) di Malaka dan kemudian dimainkan oleh para budak dari Maluku. Melemahnya pengaruh Portugis pada abad ke-17 di Nusantara tidak dengan serta-merta berarti hilang pula musik ini. Bentuk awal musik ini disebut moresco yang merupakan sebuah tarian asal Spanyol, seperti polka tetapi lebih lamban ritmenya.
Musik keroncong telah mengalami evolusi yang panjang, yakni sejak kedatangan orang Portugis di Indonesia pada tahun 1522 dan hadirnya pemukiman para budak di daerah Kampung Tugu tahun 1661. Hal ini menjadi masa evolusi awal musik keroncong yang panjang pada tahun 1661 hingga tahun 1880. Hampir dua abad lamanya, namun belum memperlihatkan identitas keroncong yang sebenarnya dengan suara crong-crong-crong, sehingga boleh dikatakan musik keroncong belum lahir tahun 1661-1880.
Musik keroncong mengalami masa evolusi pendek terakhir sejak tahun 1880 hingga kini, dengan tiga tahap perkembangan terakhir yang sudah berlangsung dan satu perkiraan tahap perkembangan baru yakni keroncong millenium. Tonggak awal itu terjadi pada tahun 1897, saat penemuan ukulele di Hawai yang segera menjadi alat musik utama dalam keroncong karena suara ukulele yang crong-crong-crong.
Tahap perkembangan musik keroncong itu ada empat, yaitu masa keroncong tempo doeloe (1880-1920), masa keroncong abadi (1920-1960), masa keroncong modern (1960-2000), serta masa keroncong millenium (2000- kini). http://id.wikipedia.org/wiki/Keroncong
Masa keroncong tempo doeloe berawal dari ukulele yang ditemukan pada tahun 1879, sehingga diperkirakan pada tahun 1880 keroncong baru muncul yaitu di daerah Tugu, kemudian menyebar ke selatan menuju daerah Kemayoran dan Gambir, seperti yang dicantumkan dalam lirik lagu Kemayoran dan Pasar Gambir tahun 1913. Pada tahun 1891 lahir Komedi Stamboel yang berasal dari kota Surabaya yang jenis musik keroncongnya menyerupai Pentas Gaya Istanbul. Komedi Stamboel mengadakan pertunjukan keliling di Hindia Belanda, Singapura dan Malaya melalui jalan kereta api maupun kapal laut. Pertunjukan-pertunjukan yang disajikan meliputi cerita 1001 Malam dan cerita Eropa, baik cerita opera maupun cerita rakyat, termasuk juga hikayat India dan Persia. Selingan antar adegan dan pembukaan dalam pertunjukan itu disajikan musik mars, polka, gambus dan keroncong.
Pada waktu itu, lagu yang dibawakan oleh Stambul berirama cepat, sehingga warga kampung Tugu maupun Kusbini menyebutnya sebagai Keroncong Portugis, sedangkan Gesang menyebutnya sebagai Keroncong Cepat yang telah berbaur dengan Tanjidor, musik asli Betawi. Periode tempo doeloe ini melahirkan bentuk keroncong yang khas di Makassar, Sulawesi Selatan yang dikenal sebagai Musiq Losquin Bugis dengan lagunya Ongkona Arumpone yang dinyanyikan oleh Sukaenah B.Salamaki. Irama musik keroncong ini tanpa seruling, biola dan selo, tetapi dengan melodi gitar yang kental. Hal ini menyerupai gaya Tjoh de Fretes, Orkes Keroncong (OK) yang berasal dari Ambon.
Ada garis kesamaan antara Orkes Keroncong (OK) Cafrino Tugu (Kr. Pasar Gambir), Lief Java (Kr. Kali Brantas), Musiq Losquin Bugis (Ongkona Arumpone), Orkes Hawaian Tjoh de Fretes (Pulau Ambon) yaitu gaya era tempo doeloe dengan kendangan selo dan dengan gitar melodi yang kental.
Masa keroncong abadi dimulai pada tahun 1920 sampai 1960. Pada masa ini, panjang lagu telah berubah akibat pengaruh musik pop dari Amerika. Musisinya didominasi dari Filipina seperti Pablo, Samboyan, dan sebagainya. Selanjutnya, pusat perkembangan beralih ke timur mengikuti jalur kereta api melalui Solo dan iramanya juga menjadi lebih lamban. Pada masa ini lahir para musisi keroncong Solo seperti Gesang dan penyanyi legendaris Annie Landouw. Komponis Ismail Marzuki termasuk hidup dalam era keroncong abadi, namun lagu-lagunya termasuk sangat modern pada zamanya.
Gambang Keromong adalah salah satu gaya keroncong yang dikembangkan oleh Etnis Tionghoa. Gambang adalah alat musik bilah kayu seperti marimba, sedangkan keromong adalah istilah lain dari kempul yang dikembangkan sekitar tahun 1922 di Kemayoran, Jakarta. Setelah itu, berkembang pula di Semarang sekitar tahun 1949 seperti yang tercantum dalam lagu Gambang Semarang. Sebenarnya, Gambang Keromong yang lahir pada masa keroncong  abadi adalah cikal bakal Campursari yang lahir pada masa keroncong modern. Pada masa akhir dari keroncong abadi, yakni tahun 1920 sampai 1960 merupakan masa keemasan (Golden Age) bagi musik keroncong.
Masa keemasan (Golden Age) musik keroncong berawal dari tahun 1952, saat Radio Republik Indonesia (RRI) menyelenggarakan perlombaan Bintang Radio dengan tiga jenis lomba yaitu keroncong, hiburan dan seriosa. Selain itu, diadakan juga lomba mencipta lagu keroncong. Salah satu pemenangnya adalah musisi Kusbini dengan lagunya “Keroncong Pastoral”.
Dalam perkembanganya, masuk sejumlah unsur-unsur tradisional dalam musik keroncong. Misalnya penggunaan seruling, serta penambahan beberapa atau bahkan seluruh komponen gamelan. Pada sekitar abad ke-19, bentuk musik campuran ini sudah populer di nusantara, bahkan hingga ke Semenanjung Malaya. Masa keemasan ini berlanjut hingga sekitar tahun 1960-an, tetapi kemudian meredup akibat masuknya gelombang musik populer. Jenis musik itu adalah musik rock yang berkembang tahun 1950 dan musik beatle yang berjaya pada tahun 1961 hingga sekarang. Meskipun demikian, musik keroncong tetap dimainkan dan dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia dan Malaysia hingga sekarang.
Masa keroncong modern terjadi pada tahun 1960-2000. Pada masa ini, perkembangan musik keroncong masih berada di daerah Solo dan sekitarnya. Saat itu muncul berbagai gaya dan musisi baru yang berbeda dengan masa keroncong abadi, serta sebagai pembaruan terhadap musik keroncong sesuai dengan lingkunganya. Awal dimulainya musik keroncong modern adalah tidak berlakunya semua aturan baku atau pakem dalam musik keroncong, karena mengikuti aturan baku (pakem) musik pop yang berlaku universal. Misalnya tangga nada minor, rangkaian harmoni diatonik dan kromatik, akord disonan, serta sifat politonal atau atonal pada campursari. Dalam gaya baru ini terdapat irama nuansa dangdut atau congdut, dan pada tahun 1998 musik rap mulai masuk dalam musik keroncong seperti yang dilantunkan oleh Bondan Prakoso.
Masa keroncong millenium dimulai dari tahun 2000 hingga kini. Walau pun musik keroncong di era millenium belum menjadi bagian dari industri musik pop Indonesia, tetapi beberapa pihak masih mengapresiasi musik keroncong. Kelompok “Keroncong Merah Putih” yang berasal dari Bandung misalnya, mereka masih aktif melakukan pertunjukan musik keroncong. Selain itu, Bondan Prakoso dan grupnya juga menciptakan komposisi berjudul “Keroncong Protol” yang telah berhasil memadukan musik gaya rap dengan latar belakang musik keroncong. Pada tahun 2008 dalam acara “Solo International Keroncong Festival”, Harmoni Chinese Music Group membuat suasana lain dengan memasukan alat musik tradisional Tiong Hoa dan menamainya sebagai Keroncong Mandarin.
Berawal dari Solo International Keroncong Festival tahun 2008, membuat kota Solo semakin mantap untuk terus melaksanakan acara festival keroncong sebagai bentuk pelestarian budaya nusantara. Tema yang disajikan dalam Solo Keroncong Festival tahun 2013 adalah “Keroncong Musik Segala Usia”. Pihak panitia berharap dengan tema tersebut penampilan keroncong dari para peserta tidak standar, sehingga para penampil berkreasi dengan cara menggabungkan unsur-unsur budaya lokal dalam musik keroncong.
Dari situ lah muncul penampilan-penampilan terbaik dari para peserta orkes keroncong yang menimbulkan decak kagum penonton. Ditambah lagi dengan para peserta yang merupakan anak-anak dari usia sekolah dasar sampai mahasiswa, seperti Orkes Keroncong (OK) Bahana Remaja dari SMP dan SMA Santa Angela Bandung, Komunitas Keroncong Anak Jombang, Suara 8 dari SMKN 8 Solo, Univet dari Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, D’sixtynine dari Cilacap, Bintang Swalayan dari Salatiga, D’java dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Negeri Surakarta (FSSR UNS), Hamkri dari Sumatra Selatan, Lapsek dari Sawah Lunto Sumatra Barat, Pesona Dewata dari Bali, Pesona Jiwa dari Jakarta, dll.
Bukan hanya itu, festival musik keroncong tahun ini juga dimeriahkan oleh orkes keroncong dari luar negeri, seperti Pantai Barat dari Amerika yang tampil pada Jumat, 13 September 2013 dan D’temasik dari Singapura yang tampil pada hari Sabtu, 14 September 2013. Festival ini juga dihadiri oleh penyanyi rock atau lady rock Mel Shandy. Penyanyi yang berasal dari Bandung ini tergabung dalam orkes keroncong Pesona Jiwa. Menurutnya, musik keroncong harus dipertahankan karena itu sebagai salah satu identitas budaya asli Indonesia. Keroncong yang selama ini identik dengan musik orang tua, kini telah banyak digandrungi anak-anak muda, karena apresiasi kaum muda dalam Solo Keroncong Festival sangat tinggi.
Bentuk awalnya musik keroncong yakni moresco, hanya diiringi oleh biola, ukulele dan selo. Untuk menyesuaikanya dengan masyarakat Indonesia, maka diberi tambahan alat musik tradisional seperti rebab, sitar india, suling bambu, gong, gendang, kenong dan saron. Namun pada saat ini, alat musik yang biasa digunakan dalam musik keroncong hanya sebagai berikut :
a.         Ukulele cuk
Cuk merupakan salah satu alat yang diadaptasi dari ukulele yang diperkenalkan oleh pelajar-pelajar Eropa yang menjelajah di kawasan Timur pada abad ke-16. Cuk berperan sebagai alat pengiring karena ia cuma digunakan untuk bermain kord saja. Ukulele berasal dari satu alat yang dikenali dengan nama 'charanga' yang dibawa dari Hawai. Ukulele digunakan sebagai alat musik utama karena menyuarakan crong-crong-crong, sehingga disebut keroncong.


b.        Ukulele cak
Cak ialah salah satu alat pengiring dalam permainan keroncong. Cak bergabung dengan alat musik cuk. Pada masa dahulu, alat yang digunakan untuk mengiringi keroncong adalah Banjo atau Mandolin dan alat itu dimainkan dengan cara memetik not yang berasaskan pada kord dan dimainkan dengan cara tertentu.


c.         Gitar
Gitar yang digunakan adalah jenis kotak atau akustik dan menggunakan tali dawai untuk tali pertama dan kedua. Tali ketiga hingga keenam dibuat dari dawai yang dibalut dengan logam. Tali nilon tidak digunakan karena tidak mengeluarkan suara yang sesuai. Gitar memainkan iringan yang berbentuk counter melody atau adakalanya rangkaian not-not yang naik ke atas dan menurun dengan berasaskan kord yang dimainkan. Kord saja yang jarang di petik melainkan untuk memberi tekanan kepada sesuatu lagu atau pun pada permulaan lagu.


d.        Biola (sebagai pengganti rebab)
Biola merupakan alat yang tidak asing lagi di dalam seni musik. Alat ini digunakan pertama kali pada tahun 1520. Pada masa dahulu, biola dibuat dengan tangan. Antonio Stradivari  merupakan pembuat biola terkenal yang berasal dari Italia. Beliau berjaya menghasilkan biola yang paling tinggi mutunya dan dapat mengeluarkan suara yang baik, sehingga sampai sekarang beberapa biola buatanya masih ada dan setiap satuanya berharga jutaan dolar Amerika.


e.         Flute (sebagai pengganti seruling)
Flute atau yang dikenal juga sebagai seruling telah digunakan sejak abad ke-12. Pada tahun 2000 SM, flute ditiup pada pangkal alat dan dipegang secara tegak, bukannya melintang seperti sekarang. Pada era tempo doeloe, suling yang digunakan adalah suling Albert, yakni suling kayu hitam dengan lubang dan klep, suara agak patah-patah. Suling ini digunakan oleh orkes keroncong Lief Java, sedangkan pada era keroncong abadi telah memakai suling Bohm yakni suling metal semua dengan klep, suara lebih halus dengan ornamen nada yang indah. Suling ini digunakan oleh flutis Sunarno dari Solo atau Beny Waluyo dari Jakarta.


f.         Selo (sebagai pengganti kendang)
Selo ialah alat yang tergolong dari keluarga biola, tetapi dalam keroncong asli ia dipetik (pizzicato) dan mempunyai peranan yang lebih dinamik dan lincah untuk menambahkan ketegasan rentak. Kini selo telah diubah dengan menggunakan tiga tali saja. Hal ini untuk memudahkan selo saat dimainkan karena biasanya hanya tiga tali saja yang digunakan. Di Indonesia terdapat perusahaan yang membuat selo khas untuk keroncong. Alat selo pertama kali diperkenalkan pada tahun 1572 yang direka oleh Andrea Amati dari Cremona.


g.        Kontrabas (sebagai pengganti gong)
Kontrabas merupakan alat terbesar dalam keluarga biola dan mulai terkenal pada awal abad ke-16. Ada berbagai ukuran yang digunakan mengikuti kehendak pemain. Talinya dibuat dari dawai dan juga nilon. Kontrabas merupakan alat yang paling mudah dimainkan karena ia menekankan rentak seperti yang dilakukan oleh gong dalam gamelan.


Kehadiran anak-anak muda dalam Solo Keroncong Festival tahun ini merupakan hal yang sangat membanggakan, karena anak-anak muda peserta Solo Keroncong Festival mencintai dan menggeluti musik keroncong sesuai dengan zamanya. Mereka membawa perubahan dalam dunia musik keroncong, karena kini musik keroncong bisa dinikmati oleh semua generasi tanpa menghilangkan unsur asli dari musik keroncong. Penambahan unsur-unsur budaya yang dilakukan merupakan hal yang menarik karena beraneka ragam dan berbeda-beda antarpeserta.
Seperti contohnya orkes keroncong Lapsek yang menambahkan alat tiup bansi, Plasu Minimal dari Solo yang menghadirkan sajian lebih dalam musik keroncongnya, yakni dengan menambahkan unsur tari, teater, serta dialog humor yang memiliki pesan berbau kritik sosial. Namun, selain orkes keroncong itu, lebih banyak menyanyikan kembali lagu-lagu pop atau rock dan mengaransemen ulang ke dalam musik keroncong. Ini adalah upaya agar musik keroncong mudah diterima dan tidak terkesan membosankan. Solo Keroncong Festival yang telah dilakukan untuk kelima kalinya ini telah memuaskan semua orang yang datang menonton, entah itu yang baru mengenal musik keroncong maupun yang telah menggilai musik keroncong. Penampilan para peserta yang membawakan aliran baru dalam musik keroncong menggambarkan betapa kayanya budaya di tanah air ini dan menandakan bahwa masa keroncong millenium sudah dimulai.

ü  Sumber berita:
Harian Kompas, 26 September 2013
Kolom Nusantara, Halaman 22

ü  Sumber gambar dan keterangan:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar