Perbandingan Kelas Kata Menurut M. Ramlan dan Harimurti Kridalaksana
A. Pembagian Kelas Kata Menurut Harimurti
Kridalaksana
Pembagian kelas kata menurut Harimurti Kridalaksana ada 13 jenis, yakni
sebagai berikut.
1.
Kata Kerja (Verba)
Kata dikatakan berkategori verba
jika dalam frasa dapat didampingi partikel “tidak” dalam konstruksi dan
tidak dapat didampingi partikel “di, ke, dari, atau, sangat,
lebih, dan agak”.
Berdasarkan bentuknya, verba
dapat terbagi menjadi sebagai berikut.
a.
Verba Dasar Bebas
Verba dasar bebas merupakan verba dasar yang bebas.
Misalnya tidur, duduk, makan, minum, dan sebagainya.
b.
Verba Turunan
Verba turunan merupakan verba yang telah mengalami
proses morfologis (afiksasi, reduplikasi, gabungan proses, komposisi). Misalnya
berenang, duduk-duduk, melirik-lirik, adu domba.
Berdasarkan
banyaknya nomina yang mendampingi, verba terbagi menjadi sebagai berikut.
a.
Verba Intransitif
b.
Verba Transitif
Berdasarkan
hubungannya dengan nomina, verba terbagi menjadi sebagai berikut.
a.
Verba Aktif
Verba aktif yaitu verba yang subjeknya berperan sebagai
pelaku, biasanya berprefiks me-, ber-, atau tanpa prefiks.
b.
Verba Pasif
Verba pasif yaitu
verba yang subjeknya berperan sebagai penderita, sasaran, atau hasil. Biasanya
diawali dengan prefiks di- atau ter-. Apabila ditandai
dengan prefiks ter- maka bermakna perfektif.
c.
Verba Anti Aktif
Verba anti aktif (ergatif) yaitu verba pasif yang
tidak dapat diubah menjadi verba aktif dan subjeknya merupakan penanggap
(menderita, merasakan).
d.
Verba Anti Pasif
Verba
anti-pasif yaitu verba yang tidak dapat diubah menjadi verba pasif.
Berdasarkan
interaksi antarnomina pendampingnya, verba terbagi menjadi sebagai berikut.
a.
Verba Resiprokal
Verba resiprokal yaitu
verba yang menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak, dan perbuatan
tersebut dilakukan dengan saling berbalasan. Berikut adalah contoh bentuk verba
resiprokal.
ber- + perang = berperang
ber- +
salaman = bersalaman
b.
Verba Nonresiprokal
Verba nonresiprokal yaitu verba yang tidak menyatakan
perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak dan tidak saling berbalasan.
Berdasarkan
referensi argumennya, verba terbagi menjadi sebagai berikut.
a.
Verba Refleksi
Verba refleksif, yaitu verba yang kedua argumennya
mempunyai referen yang sama.
b.
Verba Nonrefleksi
Verba non refleksi, yaitu verba yang kedua argumennya
mempunyai referen yang berlainan.
Berdasarkan
Hubungan Identifikasi antara Argumen-argumennya
a.
Verba kopulatif, yaitu verba yang mempunyai
potensi untuk ditanggalkan tanpa mengubah konstruksi predikatif yang
bersangkutan. Contoh: merupakan, adalah.
b.
Verba ekuatif, yaitu verba yang mengungkapkan
ciri salah satu argumennya. Contoh: berjumlah, berlandaskan.
Selain itu,
ada juga jenis verba telis dan verba atelis, serta verba performatif dan
verba konstatatif. Verba telis menyatakan bahwa perbuatan tuntas atau
bersasaran, sedangkan verba atelis menyatakan bahwa perbuatan belum tuntas.
Verba performatif, yaitu verba dalam kalimat yang secara langsung mengungkapkan
pertuturan yang dibuat pembicara pada waktu mengujarkan kalimat, sedangkan verba
konstatif merupakan verba dalam kalimat yang menyatakan atau mengandung
gambaran tentang suatu peristiwa.
2.
Kata Sifat (Adjektiva)
Berdasarkan
bentuknya, adjektiva terbagi menjadi tiga jenis, yaitu adjektifa dasar, turunan,
dan majemuk.
Adjektiva
memiliki ciri-ciri yang memungkinkanya untuk (1) bergabung dengan partikel tidak, (2) mendampingi nomina atau (3)
didampingi partikel seperti lebih,
sangat, agak, (4) dapat hadir berdapingan dengan kata lebih...daripada... atau paling
untuk menyatakan tingkat perbandingan, (5) mempunyai ciri-ciri morfologis
seperti –er, -if, (6) dapat dibentuk
menjadi nomina dengan konfiks ke-an, (7)
dapat berfungsi predikatif, atributif, dan pelengkap.
Subkategorisasi
ajektiva, dibagi ke dalam dua macam kategori, yakni sebagai berikut.
a.
Ajektiva predikatif yaitu ajektiva yang dapat
menempati posisi predikat dalam klausa. Misalnya susah, hangat, sulit,
mahal.
b.
Ajektiva atributif yaitu ajektiva yang mendampingi
nomina dalam frase nomina. Misalnya nasional, niskala.
c.
Ajektiva bertaraf yakni yang dapat berdampingan
dengan agak, sangat, dan sebagainya. Contohnya pekat, makmur.
d.
Ajektiva tak bertaraf yakni yang tidak dapat
berdampingan dengan agak, sangat, dan sebagainya. Contohnya nasional,
intern.
3.
Kata Benda (Nomina)
Nomina adalah kategori yang
secara sintaksis tidak mempunyai potensi untuk bergabung dengan partikel tidak
dan mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel dari. Nomina berbentuk:
a. Nomina
dasar, seperti radio, udara, kertas, barat, kemarin, dll.
b. Nomina
turunan, terbagi atas:
1) Nomina
berafiks, seperti keuangan, perpaduan, gerigi.
2) Nomina
reduplikasi, seperti gedung-gedung, tetamu, pepatah.
3) Nomina
hasil gabungan proses, seperti batu-batuan, kesinambungan.
4) Nomina
yang berasal dari pelbagai kelas karena proses.
Contoh: deverbalisasi, seperti pengangguran, pemandian,
pengembangan, kebersamaan, bersalam-salaman.
c. Nomina
paduan leksem, seperti daya juang, cetak lepas, loncat indah, tertib
acara, jejak langkah.
d. Nomina
paduan leksem gabungan, seperti pendayagunaan, ketatabahasaan, pengambilalihan,
kejaksaan tinggi.
4.
Kata Ganti (Pronomina)
Pronomina
adalah kategori yang berfungsi untuk menggantikan nomina, yang digantikan itu
disebut anteseden.
Berikut
adalah subkategorisasi pronomina.
a. Dilihat
dari hubungannya dengan nomina, yaitu ada atau tidaknyaanteseden dalam
wacana. Berdasarkan hal itu, dibagi lagi menjadi:
1) Pronomina
Intertekstual
Bila anteseden terdapat sebelum pronomina itu dikatakan
anaforis, sedangkan bila anteseden muncul sesudah pronomina, hal itu
disebut kataforis. Contoh anaforis: Pak Arif sepupu
Bapak. Rumahnya dekat.
2) Pronomina
ekstratekstual
Merupakan pronomina yang menggantikan nomina yang terdapat
di luar wacana, bersifat deiktis.
Contoh: Itu yang kukatakan.
b. Dilihat
dari jelas atau tidaknya referennya
1) Pronomina
Taktrif
Pronomina taktrif yaitu menggantikan nomina yang
referennya jelas. Pronomina ini terbatas pada pronomina persona.
2) Pronomina
Tak Takrif
Berikut
adalah tabel pembagian pronomina menurut Harikurti Kridalakasana.
Intratekstual
|
Ekstratekstual
|
|||||||
Anaforis
|
Kataforis
|
Takrif
|
Tak takrif
|
|||||
Ia/dia
-nya |
-nya
|
I
|
II
|
III
|
sesuatu, seseorang,
barangsiapa, siapa, apa, apa-apa, anu, masing-masing, sendiri. |
|||
S
|
P
|
S
|
P
|
S
|
P
|
|||
Saya
aku
|
kami (eksklusif)
kita (inklusif) |
Kamu
Kau/ engkau
Anda
|
Kamu
Kalian
Anda
semua/ Anda sekalian
|
ia/ dia
beliau
|
Mereka
mereka
semua
|
Dalam
ragam nonstandar jumlah pronomina lebih banyak daripada yang terdaftar
tersebut, karena pemakaian nonstandar tergantung dari daerah pemakaiannya. Dalam
bahasa kuna juga terdapat pronomina, seperti baginda. Semua pronomina tersebut
hanya dapat mengganti nomina orang, nama orang, atau hal lain yang
dipersonifikasikan.
5.
Kata Bilangan
(Numeralia)
Numeralia
adalah kategori yang dapat (1) mendampingi nomina dalam konstruksi sintaksis, (2)
mempunyai potensi untuk mendampingi numeralia lain, (3) tidak dapat bergabung
dengan tidak atau sangat.
Subkategorisasi
numeralia adalah sebagai berikut.
a. Numeralia
Takrif
Numeralia takrif yaitu numeralia yang menyatakan jumlah yang
tentu.
1) Numeralia
Utama (kardinal)
2) Numeralia
Tingkat
Adalah numeralia takrif yang melambangkan urutan dalam
jumlah dan berstruktur ke + Num. Contoh: Catatan ketiga sudah diperbaiki.
3) Numeralia
Kolektif, Adalah numeralia takrif yang berstruktur ke + Num, ber- + N, ber- +
NR, ber- + Num R atau Num + -an.
b.
Numeralia Tak Takrif
Numeralia tak takrif adalah numeralia yang menyatakan jumlah
yang tak tentu. Misalnya berapa, sekalian, semua, segenap.
6.
Kata Keterangan (Adverbia)
Adverbia
adalah kategori yang dapat mendampingi ajektiva, numeralia, atau proposisi
dalam konstruksi sintaksis. Adverbia tidak boleh dikacaukan dengan keterangan,
karena adverbia merupakan konsep kategori, sedangkan keterangan merupakan
konsep fungsi. Bentuk adverbia ada enam, yakni sebagai berikut.
a. Adverbia
dasar bebas, contoh: alangkah, agak,
akan, belum, bisa.
b. Adverbia
turunan, yang terbagi atas:
1) Adverbia
turunan yang tidak berpindah kelas terdiri atas : adverbia bereduplikasi,
seperti jangan-jangan, lagi-lagi dan adverbia
gabungan, misalnya tidak boleh tidak.
2) Adverbia
turunan yang berasal dari pelbagai kelas terdiri atas: adverbia berafiks,
misalnya terlampau, sekali dan adverbia
dari kategori lain karena reduplikasi, misalnya akhir-akhir, sendiri-sendiri
3) Adverbia
deajektiva, misalnya awas-awas,
benar-benar
4) Adverbia
denumeralia, misalnya dua-dua
5) Adverbia
deverbal, misalnya kira-kira, tahu-tahu
c. Adverbia
yang terjadi dari gabungan kategori lain dan pronomina, misalnya rasanya, rupanya, sepertinya.
d. Adverbia
deverbal gabungan, misalnya ingin benar,
tidak terkatakan lagi
e. Adverbia
de ajektival gabungan, misalnya tidak lebih,
kerap kali.
f. Gabungan
proses, misalnya : se- +A +-nya: sebaiknya
7.
Kata Tanya (Interogativa)
Interogativa adalah
kategori dalam kalimat interogatif yang berfungsi menggantikan sesuatu yang
ingin diketahui oleh pembicara atau mengukuhkan apa yang telah diketahui
pembicara. Apa yang ingin diketahui dan apa yang dikukuhkan itu
disebut antesenden (ada di luar wacana) dan karena baru akan
diketahui kemudian, interogativa bersifat kataforis.
a. Interogativa
dasar: apa, bila, bukan, kapan,
mana, masa.
b. Interogativa
turunan: apabila, apaan, apa-apaan,
bagaimana, bagaimanakah, berapa, betapa, bilamana, bilakah, bukankah, dengan
apa, di mana, ke mana, manakah, kenapa, mengapa, ngapain, siapa, yang mana.
c. Interogativa
terikat: kah dan tah.
8.
Kata Tunjuk (Demonstrativa)
Demonstrativa
adalah kategori yang berfungsi untuk menunjukkan sesuatu (antesenden) di dalam
maupun di luar wacana. Dari sudut bentuk dapat dibedakan berikut ini.
a. Demonstrativa
dasar (itu dan ini)
b. Demonstrativa
turunan (berikut, sekian)
c. Demonstrativa
gabungan (di sini, di situ, di sana, ini
itu, sana sini)
9.
Kata Sandang/Sebutan (Artikula)
Artikula
dalam bahasa Indonesia adalah kategori yang mendampingi nomina dasar misalnya si kancil, sang matahari, para
pelajar. Misalnya pada nomina deverbal (si
terdakwa, si tertuduh), pronomina
(si dia, sang aku), dan verba pasif (kaum
tertindas, si tertindas). Artikula
berupa partikel, sehingga tidak berafiksasi.
Berdasarkan
ciri semantis gramatikal artikula dibedakan sebagai berikut.
a. Artikula
yang bertugas untuk mengkhususkan nomina singularis. (Si, Sang, Sri, Hang dan Dang)
b. Artikula
yang bertugas untuk mengkhususkan suatu kelompok. (Para, Kaum, Umat).
10.
Kata Depan (Preposisi)
Preposisi
adalah kategori yang terletak di depan kategori lain (terutama nomina),
sehingga terbentuk frasa eksosentris direktif. Ada tiga jenis preposisi,
yaitu sebagai berikut.
a. Preposisi
dasar (tidak dapat mengalami proses morfologis).
b. Preposisi
turunan, terbagi atas: gabungan preposisi dan preposisi (di
atas gedung, di muka bumi, di tengah-tengah kota),
serta gabungan preposisi dan non-preposisi (...dari...ke...
; sejak...hingga... ; dari...sampai... ; antara...dengan...).
c. Preposisi yang berasal dari kategori
lain (misalnya pada dan tanpa) termasuk beberapa preposisi yang
berasal dari kelas lain yang berafiks se- (selain, semenjak, sepanjang,
sesuai, dsb).
11.
Kata Penghubung (Konjungsi)
Konjungsi
adalah kategori yang berfungsi untuk meluaskan satuan lain dalam kontruksi
hipotaktis, dan selalu menghubungkan dua satuan lain atau lebih dalam
kontruksi. Konjungsi menghubungkan bagian-bagian ujaran yang setataran maupun
yang tidak setataran.
Menurut
posisinya konjungsi dibagi menjadi berikut ini.
a. Konjungsi
Intra-kalimat, yaitu konjungsi yang menghubungkan satuan-satuan kata dengan
kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa.
b. Konjungsi
Ektra-kalimat,
1) Konjungsi
intratekstual, yaitu menghubungkan kalimat dengan kalimat, atau paragraf dengan
paragraf,
2)
Konjungsi ektratekstual, yang
menghubungkan dunia di luar bahasa dengan wacana.
12.
Kategori Fatis
Kategori
fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan
komunikasi antara pembicara dan lawan bicara. Kelas kata ini terdapat dalam
dialog atau wawancara bersambutan, yaitu kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pembicara
dan lawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam bahasa
lisan (nonstandar) sehingga kebanyakan kalimat-kalimat nonstandar banyak
mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional.
Bentuk-bentuk
fatis misalnya di awal kalimat “Kok
kamu melamun?”, di tengah kalimat, misalnya “Dia kok bisa ya menulis puisi seindah ini?”, dan di akhir kalimat,
misalnya “Aku juga kok!”. Kategori
fatis mempunyai wujud bentuk bebas, misalnya kok, deh, atau selamat,
dan wujud bentuk terikat, misalnya –lah
atau pun.
Bentuk
dan Jenis Kategori Fatis, dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Partikel
dan Kata Fatis Contoh: (Ah, ding, halo, deh, kek, kok dll)
b. Frase
Fatis. Contoh: Selamat, terima kasih, insya Allah.
13.
Kata Seru (Interjeksi)
Interjeksi adalah
kategori yang bertugas mengungkapkan perasaan pembicara dan secara sintaksis
tidak berhubungan dengan kata-kata lain dalam ujaran. Interjeksi bersifat
ekstrakalimat dan selalu mendahului ujaran sebagai teriakan yang lepas atau
berdiri sendiri.
Interjeksi dapat
ditemui dalam:
a. Bentuk
dasar, yaitu: aduh, aduhai, ah,
ahoi, ai, amboi, asyoi, ayo, bah, cih, cis, eh, hai, idih, ih, lho, oh, nak,
sip, wah, wahai, yaaa.
b. Bentuk
turunan, biasanya berasal dari kata-kata biasa atau penggalan kalimat Arab,
contoh: alhamdulillah, astaga,
buset, duilah, insya Alloh, masya Allah, syukur, halo, innalillahi, yahud.
B. Pembagian Kelas Kata Menurut M. Ramlan
Ramlan
(1985:48-77) menyatakan bahwa penggolongan kata yang dibuatnya didasarkan hasil
penelitian yang dilakukannya pada tahun 1982 sampai dengan tahun 1983.
Berdasarkan struktur sintaktik, kata bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi
dua belas yaitu: (1) kata verbal; (2) kata nomina; (3) kata keterangan; (4)
kata tamha; (5) kata bilangan; (6) kata penyukat; (7) kata sandang; (8) kata tanya;
(9) kata suruh; (10) kata penghubung; (11) kata depan; dan (12) kata seruan.
1.
Kata Verbal
Kata
verbal ialah kata yang pada tataran klausa cenderung menduduki fungsi P
(predikat) dan pada tataran frase dapat dinegatifkan oleh kata tidak.
Berdasarkan
kemungkinannya diikuti frase dengan
sangat….yang berfungsi sebagai keterangan cara, kata verbal dapat
digolongkan menjadi dua golongan yaitu:
a. Kata
kerja
Kata kerja ialah kata verbal yang dapat diikuti frase dengan sangat... sebagai keterangan cara.
b. Kata
sifat
Kata sifat ialah kata yang tidak dapat diikuti oleh frase dengan sangat… sebagai keterangan cara.
Ditinjau
dari kemungkinannya diikuti O (obyek), kata kerja dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Kata
kerja transitif
Kata kerja transitif ialah kata kerja yang dapat diikuti
obyek dan dapat dipasifkan,
b. Kata
kerja intransitif
Kata kerja intransitif ialah kata kerja yang tidak dapat
diikuti O, dan sudah barang tentu kata kerja intransitif yang dapat diikuti
pelaku.
2.
Kata Nomina
Kata nomina
adalah kata yang dapat menduduki fungsi S, P, O dalam klausa, dan dalam tataran
frase tidak dapat dinegatifkan oleh kata tidak, melainkan oleh kata bukan dapat diikuti oleh kata itu, dan
dapat mengikuti kata di atau pada sebagai akuisisinya.
Yang
termasuk golongan kata nomina ialah sebagai berikut.
a. Kata
benda
Kata benda ialah kata nomina yang tidak menggantikan kata
lain.
b. Kata
ganti
Kata ganti ialah kata nomina yang menggantikan kata lain.
Kata ganti dapat dibedakan lagi berdasarkan kata yang digantikannya yaitu:
1) Kata
ganti diri ialah kata ganti yang menggantikan nama, baik yang bernyawa maupun
tidak bernyawa, yang dapat dibedakan lagi menjadi kata ganti diri pertama (aku, saya, kami), kedua (engkau, kamu, kamu sekalian, anda), dan
ketiga (ia, dia, beliau, mereka).
2) Kata
ganti penunjuk ialah kata ganti yang dapat menggantikan nama, keadaan, dan
suatu peristiwa atau perbuatan (ini
dan itu) serta tempat (sana, situ, dan sini).
3.
Kata Keterangan
Kata
keterangan iaiah kata yang dalam suatu klausa cenderung menduduki fungsi
keterangan (KET) dan umumnya mempunyai tempat yang bebas, mungkin terletak di
depan sekali, mungkin antara S dan P dan mungkin terletak di belakang S dan P.
Kata
keterangan dapat dibedakan lagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
a. Menyatakan
waktu, misalnya: kemarin, tadi, nanti,
kelak
b. Menyatakan
ragam yaitu sikap pembicara terhadap suatu tindakan atau suatu peristiwa,
misalnya: rupanya, kiranya, seharusnya,
seyogyanya
c. Menyatakan
kuantitas, misalnya: secepat-cepatnya,
sejauh-jauhnya.
4.
Kata Tambah
Kata
tambah yaitu kata yang cenderung menduduki fungsi atribut dalam frase tipe
endosentris yang atributif yang unsur pusatnya berupa kata verbal. Kata tambah
ini menyatakan beberapa hal, diantaranya sebagai berikut.
a. Ragam,
misalnya: tentu, pasti
b. Negatif,
misalnya: tidak, bukan, belum
c. Aspek,
misalnya: akan, mau, sedang, baru, masih
d. Keseringan,
misalnya: pernah, kerap, kerap sekali
e. Keinginan,
misalnya: ingin, hendak
f. Keharusan
misalnya: harus, wajib
g. Kesanggupan,
misalnya: dapat, mampu, sanggup
h. Keizinan,
misalnya: boleh
i. Tingkat,
misalnya: kurang, amat, terlalu, paling.
5.
Kata Bilangan
Kata bilangan ialah kata-kata yang dapat diikuti kata-kata orang, ekor, buah, helai, kodi, meter
dan sebagainya. Kata bilangan ini ada yang menyatakan:
a. Jumlah,
misalnya: satu, dua, tiga puluh, beberapa
b. Urutan,
misalnya: kedua, ketiga belas.
6.
Kata Penyukat
Kata
penyukat ialah kata yang terletak di belakang kata bilangan dan bersama kata
itu membentuk satu frase yang disebut frase bilangan, yang mungkin terletak di
muka kata nomina. Misalnya: orang, ekor,
buah pada frase-frase: dua orang
petani, tiga ekor kelinci, dua buah rumah.
7.
Kata Sandang
Kata
sandang ialah kata yang selalu terletak di muka golongan kata nomina sebagai
atributnya. Contoh kata yang termasuk jenis kata ini antara lain: si, suatu, semua, segala, segenap, seluruh,
dan mungkin masih ada beberapa lagi.
8.
Kata Tanya
Kata
tanya ialah ksta yang berfungsi membentuk kalimet tanya. Yang termasuk kata
tanya ialah mengapa, kenapa, bagaimana, apa, siapa, mana, bilamana, kapan, bila,
dan bukan. Masing-masing kata tanya tersebut mempunyai fungsi yang berbeda.
Berikut ini penjelasannya
a. Mengapa dipakai
untuk menanyakan perbuatan.
b. Mengapa dan kenapa digunakan untuk menanyakan sebab.
c. Bagaimana
digunakan untuk menanyakan cara.
d. Bagaimana
dipergunakan untuk menanyakan keadaan.
e. Berapa
dipergunakan untuk menanyakan jumlah.
f. Berapa
dipergunakan juga untuk menanyakan bilangan
g. Apa dipergunakan untuk tujuan
sebagai berikut.
1)
Memerlukan jawaban ya atau tidak
2)
Digunakan untuk membentuk tanya yang memerlukan
jawaban yang menjelaskan
3)
Menanyakan identitas
4)
Menanyakan perbuatan.
h. Siapa digunakan untuk menanyakan seseorang.
i. Mana sering didahului kata yang
dipergunakan untuk menanyakan sesuatu atau seseorang.
j. Mana juga digunakan untuk menanyakan
sesuatu atau seseorang yang pernah dibicarakan sebelumnya.
k. Bilamana, bila, dan kapan dipakai untuk menanyakan waktu.
l. Bukan dan bukanlah digunakan untuk membentuk kalimat tanya yang memerlukan
jawaban yang mengiyakan.
9.
Kata Suruh
Kata suruh ialah kata yang berfungsi membentuk kalimat
suruh. Yang termasuk kata-kata suruh adalah tolong,
silakan, dipersilakan, mari, ayo.
10. Kata
Penghubung
Kata
penghubung ialah kata atau kata-kata yang berfungi menghubungkan satuan
gramatik yang satu dengan yang lain untuk membentuk satuan gramatik yang lebih
besar. Satuan yang dihubungkan itu mungkin kalimat, klausa, frase, atau kata.
Ditinjau dan pertaliannya, kata penghubung dapat dibedakan menjadi tujuh belas
pertalian, yaitu sebagai berikut.
a.
Pertalian penjumlahan,
b.
Pertalian perturutan,
c.
Pertalian pemilihan,
d.
Pertalian perlawanan,
e.
Pertalian lebih,
f.
Pertalian waktu,
g.
Pertalian perbandingan,
h.
Pertalian sebab,
i.
Pertalian akibat,
j.
Pertalian syarat,
k.
Pertalian pengandaian,
l.
Pertalian harapan,
m. Pertalian
penerang,
n.
Pertalian isi,
o.
Pertalian cara,
p.
Pertalian pengecualian, dan
q.
Pertalian kegunaan.
11. Kata
Depan
Kata
depan ialah kata-kata yang pada frase eksosentris berfungsi sebagai penanda. Misalnya
kata-kata di, pada, ke, kepada, dari,
daripada, terhadap, bagi, dalam, akan, akibat, antar, antara, atas, dan
sebagainya.
12. Kata
Seruan
Kata
seru ialah kata-kata yang dalam suatu kalimat berdiri sendiri, terpisah dan
unsur lainnya. Misalnya wah, ai, aduh,
dik, bi, dan sebagainya.
C. Perbedaan Kelas Kata Harimurti K. dan M.
Ramlan
Pembagian kelas kata menurut Harimurti K. ada tiga
belas, sedangkan menurut M.Ramlan ada dua belas. Pada pembagian kelas kata Harimurti
K., terdapat kelas kata verba, sifat, tunjuk, dan kategori fatis, sedangkan
dalam pembagian kelas kata menurut M.Ramlan tidak ada. M.Ramlan menggolongkan
kata sifat dan kata kerja ke dalam kelas kata verba. Selain itu, pada pembagian
kelas kata M.Ramlan terdapat kelas kata tambah, penyukat, dan suruh, yang tidak
ada dalam pembagian kelas kata Harimurti K..
Dalam pembagian kelas kata Harimurti K. terdapat
kelas kata ganti (pronomina), sedangkan dalam pembagian kelas kata M.Ramlan
tidak ada. Pada pembagian kelas kata menurut M.Ramlan, kata ganti dimasukkan
dalam kelas kata nomina, tepatnya nomina
kata ganti diri, sedangkan Harimurti K. menggolongkan kata ganti menjadi kelas
kata tersendiri. Selain itu, kelas kata tunjuk Harimurti K. digolongkan ke
dalam kategori nomina kata ganti penunjuk menurut M.Ramlan. Pembagian kelas
kata menurut M.Ramlan tidak mencakup kategori fatis seperti yang dikemukakan
oleh Harimurti Kridalaksana.
Pada pembagian kelas kata menurut Harimurti
Kridalakasana, kelas kata tambah, penyukat, dan suruh tidak ikut digolongkan
seperti dalam pembagian kelas kata menurut M.Ramlan. Hal ini lah yang
membedakan pembagian kelas kata menurut Harimurti Kridalakasana dengan pembagian
kelas kata menurut M.Ramlan.
D. Persamaan Kelas Kata Harimurti Kridalaksana
dan M. Ramlan
Pembagian kelas kata menurut Harimurti K. dan
M.Ramlan memiliki persamaan. Persamaan itu berupa penggolongan kelas kata yang
sama yaitu kelas kata bilangan, keterangan, tanya, sandang, depan, penghubung,
dan kata seru. Kelas kata verba dan nomina dalam pembagian kelas kata menurut
kedua ahli itu ada, tetapi memiliki perbedaan. Dalam kelas kata verba, Harimurti
K. menjelaskan mengenai verba atau kata kerja secara rinci. Perincian itu
terlihat melalui pembagian subkategori kelas kata verba yang dilihat dari
berbagai aspek, sedangkan dalam pembagian kelas kata verba M.Ramlan tidak. M.Ramlan
mengungkapkan bahwa kelas kata verba terdiri atas kata kerja dan kata sifat.
Selain itu, dalam pembagian kelas kata menurut kedua
ahli ini juga terdapat kelas kata nomina. Hanya saja, nomina menurut Harimurti
K. hanya menyangkut kata-kata benda. Kelas kata nomina menurut M.Ramlan mencakup
nomina kata benda, nomina kata ganti diri, dan nomina kata ganti penunjuk.
Kelas kata nomina M.Ramlan telah mencakup kelas kata nomina, pronomina dan
demonstrativa Harimurti Kridalaksana. Meski demikian, kedua ahli itu sama-sama
mencantumkan kelas kata verba dan nomina.
DAFTAR PUSTAKA
Kridalaksana, Harimurti.1991. Masa
Lampau Bahasa Indonesia: Sebuah Bunga Rampai. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
http://ithasartika91.blogspot.com/2011/02/penggolongan-kata-oleh-m-ramlan.html, diakses pada 12 Oktober 2014
http://yelyahchrizna.blogspot.com/2013/01/penggolongan-kata-oleh-m-ramlan.html, diakses pada 12 Oktober 2014
http://aurumabdillah.blogspot.com/2011/02/kelas-kata-dalam-bahasa-indonesia.html, diakses pada 12 Oktober 2014
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/06/adjective_bahasa_indonesia.pdf, diakses pada 12 Oktober 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar