Kamis, 23 Oktober 2014

Pendekatan Stilistika

ANALISIS CERPEN “KEMARAU” KARYA ANDREA HIRATA DENGAN PENDEKATAN STILISTIKA

Disusun Oleh :
Nailun Najah                                   F1G012016
Purnama Okto Vinali                      F1G012019
Kartini                                              F1G012021
Dosen Pengampu : Diah Wijayawati

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU BUDAYA
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
2014





PENDAHULUAN
Karya sastra pada umumnya memiliki banyak sisi untuk dikaji melalui beberapa pendekatan. Karya sastra bisa dikaji dari sisi pengarang, pembaca, maupun dari sisi karya sastra itu sendiri. Begitu juga dengan cerpen. Sebagai salah satu jenis karya sastra, cerpen bisa dikaji dari berbagai kacamata. Salah satunya dengan pendekatan stilistika.
Stilistika merupakan ilmu yang menyelidiki penggunaan bahasa dalam karya sastra. Ada beberapa style atau gaya dalam mengungkapkan sebuah ide. Penggunaan bahasa, pilihan kata yang estetis sekaligus bermakna sesuai prinsip dulce et utile, serta keutuhan cerita akan membuat nilai sebuah karya sastra lebih bermakna, mudah diterima, dan menarik.
Cerita pendek yang merupakan salah satu jenis karya sastra dapat kita ambil beberapa unsurnya untuk kemudian dijadikan sebagai objek yang dikaji melalui pendekatan stilistika. Dalam bukunya, Abrams memberikan pengertian tentang cerita sebagai sebuah urutan kejadian yang sederhana dalam urutan waktu (Abrams, 1981: 61), sedangkan Kenny mengartikan cerita sebagai peristiwa-peristiwa yang terjadi berdasarkan urutan waktu disajikan dalam sebuah karya fiksi (Kenny, 1996: 91).
Makalah ini akan menganalisis cerpen “Kemarau” karya Andrea Hirata dengan pendekatan stilistika. Pendekatan yang dilakukan ditinjau dari segi karya sastra itu sendiri.





PEMBAHASAN

Stilistika berfungsi sebagai jembatan antara bahasa dan kritik sastra. Hal ini disebabkan karena stilistika berada di antara keduanya. Telaah gaya bahasa dalam karya sastra diarahkan pada pilihan kata (diksi), susunan kalimat dan sintaksisnya, kepadatan dan tipe-tipe bahasa kisahannya, pola ritmenya, komponen bunyi, dan ciri-ciri formal lainnya (Pradopo, 1997: 190-191). Berdasarkan telaah bahasa dalam cerpen “Kemarau” karya Andrea Hirata yang dikaji dengan menggunakan pendekatan stilistika, terdapat ciri formal bahasa, yakni sebagai berikut.
1.        Pilihan Kata (Diksi)
Gaya atau pemilihan kata dalam karya sastra adalah cara pengarang menggunakan kata-kata atau kalimat untuk menyampaikan gagasan atau ide-ide. Dalam menganalisa pilihan kata, yang harus dilakukan pertama kali adalah mengamati apakah teks itu berisi kata-kata konkret dan khusus, ataupun berisi kata-kata abstrak dan umum.
Kata-kata konkret atau khusus dalam cerpen “Kemarau” yaitu sebagai berikut.
a.    Ngerem
Kata ngerem dalam cerpen tersebut memiliki makna berhenti. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Jarum pendeknya ngerem mendadak di angka lima.

b.    Mencerna makna
Kata mencerna dalam cerpen tersebut memiliki makna khusus, karena kata mencerna sendiri biasanya digunakan dalam Ilmu Biologi dan Kesehatan. Kata mencerna dalam hal ini bermakna memahami. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Sejak kecil pula aku telah berusaha mencerna makna filosofis patung itu, tapi selalu gagal.

c.    Enteng
Kata enteng dalam cerpen tersebut memiliki makna mudah. Kata enteng sendiri biasanya digunakan dalam bahasa percakapan sehari-hari. Kata enteng merupakan kosa kata dalam bahasa jawa. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Uang kecil diselipkan ke dalam kotak di samping tombak-tombak itu dapat menyebabkan pendermanya awet muda dan enteng jodoh.
d.   Kualat
Kata kualat dalam cerpen tersebut memiliki arti mendapat bencana atau celaka. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Anak-anak yang tak sengaja menunjuk tombak itu harus mengisap telunjuknya agar tidak kualat.

e.    Buduk
Kata buduk dalam cerpen tersebut memiliki arti sangat kotor, dekil atau tidak terawat. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Setiap minggu tempat itu dipenuhi orang-orang yang ingin melihat kijang yang saking buduknya sudah tampak serupa kambing.

f.     Gaek
Kata gaek dalam cerpen tersebut memiliki arti sangat tua atau tua renta. Hal ini tampak pada kutipan sebagai berikut.
Ada pula unta gaek yang menderita sakit batuk kering stadium 4.

g.    Uzur
Kata uzur dalam cerpen terssebut memilki arti sangat tua. Hal itu terdapat dalam kutipan sebagai berikut.
Ada orangutan uzur yang sudah ompong dan tampak terang-terangan menafsui bebek-bebek gendut di kolam butek sebelah sana.

h.    Menafsui
Kata menafsui dalam cerpen tersebut memiliki arti berselera (makan). Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.

Ada orangutan uzur yang sudah ompong dan tampak terang-terangan menafsui bebek-bebek gendut di kolam butek sebelah sana.

i.      Butek
Kata butek dalam cerpen tersebut memiliki arti keruh. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Ada orangutan uzur yang sudah ompong dan tampak terang-terangan menafsui bebek-bebek gendut di kolam butek sebelah sana.



j.      Udik
Kata udik dalam cerpen memiliki arti bodoh. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Mereka muak melihat orang-orang udik yang menontong mereka di dalam kandang.

k.    Afkir
Kata afkir/ apkir dalam cerpen tersebut memiliki arti ditolak. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Konon, mereka dihibahkan ke kampung kami karena telah afkir dari sebuah kebun binatang di Jawa, di mana mereka dianggap tidak sexy lagi.

l.      menggerung
kata menggerung dalam cerpen tersebut memiliki arti bunyi mesin gas truk keras. Pada umumnya, menggerung biasanya mengacu pada tangisan atau meraung keras. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Lalu kudengar gemerincing besi beradu, kemudian truk menggerung meninggalkan rumah.

Kata-kata abstrak atau umum dalam cerpen “Kemarau” yaitu sebagai berikut.
a.    Sexy
Kata sexy merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yang berarti menggairahkan. Kata sexy umumnya digunakan dalam percakapan sehari-hari anak-anak modern. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Konon, mereka dihibahkan ke kampung kami karena telah afkir dari sebuah kebun binatang di Jawa, di mana mereka dianggap tidak sexy lagi.

b.    tangkas
Kata tangkas dalam cerpen tersebut memiliki arti cepat atau cekatan. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Ayah melangkah tangkas sambil menyandang ransel berisi tang, ragum, dan sekeluarga kunci Inggris.



c.    Menyandang
Kata menyandang dalam cerpen tersebut memiliki arti meletakan di bahu atau memanggul. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Ayah melangkah tangkas sambil menyandang ransel berisi tang, ragum, dan sekeluarga kunci Inggris.

d.   Diemban
Kata diemban dalam cerpen tersebut memiliki arti di tanggung. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Kubayangkan, tugas-tugas yang berat diemban oleh bapak kunci paling besar, dan tugas-tugas sepele adalah bagian anak-anaknya.

e.    Illusionist
Kata illisionist dalam cerpen tersebut memiliki arti penipu. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Bangkai kapal keruk itu telah lenyap, macam telah disulap seorang illusionist.

f.     Berkelebat
Akata berkelebat dalam cerpen tersebut memiliki arti bergerak dengan cepat. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Kulihat ke luar jendela, seorang lelaki berkelebat dengan seragam mekaniknya yang hebat, lalu truk menggerung, pelan-pelan meninggalkan rumah.

g.    Termangu
Kata termangu dalam cerpen tersebut memiliki arti termenung/terdiam. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Aku termangu. Kerinduanku pada ayah semakin tak tertanggungkan.

h.    tak tertanggungkan
kata tak tertanggungkan dalam cerpen tersebut memiliki arti tak tertahan. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Kerinduanku pada ayah semakin tak tertanggungkan.

i.      Assalamualaikum
Kata asslamualaikum dalam cerpen tersebut memiliki arti salam atau sapaan. Kata asslamualaikum sendiri diadaptasi dari bahasa arab yang biasa digunakan untuk menyapa seseorang. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Di sana ada sebuah ruangan yang jika dimasuki harus membuka sandal dan mengucapkan assalamualaikum demi menghormati tombak-tombak karatan, peninggalan para hulu balang antah berantah.




Kelas Kata Harimurti Kridalaksana dan M.Ramlan

Perbandingan Kelas Kata Menurut M. Ramlan dan Harimurti Kridalaksana
A.  Pembagian Kelas Kata Menurut Harimurti Kridalaksana
Pembagian kelas kata menurut Harimurti Kridalaksana ada 13 jenis, yakni sebagai berikut.
1.         Kata Kerja (Verba)
Kata dikatakan berkategori verba jika dalam frasa dapat didampingi partikel “tidak” dalam konstruksi dan tidak dapat didampingi partikel “di, ke, dari, atau, sangat, lebih, dan agak”.
Berdasarkan bentuknya, verba dapat terbagi menjadi sebagai berikut.
a.    Verba Dasar Bebas
Verba dasar bebas merupakan verba dasar yang bebas. Misalnya tidur, duduk, makan, minum, dan sebagainya.
b.   Verba Turunan
Verba turunan merupakan verba yang telah mengalami proses morfologis (afiksasi, reduplikasi, gabungan proses, komposisi). Misalnya berenang, duduk-duduk, melirik-lirik, adu domba.
Berdasarkan banyaknya nomina yang mendampingi, verba terbagi menjadi sebagai berikut.
a.    Verba Intransitif
b.    Verba Transitif
Berdasarkan hubungannya dengan nomina, verba terbagi menjadi sebagai berikut.
a.    Verba Aktif
Verba aktif yaitu verba yang subjeknya berperan sebagai pelaku, biasanya berprefiks me-, ber-, atau tanpa prefiks.
b.    Verba Pasif
Verba pasif  yaitu verba yang subjeknya berperan sebagai penderita, sasaran, atau hasil. Biasanya diawali dengan prefiks di- atau ter-. Apabila ditandai dengan prefiks ter- maka bermakna perfektif.
c.    Verba Anti Aktif
Verba anti aktif (ergatif) yaitu verba pasif yang tidak dapat diubah menjadi verba aktif dan subjeknya merupakan penanggap (menderita, merasakan).
d.   Verba Anti Pasif
Verba anti-pasif yaitu verba yang tidak dapat diubah menjadi verba pasif.
Berdasarkan interaksi antarnomina pendampingnya, verba terbagi menjadi sebagai berikut.
a.    Verba Resiprokal
Verba resiprokal yaitu verba yang menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak, dan perbuatan tersebut dilakukan dengan saling berbalasan. Berikut adalah contoh bentuk verba resiprokal.
ber- + perang          = berperang
ber- + salaman        = bersalaman
b.    Verba Nonresiprokal
Verba nonresiprokal yaitu verba yang tidak menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak dan tidak saling berbalasan.



Berdasarkan referensi argumennya, verba terbagi menjadi sebagai berikut.
a.    Verba Refleksi
Verba refleksif, yaitu verba yang kedua argumennya mempunyai referen yang sama.
b.    Verba Nonrefleksi
Verba non refleksi, yaitu verba yang kedua argumennya mempunyai referen yang berlainan.
Berdasarkan Hubungan Identifikasi antara Argumen-argumennya
a.       Verba kopulatif, yaitu verba yang mempunyai potensi untuk ditanggalkan tanpa mengubah konstruksi predikatif yang bersangkutan. Contoh: merupakan, adalah.
b.      Verba ekuatif, yaitu verba yang mengungkapkan ciri salah satu argumennya. Contoh: berjumlah, berlandaskan.
Selain itu, ada juga jenis verba telis dan verba atelis, serta verba performatif dan verba konstatatif. Verba telis menyatakan bahwa perbuatan tuntas atau bersasaran, sedangkan verba atelis menyatakan bahwa perbuatan belum tuntas. Verba performatif, yaitu verba dalam kalimat yang secara langsung mengungkapkan pertuturan yang dibuat pembicara pada waktu mengujarkan kalimat, sedangkan verba konstatif merupakan verba dalam kalimat yang menyatakan atau mengandung gambaran tentang suatu peristiwa.
2.         Kata Sifat (Adjektiva)
Berdasarkan bentuknya, adjektiva terbagi menjadi tiga jenis, yaitu adjektifa dasar, turunan, dan majemuk.
Adjektiva memiliki ciri-ciri yang memungkinkanya untuk (1) bergabung dengan partikel tidak, (2) mendampingi nomina atau (3) didampingi partikel seperti lebih, sangat, agak, (4) dapat hadir berdapingan dengan kata lebih...daripada... atau paling untuk menyatakan tingkat perbandingan, (5) mempunyai ciri-ciri morfologis seperti –er, -if, (6) dapat dibentuk menjadi nomina dengan konfiks ke-an, (7) dapat berfungsi predikatif, atributif, dan pelengkap.
Subkategorisasi ajektiva, dibagi ke dalam dua macam kategori, yakni sebagai berikut.
a.    Ajektiva predikatif yaitu ajektiva yang dapat menempati posisi predikat dalam klausa. Misalnya susah, hangat, sulit, mahal.
b.    Ajektiva atributif yaitu ajektiva yang mendampingi nomina dalam frase nomina. Misalnya nasional, niskala.
c.    Ajektiva bertaraf yakni yang dapat berdampingan dengan agak, sangat, dan sebagainya. Contohnya pekat, makmur.
d.   Ajektiva tak bertaraf yakni yang tidak dapat berdampingan dengan agak, sangat, dan sebagainya. Contohnya nasional, intern.

3.         Kata Benda (Nomina)
Nomina adalah kategori yang secara sintaksis tidak mempunyai potensi untuk bergabung dengan partikel tidak dan mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel dari. Nomina berbentuk:
a.       Nomina dasar, seperti radio, udara, kertas, barat, kemarin, dll.
b.      Nomina turunan, terbagi atas:
1)      Nomina berafiks, seperti keuangan, perpaduan, gerigi.
2)      Nomina reduplikasi, seperti gedung-gedung, tetamu, pepatah.
3)      Nomina hasil gabungan proses, seperti batu-batuan, kesinambungan.
4)      Nomina yang berasal dari pelbagai kelas karena proses.
Contoh: deverbalisasi, seperti pengangguran, pemandian, pengembangan, kebersamaan, bersalam-salaman.
c.       Nomina paduan leksem, seperti daya juang, cetak lepas, loncat indah, tertib acara, jejak langkah.
d.      Nomina paduan leksem gabungan, seperti pendayagunaan, ketatabahasaan, pengambilalihan, kejaksaan tinggi.

4.         Kata Ganti (Pronomina)
Pronomina adalah kategori yang berfungsi untuk menggantikan nomina, yang digantikan itu disebut anteseden.
Berikut adalah subkategorisasi pronomina.
a.    Dilihat dari hubungannya dengan nomina, yaitu ada atau tidaknyaanteseden dalam wacana. Berdasarkan hal itu, dibagi lagi menjadi:
1)      Pronomina Intertekstual
Bila anteseden terdapat sebelum pronomina itu dikatakan anaforis, sedangkan  bila anteseden muncul sesudah pronomina, hal itu disebut kataforis. Contoh anaforis: Pak Arif sepupu Bapak. Rumahnya dekat.
2)      Pronomina ekstratekstual
Merupakan pronomina yang menggantikan nomina yang terdapat di luar wacana, bersifat deiktis.
Contoh: Itu yang kukatakan.
b.    Dilihat dari jelas atau tidaknya referennya
1)      Pronomina Taktrif
Pronomina taktrif yaitu menggantikan nomina yang referennya jelas. Pronomina ini terbatas pada pronomina persona.
2)      Pronomina Tak Takrif
Berikut adalah tabel pembagian pronomina menurut Harikurti Kridalakasana.
Intratekstual
Ekstratekstual
Anaforis
Kataforis
Takrif
Tak takrif
Ia/dia
-nya
-nya
I
II
III
sesuatu, seseorang,
barangsiapa, siapa,
apa, apa-apa, anu, masing-masing,
sendiri.
S
P
S
P
S
P
Saya
aku
kami (eksklusif)
kita (inklusif)
Kamu
Kau/ engkau
Anda
Kamu
Kalian
Anda semua/ Anda sekalian
ia/ dia
beliau
Mereka
mereka semua
Sumber : Wikipedia
Dalam ragam nonstandar jumlah pronomina lebih banyak daripada yang terdaftar tersebut, karena pemakaian nonstandar tergantung dari daerah pemakaiannya. Dalam bahasa kuna juga terdapat pronomina, seperti baginda. Semua pronomina tersebut hanya dapat mengganti nomina orang, nama orang, atau hal lain yang dipersonifikasikan.
5.         Kata Bilangan (Numeralia)
Numeralia adalah kategori yang dapat (1) mendampingi nomina dalam konstruksi sintaksis, (2) mempunyai potensi untuk mendampingi numeralia lain, (3) tidak dapat bergabung dengan tidak atau sangat.
Subkategorisasi numeralia adalah sebagai berikut.
a.    Numeralia Takrif
Numeralia takrif yaitu numeralia yang menyatakan jumlah yang tentu.
1)   Numeralia Utama (kardinal)
2)   Numeralia Tingkat
Adalah numeralia takrif yang melambangkan urutan dalam jumlah dan berstruktur ke + Num. Contoh: Catatan ketiga sudah diperbaiki.
3)   Numeralia Kolektif, Adalah numeralia takrif yang berstruktur ke + Num, ber- + N, ber- + NR, ber- + Num R atau Num + -an.
b.    Numeralia Tak Takrif
Numeralia tak takrif adalah numeralia yang menyatakan jumlah yang tak tentu. Misalnya berapa, sekalian, semua, segenap.

6.         Kata Keterangan (Adverbia)
Adverbia adalah kategori yang dapat mendampingi ajektiva, numeralia, atau proposisi dalam konstruksi sintaksis. Adverbia tidak boleh dikacaukan dengan keterangan, karena adverbia merupakan konsep kategori, sedangkan keterangan merupakan konsep fungsi. Bentuk adverbia ada enam, yakni sebagai berikut.
a.    Adverbia dasar bebas, contoh: alangkah, agak, akan, belum, bisa.
b.    Adverbia turunan, yang terbagi atas:
1)   Adverbia turunan yang tidak berpindah kelas terdiri atas : adverbia bereduplikasi, seperti jangan-jangan, lagi-lagi dan adverbia gabungan, misalnya tidak boleh tidak.
2)   Adverbia turunan yang berasal dari pelbagai kelas terdiri atas: adverbia berafiks, misalnya terlampau, sekali dan adverbia dari kategori lain karena reduplikasi, misalnya akhir-akhir, sendiri-sendiri
3)   Adverbia deajektiva, misalnya awas-awas, benar-benar
4)   Adverbia denumeralia, misalnya dua-dua
5)   Adverbia deverbal, misalnya kira-kira, tahu-tahu
c.    Adverbia yang terjadi dari gabungan kategori lain dan pronomina, misalnya rasanya, rupanya, sepertinya.
d.   Adverbia deverbal gabungan, misalnya ingin benar, tidak terkatakan lagi
e.    Adverbia de ajektival gabungan, misalnya tidak lebih, kerap kali.
f.     Gabungan proses, misalnya : se- +A +-nya: sebaiknya
7.         Kata Tanya (Interogativa)
Interogativa adalah kategori dalam kalimat interogatif yang berfungsi menggantikan sesuatu yang ingin diketahui oleh pembicara atau mengukuhkan apa yang telah diketahui pembicara. Apa yang ingin diketahui dan apa yang dikukuhkan itu disebut antesenden (ada di luar wacana) dan karena baru akan diketahui kemudian, interogativa bersifat kataforis.
a.    Interogativa dasar: apa, bila, bukan, kapan, mana, masa.
b.    Interogativa turunan: apabila, apaan, apa-apaan, bagaimana, bagaimanakah, berapa, betapa, bilamana, bilakah, bukankah, dengan apa, di mana, ke mana, manakah, kenapa, mengapa, ngapain, siapa, yang mana.
c.    Interogativa terikat: kah dan tah.

8.         Kata Tunjuk (Demonstrativa)
Demonstrativa adalah kategori yang berfungsi untuk menunjukkan sesuatu (antesenden) di dalam maupun di luar wacana. Dari sudut bentuk dapat dibedakan berikut ini.
a.    Demonstrativa dasar (itu dan ini)
b.    Demonstrativa turunan (berikut, sekian)
c.    Demonstrativa gabungan (di sini, di situ, di sana, ini itu, sana sini)

9.         Kata Sandang/Sebutan (Artikula)
Artikula dalam bahasa Indonesia adalah kategori yang mendampingi nomina dasar misalnya si kancil, sang matahari, para pelajar. Misalnya pada nomina deverbal (si terdakwa, si tertuduh), pronomina (si dia, sang aku), dan verba pasif (kaum tertindas, si tertindas). Artikula berupa partikel, sehingga tidak berafiksasi.
Berdasarkan ciri semantis gramatikal artikula dibedakan sebagai berikut.
a.    Artikula yang bertugas untuk mengkhususkan nomina singularis. (Si, Sang, Sri, Hang dan Dang)
b.    Artikula yang bertugas untuk mengkhususkan suatu kelompok. (Para, Kaum, Umat).

10.     Kata Depan (Preposisi)
Preposisi adalah kategori yang terletak di depan kategori lain (terutama nomina), sehingga terbentuk frasa eksosentris direktif. Ada tiga jenis preposisi, yaitu sebagai berikut.
a.    Preposisi dasar (tidak dapat mengalami proses morfologis).
b.    Preposisi turunan, terbagi atas: gabungan preposisi dan preposisi (di atas gedung, di muka bumi, di tengah-tengah kota), serta gabungan preposisi dan non-preposisi (...dari...ke... ; sejak...hingga... ; dari...sampai... ; antara...dengan...).
c.    Preposisi yang berasal dari kategori lain (misalnya pada dan tanpa) termasuk beberapa preposisi yang berasal dari kelas lain yang berafiks se- (selain, semenjak, sepanjang, sesuai, dsb).

11.     Kata Penghubung (Konjungsi)
Konjungsi adalah kategori yang berfungsi untuk meluaskan satuan lain dalam kontruksi hipotaktis, dan selalu menghubungkan dua satuan lain atau lebih dalam kontruksi. Konjungsi menghubungkan bagian-bagian ujaran yang setataran maupun yang tidak setataran.
Menurut posisinya konjungsi dibagi menjadi berikut ini.
a.    Konjungsi Intra-kalimat, yaitu konjungsi yang menghubungkan satuan-satuan kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa.
b.    Konjungsi Ektra-kalimat,
1)   Konjungsi intratekstual, yaitu menghubungkan kalimat dengan kalimat, atau paragraf dengan paragraf,
2)   Konjungsi ektratekstual, yang menghubungkan dunia di luar bahasa dengan wacana.


12.     Kategori Fatis
Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan komunikasi antara pembicara dan lawan bicara. Kelas kata ini terdapat dalam dialog atau wawancara bersambutan, yaitu kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pembicara dan lawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam bahasa lisan (nonstandar) sehingga kebanyakan kalimat-kalimat nonstandar banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional.
Bentuk-bentuk fatis misalnya di awal kalimat “Kok kamu melamun?”, di tengah kalimat, misalnya “Dia kok bisa ya menulis puisi seindah ini?”, dan di akhir kalimat, misalnya “Aku juga kok!”. Kategori fatis mempunyai wujud bentuk bebas, misalnya kok, deh, atau selamat, dan wujud bentuk terikat, misalnya –lah atau pun.
Bentuk dan Jenis Kategori Fatis, dapat diuraikan sebagai berikut.
a.    Partikel dan Kata Fatis Contoh: (Ah, ding, halo, deh, kek, kok dll)
b.    Frase Fatis. Contoh: Selamat, terima kasih, insya Allah.

13.     Kata Seru (Interjeksi)
Interjeksi adalah kategori yang bertugas mengungkapkan perasaan pembicara dan secara sintaksis tidak berhubungan dengan kata-kata lain dalam ujaran. Interjeksi bersifat ekstrakalimat dan selalu mendahului ujaran sebagai teriakan yang lepas atau berdiri sendiri.
Interjeksi dapat ditemui dalam:
a.    Bentuk dasar, yaitu: aduh, aduhai, ah, ahoi, ai, amboi, asyoi, ayo, bah, cih, cis, eh, hai, idih, ih, lho, oh, nak, sip, wah, wahai, yaaa.
b.    Bentuk turunan, biasanya berasal dari kata-kata biasa atau penggalan kalimat Arab, contoh: alhamdulillah, astaga, buset, duilah, insya Alloh, masya Allah, syukur, halo, innalillahi, yahud.

B.  Pembagian Kelas Kata Menurut M. Ramlan
Ramlan (1985:48-77) menyatakan bahwa penggolongan kata yang dibuatnya didasarkan hasil penelitian yang dilakukannya pada tahun 1982 sampai dengan tahun 1983. Berdasarkan struktur sintaktik, kata bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi dua belas yaitu: (1) kata verbal; (2) kata nomina; (3) kata keterangan; (4) kata tamha; (5) kata bilangan; (6) kata penyukat; (7) kata sandang; (8) kata tanya; (9) kata suruh; (10) kata penghubung; (11) kata depan; dan (12) kata seruan.
1.        Kata Verbal
Kata verbal ialah kata yang pada tataran klausa cenderung menduduki fungsi P (predikat) dan pada tataran frase dapat dinegatifkan oleh kata tidak.
Berdasarkan kemungkinannya diikuti frase dengan sangat….yang berfungsi sebagai keterangan cara, kata verbal dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu:
a.    Kata kerja
Kata kerja ialah kata verbal yang dapat diikuti frase dengan sangat... sebagai keterangan cara.
b.    Kata sifat
Kata sifat ialah kata yang tidak dapat diikuti oleh frase dengan sangat… sebagai keterangan cara.
Ditinjau dari kemungkinannya diikuti O (obyek), kata kerja dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a.    Kata kerja transitif
Kata kerja transitif ialah kata kerja yang dapat diikuti obyek dan dapat dipasifkan,
b.    Kata kerja intransitif
Kata kerja intransitif ialah kata kerja yang tidak dapat diikuti O, dan sudah barang tentu kata kerja intransitif yang dapat diikuti pelaku.

2.        Kata Nomina
Kata nomina adalah kata yang dapat menduduki fungsi S, P, O dalam klausa, dan dalam tataran frase tidak dapat dinegatifkan oleh kata tidak, melainkan oleh kata bukan dapat diikuti oleh kata itu, dan dapat mengikuti kata di atau pada sebagai akuisisinya.
Yang termasuk golongan kata nomina ialah sebagai berikut.
a.    Kata benda
Kata benda ialah kata nomina yang tidak menggantikan kata lain.
b.    Kata ganti
Kata ganti ialah kata nomina yang menggantikan kata lain. Kata ganti dapat dibedakan lagi berdasarkan kata yang digantikannya yaitu:
1)   Kata ganti diri ialah kata ganti yang menggantikan nama, baik yang bernyawa maupun tidak bernyawa, yang dapat dibedakan lagi menjadi kata ganti diri pertama (aku, saya, kami), kedua (engkau, kamu, kamu sekalian, anda), dan ketiga (ia, dia, beliau, mereka).
2)   Kata ganti penunjuk ialah kata ganti yang dapat menggantikan nama, keadaan, dan suatu peristiwa atau perbuatan (ini dan itu) serta tempat (sana, situ, dan sini).

3.        Kata Keterangan
Kata keterangan iaiah kata yang dalam suatu klausa cenderung menduduki fungsi keterangan (KET) dan umumnya mempunyai tempat yang bebas, mungkin terletak di depan sekali, mungkin antara S dan P dan mungkin terletak di belakang S dan P.
Kata keterangan dapat dibedakan lagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
a.    Menyatakan waktu, misalnya: kemarin, tadi, nanti, kelak
b.    Menyatakan ragam yaitu sikap pembicara terhadap suatu tindakan atau suatu peristiwa, misalnya: rupanya, kiranya, seharusnya, seyogyanya
c.    Menyatakan kuantitas, misalnya: secepat-cepatnya, sejauh-jauhnya.
4.        Kata Tambah
Kata tambah yaitu kata yang cenderung menduduki fungsi atribut dalam frase tipe endosentris yang atributif yang unsur pusatnya berupa kata verbal. Kata tambah ini menyatakan beberapa hal, diantaranya sebagai berikut.
a.    Ragam, misalnya: tentu, pasti
b.    Negatif, misalnya: tidak, bukan, belum
c.    Aspek, misalnya: akan, mau, sedang, baru, masih
d.   Keseringan, misalnya: pernah, kerap, kerap sekali
e.    Keinginan, misalnya: ingin, hendak
f.     Keharusan misalnya: harus, wajib
g.    Kesanggupan, misalnya: dapat, mampu, sanggup
h.    Keizinan, misalnya: boleh
i.      Tingkat, misalnya: kurang, amat, terlalu, paling.
5.        Kata Bilangan
Kata bilangan ialah kata-kata yang dapat diikuti kata-kata orang, ekor, buah, helai, kodi, meter dan sebagainya. Kata bilangan ini ada yang menyatakan:
a.    Jumlah, misalnya: satu, dua, tiga puluh, beberapa
b.    Urutan, misalnya: kedua, ketiga belas.
6.        Kata Penyukat
Kata penyukat ialah kata yang terletak di belakang kata bilangan dan bersama kata itu membentuk satu frase yang disebut frase bilangan, yang mungkin terletak di muka kata nomina. Misalnya: orang, ekor, buah pada frase-frase: dua orang petani, tiga ekor kelinci, dua buah rumah.
7.        Kata Sandang
Kata sandang ialah kata yang selalu terletak di muka golongan kata nomina sebagai atributnya. Contoh kata yang termasuk jenis kata ini antara lain: si, suatu, semua, segala, segenap, seluruh, dan mungkin masih ada beberapa lagi.
8.        Kata Tanya
Kata tanya ialah ksta yang berfungsi membentuk kalimet tanya. Yang termasuk kata tanya ialah mengapa, kenapa, bagaimana, apa, siapa, mana, bilamana, kapan, bila, dan bukan. Masing-masing kata tanya tersebut mempunyai fungsi yang berbeda. Berikut ini penjelasannya
a.     Mengapa dipakai untuk menanyakan perbuatan.
b.    Mengapa dan kenapa digunakan untuk menanyakan sebab.
c.     Bagaimana digunakan untuk menanyakan cara.
d.    Bagaimana dipergunakan untuk menanyakan keadaan.
e.     Berapa dipergunakan untuk menanyakan jumlah.
f.     Berapa dipergunakan juga untuk menanyakan bilangan
g.    Apa dipergunakan untuk tujuan sebagai berikut.
1)   Memerlukan jawaban ya atau tidak
2)   Digunakan untuk membentuk tanya yang memerlukan jawaban yang menjelaskan
3)   Menanyakan identitas
4)   Menanyakan perbuatan.
h.    Siapa digunakan untuk menanyakan seseorang.
i.      Mana sering didahului kata yang dipergunakan untuk menanyakan sesuatu atau seseorang.
j.      Mana juga digunakan untuk menanyakan sesuatu atau seseorang yang pernah dibicarakan sebelumnya.
k.    Bilamana, bila, dan kapan dipakai untuk menanyakan waktu.
l.      Bukan dan bukanlah digunakan untuk membentuk kalimat tanya yang memerlukan jawaban yang mengiyakan.

9.        Kata Suruh
Kata suruh ialah kata yang berfungsi membentuk kalimat suruh. Yang termasuk kata-kata suruh adalah tolong, silakan, dipersilakan, mari, ayo.

10.    Kata Penghubung
Kata penghubung ialah kata atau kata-kata yang berfungi menghubungkan satuan gramatik yang satu dengan yang lain untuk membentuk satuan gramatik yang lebih besar. Satuan yang dihubungkan itu mungkin kalimat, klausa, frase, atau kata. Ditinjau dan pertaliannya, kata penghubung dapat dibedakan menjadi tujuh belas pertalian, yaitu sebagai berikut.
a.         Pertalian penjumlahan,
b.         Pertalian perturutan,
c.         Pertalian pemilihan,
d.        Pertalian perlawanan,
e.         Pertalian lebih,
f.          Pertalian waktu,
g.         Pertalian perbandingan,
h.         Pertalian sebab,
i.           Pertalian akibat,
j.           Pertalian syarat,
k.         Pertalian pengandaian,
l.           Pertalian harapan,
m.       Pertalian penerang,
n.         Pertalian isi,
o.         Pertalian cara,
p.         Pertalian pengecualian, dan
q.         Pertalian kegunaan.
11.    Kata Depan
Kata depan ialah kata-kata yang pada frase eksosentris berfungsi sebagai penanda. Misalnya kata-kata di, pada, ke, kepada, dari, daripada, terhadap, bagi, dalam, akan, akibat, antar, antara, atas, dan sebagainya.
12.    Kata Seruan
Kata seru ialah kata-kata yang dalam suatu kalimat berdiri sendiri, terpisah dan unsur lainnya. Misalnya wah, ai, aduh, dik, bi, dan sebagainya.
C.  Perbedaan Kelas Kata Harimurti K. dan M. Ramlan
Pembagian kelas kata menurut Harimurti K. ada tiga belas, sedangkan menurut M.Ramlan ada dua belas. Pada pembagian kelas kata Harimurti K., terdapat kelas kata verba, sifat, tunjuk, dan kategori fatis, sedangkan dalam pembagian kelas kata menurut M.Ramlan tidak ada. M.Ramlan menggolongkan kata sifat dan kata kerja ke dalam kelas kata verba. Selain itu, pada pembagian kelas kata M.Ramlan terdapat kelas kata tambah, penyukat, dan suruh, yang tidak ada dalam pembagian kelas kata Harimurti K..
Dalam pembagian kelas kata Harimurti K. terdapat kelas kata ganti (pronomina), sedangkan dalam pembagian kelas kata M.Ramlan tidak ada. Pada pembagian kelas kata menurut M.Ramlan, kata ganti dimasukkan dalam kelas kata nomina, tepatnya  nomina kata ganti diri, sedangkan Harimurti K. menggolongkan kata ganti menjadi kelas kata tersendiri. Selain itu, kelas kata tunjuk Harimurti K. digolongkan ke dalam kategori nomina kata ganti penunjuk menurut M.Ramlan. Pembagian kelas kata menurut M.Ramlan tidak mencakup kategori fatis seperti yang dikemukakan oleh Harimurti Kridalaksana.
Pada pembagian kelas kata menurut Harimurti Kridalakasana, kelas kata tambah, penyukat, dan suruh tidak ikut digolongkan seperti dalam pembagian kelas kata menurut M.Ramlan. Hal ini lah yang membedakan pembagian kelas kata menurut Harimurti Kridalakasana dengan pembagian kelas kata menurut M.Ramlan.
D.  Persamaan Kelas Kata Harimurti Kridalaksana dan M. Ramlan
Pembagian kelas kata menurut Harimurti K. dan M.Ramlan memiliki persamaan. Persamaan itu berupa penggolongan kelas kata yang sama yaitu kelas kata bilangan, keterangan, tanya, sandang, depan, penghubung, dan kata seru. Kelas kata verba dan nomina dalam pembagian kelas kata menurut kedua ahli itu ada, tetapi memiliki perbedaan. Dalam kelas kata verba, Harimurti K. menjelaskan mengenai verba atau kata kerja secara rinci. Perincian itu terlihat melalui pembagian subkategori kelas kata verba yang dilihat dari berbagai aspek, sedangkan dalam pembagian kelas kata verba M.Ramlan tidak. M.Ramlan mengungkapkan bahwa kelas kata verba terdiri atas kata kerja dan kata sifat.
Selain itu, dalam pembagian kelas kata menurut kedua ahli ini juga terdapat kelas kata nomina. Hanya saja, nomina menurut Harimurti K. hanya menyangkut kata-kata benda. Kelas kata nomina menurut M.Ramlan mencakup nomina kata benda, nomina kata ganti diri, dan nomina kata ganti penunjuk. Kelas kata nomina M.Ramlan telah mencakup kelas kata nomina, pronomina dan demonstrativa Harimurti Kridalaksana. Meski demikian, kedua ahli itu sama-sama mencantumkan kelas kata verba dan nomina.





DAFTAR PUSTAKA
Kridalaksana, Harimurti.1991. Masa Lampau Bahasa Indonesia: Sebuah Bunga Rampai. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pronomina, diakses pada 12 Oktober 2014