IMPLEMENTASI PEDOMAN EYD DALAM
SKRIPSI MAHASISWA SASTRA INDONESIA UNSOED PERIODE 2011-2013
Dosen Pengampu :
Dr. Tyas Retno Wulan, M.Si
Dr. Rawuh Edy Priyono
Disusun Oleh :
Purnama Okto Vinali (F1G012019)
Sebagai
Salah Satu Syarat Guna Memenuhi Mata Kuliah
Metode
Penelitian Sosial
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS
NEGERI JENDERAL SOEDIRMAN
JURUSAN ILMU
BUDAYA
PROGRAM STUDI
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
PURWOKERTO
2014
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah ........................................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah .................................................................................................. 2
C.
Tujuan .................................................................................................................... 2
D.
Manfaat .................................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Unsur Penelitian
..................................................................................................... 3
B.
Penelitian
Terdahulu...............................................................................................
3
C.
Kerangka Teori ...................................................................................................... 4
D.
Ejaan Yang
Disempurnakan .................................................................................. 5
E.
Skripsi .................................................................................................................... 7
F.
Redundasi .............................................................................................................. 7
G.
Penggunaan Tanda
Koma ...................................................................................... 7
H.
Akronim ............................................................................................................... 10
I.
Konjungsi ............................................................................................................. 13
J.
Afiks di- dan Kata Depan di ................................................................................ 17
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Metode
Penelitian ................................................................................................ 18
B.
Fokus Penelitian
................................................................................................... 18
C.
Sumber Data ........................................................................................................ 18
D.
Teknik
Pengumpulan Data ................................................................................... 18
E.
Teknik Analisis
Data ............................................................................................ 19
PEMBAHASAN ............................................................................................................. 20
PENUTUP
Simpulan .......................................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 29
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat komunikasi.
Bahasa berkembang sesuai dengan perkembangan para pemakainya. Perkembangan
bahasa yang baik adalah yang mengikuti sistemnya. Apabila aturan tersebut tidak
diikuti dengan baik oleh para pemakainya, maka bahasa tersebut akan semakin
kacau, tidak teratur, tidak terarah dan berbeda-beda penggunaannya diantara
masing-masing pemakai.
Tujuan seseorang mempelajari bahasa
adalah supaya dia mampu membahasakan pikiran, ide atau gagasannya kepada orang
lain. Begitu pula dengan warga negara Indonesia yang harus mempelajari bahasa
nasionalnya, yakni bahasa Indonesia. Namun, tidak semua warga negara Indonesia
mengetahui penggunaan bahasa Indonesia yang benar sesuai dengan aturan
kebahasaan sekarang.
Bahasa
Indonesia merupakan bahasa persatuan negara Indonesia. Bahasa Indonesia
digunakan dalam situasi formal, misal dalam dunia akademisi seperti yang
disebutkan pada pasal 25 ayat 3 UU No. 24 tahun 2009 mengenai Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa
resmi negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi
kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan
nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.
Misalnya
penggunaan kata biarin, dengerin,
perhatiin, dan sebagainya merupakan kata yang tidak baku dalam bahasa
Indonesia. Namun, masyarakat masih menggunakannya, bahkan terkadang ada
mahasiswa Sastra Indonesia yang menggunakan kata-kata tersebut dalam kegiatan
akademik. Padahal, bahasa Indonesia adalah kajian pembelajaran mereka. Namun, mereka
masih menggunakan bahasa informal dalam kegiatan berdiskusi atau presentasi di
depan kelas (kegiatan akademik).
Selain
itu, saat mengumpulkan tugas yang berbentuk makalah, struktur dan sistematika
yang dibuat terkadang asal-asalan karena waktu mengerjakannya yang biasanya mendekati
batas waktu atau memang karena belum memahami struktur makalah yang baik dan
benar. Dari peristiwa tersebut, penulis juga membaca beberapa skripsi atau
proposal mahasiswa Sastra Indonesia yang memiliki kesalahan dalam penggunaan
tanda baca, penulisan gabungan kata, penggunaan huruf kapital, dan sebagainya.
Melihat fenomena tersebut, penulis berharap hasil penelitian ini dapat dibaca
oleh masyarakat luas, terutama mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Negeri
Jenderal Soedirman, sehingga mereka mengetahui ejaan dan penulisan baku yang
digunakan saat ini. Juga supaya mereka lebih bersikap teliti dalam setiap
penulisan karya ilmiahnya.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1.
Bagaimanakah implementasi EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) dalam skripsi
mahasiswa Sastra Indonesia?
2.
Sejauh mana pemahaman mahasiswa Sastra Indonesia
terhadap EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) dilihat dari penulisan skripsinya?
C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.
Menggambarkan implementasi EYD dalam skripsi
mahasiswa Sastra Indonesia.
2.
Menjelaskan pemahaman mahasiswa Sastra Indonesia
terhadap EYD dilihat dari penulisan skripsinya.
D. Manfaat
Peneliti berharap laporan penelitian ini dapat membantu
mahasiswa lain agar dapat lebih memahami penggunaan EYD yang sesuai. Peneliti
juga berharap agar mahasiswa yang berada pada semester akhir menggunaan KBBI,
Pedoman EYD dan Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia sebagai referensi dalam
penulisan skripsinya.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Unsur Penelitian
Penelitian merupakan serangkaian cara yang digunakan
secara sistematis untuk menghasilkan pengetahuan. Cara-cara yang dilakukan
dalam penelitian meliputi dua tahap. Tahap yang pertama adalah tahap teorisasi.
Tahap teorisasi dilakukan peneliti dengan cara menentukan konsep dan teori yang
akan digunakan. Tahap yang ke dua adalah tahap empirisasi. Pada tahap ini,
peneliti mulai menentukan variabel dan hipotesis. Ke dua tahap ini harus
dilakukan jika jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian
kuantitatif. Namun karena dalam penelitian ini peneliti mnggunakan jenis
penelitian kualitatif, maka tahap ke dua tidak dibutuhkan.
Konsep
adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari
sejumlah kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu.
Konsep harus didefinisikan secara tepat agar tidak terjadi kesalahan dalam
melihat realitas sosial. Konsep terbagi menjadi dua jenis, yakni konsep yang
nyata dan konsep yang abstrak. Konsep nyata berhubungan dengan kejadian atau
realitas sosial yang dapat diamati secara langsung, sedangkan konsep abstrak (construct) menunjukkan keadaan atau
realita sosial yang memiliki tingkat abstraksi lebih tinggi daripada konsep
nyata.
Jika jarak
antara konsep atau construct dengan fakta atau aktivitas empiris
yang ingin digambarkan
semakin besar, maka kemungkinan terjadinya salah
pengertian atau salah penggunaan juga akan semakin besar. Konsep harus memiliki
variasi nilai. Konsep dari penelitian ini adalah ‘Pedoman EYD’.
Paradigma merupakan pedoman dasar penelitian.
Paradigma yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah paradigma
interpretatif. Jenis penelitian yang
digunakan oleh peneliti adalah penelitian deskriptif. Peneliti menggunakan
jenis penelitian ini karena peneliti hendak menggambarkan kesalahan-kesalahan
penggunaan EYD dalam bidang akademik, terutama mahasiswa Sastra Indonesia
Universitas Negeri Jenderal Soedirman.
B. Penelitian
Terdahulu
Setiap
peneliti pasti memiliki acuan laporan penelitian yang telah dilakukan
orang-orang sebelumnya. Penelitian terdahulu harus dicantumkan oleh peneliti
dalam laporannya. Hal ini dilakukan sebagai tindakan pencegahan terhadap
plagiat akan karya tulis yang telah dibuat. Selain itu, penelitian terdahulu
juga dicantumkan agar pembaca mengetahui bahwa penelitian yang dilakukan
memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya.
Berikut
adalah penelitian terdahulu yang mengkaji masalah implementasi EYD.
No.
|
JUDUL PENELITIAN /
NAMA
|
METODE
PENELITIAN
|
KONSEP /
VARIABEL
|
HASIL
|
1.
|
KETEPATAN PENGGUNAAN EYD
PADA SURAT KABAR DAERAH
DI WILAYAH TASIKMALAYA /
Wagiati, M.Hum.
|
Deskriptif
|
Penggunaan EYD
|
Kesalahan penggunaan EYD pada surat kabar Radar Tasikmalaya dan Priangan tampak pada penggunaan tanda
baca, huruf, dan pemakaian kata.
|
2.
|
ANALISIS KESALAHAN EYD DALAM SURAT UNDANGAN DINAS
DI KANTOR KECAMATAN PENINJAUAN KABUPATEN OKU/
Samsul Anam
|
Deskriptif analitif
|
Kesalahan EYD
|
Kesalahan pada penggunaan huruf kapital, penulisan
‘di’ dan ‘di-‘, gabungan kata, singkatan, dan pemakaian tanda baca.
|
3.
|
PENERAPAN EJAAN YANG DISEMPURNAKAN DALAM PENULISAN
KATA SERAPAN DARI BAHASA ARAB /
Dr. Yayan Nurbayan
|
Deskriptif analitik
|
Penerapan EYD
|
Kata-kata
dalam karangan siswa yang dianalisis sebanyak 7347 kata. Dari kata-kata
tersebut kata serapan yang berasal dari bahasa Arab sebanyak 81 kata. Para
siswa yang benar dalam penulisan kata-kata tersebut
sebanyak
76,1 % (58 kata).
|
4.
|
IMPLEMENTASI PEDOMAN EYD DALAM SKRIPSI MAHASISWA
SASTRA INDONESIA PERIODE 2011-2013 /
Purnama Okto
Vinali
|
Deskriptif analitik
|
Pedoman EYD
|
−
|
C. Kerangka Teori
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar
merupakan hasrat seluruh rakyat Indonesia (Hadidarsono dan Kusnaeni, 2012: 31).
Penggunaan bahasa Indonesia seharusnya dilakukan dengan baik dan benar serta
penuh kebanggaan. Hal ini dilakukan agar bahasa Indonesia bisa menjadi alat
komunikasi yang dapat memperkokoh persatuan san kesatuan bangsa, serta dapat
mendukung pembangunan bangsa Indonesia.
Bahasa Indonesia memiliki dua ragam, yakni ragam baku
dan ragam tak baku. Ragam baku biasanya digunakan untuk situasi resmi atau
formal baik dalam penulisan maupun dalam pengucapan, sedangkan ragam tak baku
akan digunakan pada situasi yang nonformal. Ragam bahasa tulis baku memiliki
norma atau kaidah yang dinyatakan secara tertulis dalam bentuk Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan Pedoman
Ejaan Yang Disempurnakan.
Teori
yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini adalah peraturan mengenai
penggunaan bahasa Indonesia yang baik
dan benar sesuai dengan Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang
Negara, serta Lagu Kebangsaan. Selain itu, penulis juga menggunakan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
no. 46 tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan, serta penulis juga menggunakan Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan
"Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan".
D. Ejaan Yang Disempurnakan
Menurut Arifin dan Tasai (2009: 164),
“Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan
bagaimana antar hubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan
penggabungannya dalam suatu bahasa)”. Menurut Darma dan Kosasih (2009: 82),
“Ejaan merupakan peraturan yang menyangkut huruf, kata, unsur serapan dan
keseluruhan sistem dan peraturan penulisan bunyi bahasa untuk mencapai
keseragaman”. Selanjutnya menurut Muslich (2008: 136), “Ejaan adalah
keseluruhan peraturan penggambaran bunyi-bunyi bahasa dengan standarisasi
kaidah tulis menulis”.
Ejaan yang
disempurnakan atau yang dikenal sebagai EYD merupakan acuan dasar penulisan
karya ilmiah yang digunakan oleh pengguna bahasa Indonesia. EYD biasanya
digunakan dalam karya tulis yang bersifat formal dan ilmiah. Bahasa Indonesia
berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia telah mengalami tiga kali
perubahan ejaan. Ejaan yang pertama dilakukan pada tahun
1901. Ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin ini disebut Ejaan van Ophuijsen.
Ejaan ini dirancang oleh van Ophuijsen yang dibantu oleh Engku Nawawi Gelar
Soetan Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Pada
Kongres Bahasa Indonesia yang pertama di Solo tahun 1938, sudah disinggung
tentang perubahan ejaan bahasa Indonesia. Namun, keadaan dunia yang penuh
kemelut sampai pecahnya Perang Dunia II hal itu tidak terwujud. Setelah
Indonesia merdeka tepatnya pada tahun 1947 dibentuklah panitia dengan ketuanya
Mr. Soewandi yang pada waktu itu menjabat sebagai menteri Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan. Hasil dari panitia ini terwujudlah nama Ejaan
Republik atau Ejaan Suwandi (Subayan, 1).
Ejaan
Soewandi ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947. Perubahan ke tiga terjadi
pada 16 Agustus 1972. Setelah bertahun-tahun digunakan, Ejaan Republik secara
sah digantikan dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) oleh Presiden Soeharto.
Ejaan ini lah yang kini masih digunakan oleh pengguna bahasa Indonesia.
Ejaan Yang
Disempurnakan menjadi pedoman umum penulisan karya tulis ilmiah. Meskipun
demikian, banyak kalangan berpendidikan yang masih kurang menguasai EYD. Hal
ini menyebabkan laporan karya ilmiah yang ditulis seperti tidak dikerjakan
dengan sungguh-sungguh oleh penulis. Pada kenyataannya, kemampuan penulis untuk
menghasilkan karya tulis ilmiah yang sesuai dengan EYD-lah yang masih minim.
Hal ini
terjadi pada mahasiswa semester akhir yang hendak menulis skripsi. Banyak
mahasiswa yang menyepelekan pedoman EYD. Mereka mengalami kesulitan dalam hal
penulisan karya ilmiah yang formal dan sesuai dengan EYD. Kesulitan mereka
terjadi karena pemahaman yang kurang mengenai aturan penggunaan EYD, serta
sikap yang kurang peduli terhadap bahasa formal.
Penulisan
skripsi yang merupakan salah satu jenis karya tulis ilmiah seharusnya
disesuaikan dengan EYD. Pedoman EYD yang ada jarang digunakan dengan baik oleh
mahasiswa. Mereka lebih mengandalkan asumsi dasar yang mereka ketahui daripada
mencari dari sumbernya sendiri. Ini lah yang menyebabkan penulisan dalam
skripsi maupun proposal penelitian sering salah.
Kesalahan dalam
penggunaan EYD sebagian besar merupakan kesalahan editorial. Mahasiswa
khususnya mahasiswa Sastra Indonesia seharusnya mengetahui bentuk-bentuk
penulisan karya ilmiah yang sesuai dengan pedoman EYD. Namun pada kenyataannya,
banyak mahasiswa Sastra Indonesia yang kurang memahami penulisan karya ilmiah
yang sesuai dengan aturan EYD.
E. Skripsi
Skripsi adalah laporan tertulis hasil penelitian yang
dilakukan oleh mahasiswa dengan bimbingan dosen pembimbing skripsi untuk
dipertahankan di hadapan penguji skripsi sebagai syarat untuk memperoleh
derajat sarjana. Selain itu, ada pula yang menyebutkan bahwa skripsi merupakan
karya tulis ilmiah berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh seoerang
mahasiswa sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana.
http://diyanpleiades.blogspot.com/2012/06/definisi-skripsithesis-dan-disertasi.html
diakses pada tanggal 6 Juli 2014.
Skripsi pada dasarnya sama dengan tesis dan disertasi,
yakni digunakan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar. Namun bedanya, jika
skripsi digunakan pada jenjang S1, maka tesis untuk jenjang S2 dan disertasi
untuk jenjang S3. Selain itu, perbedaan skripsi dengan tesis dan disertasi
terdapat pada kemandirian penulis. Jika dalam skripsi kemandirian penulis hanya
sekitar 60% karena yang 40% merupakan peran pembimbing, maka pada tesis sekitar
80% dengan 20% peran pembimbing, sedangkan untuk disertasi, peran penulis
sebanyak 90% dan peran pembimbing hanya 10%.
F. Redundasi
Istilah redundasi sering diartikan sebagai
‘berlebih-lebihan pemakaian unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran’ (Abdul
Chaer, 2009: 105).ada pula yang mengatakan bahwa redundasi adalah kalimat yang
berlebihan dan menyalahi aturab gramatikal. Misalnya pada kalimat “Dia mencuci
tangannya agar supaya bersih”. Kalimat tersebut merupakan kalimat redundasi.
Penggunaan kata “agar” juga sudah cukup, tidak perlu menambahkan kata “supaya”,
atau memilih salah satunya karena kedua kata itu memiliki makna yang hampir
sama. Jadi, kalimat yang benar adalah “Dia mencuci tangannya agar bersih”.
G. Penggunaan Tanda Koma
Menurut
Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 46 tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan, serta Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan
"Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan", penggunaan
tanda koma dilakukan pada situasi berikut.
1.
Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau
pembilangan.
Misalnya:
• Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
• Surat biasa, surat kilat, ataupun surat
khusus memerlukan perangko.
2.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat
setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
Misalnya:
• Saya ingin datang, tetapi hari
hujan.
• Didi bukan anak saya, melainkan
anak Pak Kasim.
3.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat, jika
anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:
• Kalau hari hujan, saya tidak
akan datang.
• Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
Tanda
koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika
anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
• Saya tidak akan datang kalau
hari hujan.
• Dia lupa akan janjinya karena
sibuk.
• Dia tahu bahwa soal itu penting.
4.
Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat
yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi,
lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.
Misalnya:
• ... Oleh karena itu, kita
harus berhati-hati.
• ... Jadi, soalnya tidak
semudah itu.
5.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah,
aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
• O, begitu?
• Wah, bukan main!
• Hati-hati, ya, nanti
jatuh.
6.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain
dalam kalimat.
Misalnya:
• Kata Ibu, "Saya gembira
sekali."
• "Saya gembira sekali,"
kata Ibu, "karena kamu lulus."
7.
Tanda koma dipakai di antara
(i) nama
dan alamat,
(ii)
bagian-bagian alamat,
(iii)
tempat dan tanggal, dan
(iv)
nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
(i)
Surat-surat ini harap
dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Raya
Salemba 6, Jakarta.
(ii)
Sdr. Abdullah, Jalan
Pisang Batu 1, Bogor
(iii)
Surabaya, 10 mei 1960
(iv)
Kuala Lumpur, Malaysia
8.
Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya
dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949 Tatabahasa
Baru Bahasa Indonesia.
Jilid 1 dan 2. Djakarta: PT Pustaka
Rakjat.
9.
Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Misalnya:
W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa
Indonesia untuk Karang-mengarang
(Yogyakarta: UP Indonesia, 1967),
hlm. 4.
10. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar
akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri,
keluarga, atau marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
11. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau
di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
Rp12,50
12. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan
tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
Misalnya
• Guru saya, Pak Ahmad, pandai
sekali.
• Di daerah kami, misalnya, masih
banyak orang laki-laki yang makan sirih.
• Semua siswa, baik yang laki-laki
maupun yang perempuan, mengikuti latihan
paduan suara.
Bandingkan dengan keterangan
pembatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma:
Semua siswa yang lulus ujian
mendaftarkan namanya pada panitia.
13. Tanda koma dapat dipakai untuk menghindari salah
baca di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
• Dalam pembinaan dan pengembangan
bahasa, kita memerlukan sikap yang
bersungguh-sungguh.
• Atas bantuan Agus, Karyadi
mengucapkan terima kasih.
Bandingkan dengan:
• Kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh
dalam pembinaan dan
pengembangan bahasa.
• Karyadi mengucapkan terima kasih
atas bantuan Agus.
14. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan
petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan
langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Misalnya:
"Di mana Saudara
tinggal?" tanya Karim.
"Berdiri lurus-lurus!"
perintahnya.
H.
Akronim
Menurut Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, serta Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan
"Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan", penggunaan
akronim adalah sebagai berikut.
1.
Singkatan ialah bentuk
singkat yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
a.
Singkatan nama orang,
nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik di
belakang tiap-tiap singkatan itu.
Misalnya:
A.H.
Nasution Abdul Haris Nasution
W.R.
Supratman Wage Rudolf Supratman
M.B.A.
master of business administration
M.Si.
magister sains
S.E.
sarjana ekonomi
S.Sos
sarjana sosial
S.Kom
sarjana komunikasi
S.K.M.
sarjana kesehatan masyarakat
Bpk.
bapak
Sdr.
saudara
Kol.
kolonela
b.
Singkatan nama resmi
lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama
dokumen resmi yang terdiri atas gabungan huruf awal kata ditulis dengan huruf
kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa
WHO World Health Organization
PGRI Persatuan Guru Republik
Indonesia
PT perseroan terbatas
SD sekolah dasar
KTP kartu tanda penduduk
c.
Singkatan kata yang
berupa
1)
Gabungan huruf diikuti
dengan tanda titik.
Misalnya:
jml. jumlah
kpd. kepada
tgl. tanggal
hlm. halaman
yg. yang
dl. dalam
No. nomor
2)
Singkatan gabungan
kata yang terdiri atas tiga huruf diakhiri dengan tanda titik.
Misalnya:
dll. dan lain-lain
dsb. dan sebagainya
dst. dan seterusnya
sda. sama dengan atas
ybs. yang bersangkutan
Yth. Yang terhormat
Catatan:
Singkatan itu dapat digunakan
untuk keperluan khusus, seperti dalam
pembuatan catatan rapat dan
kuliah.
d.
Singkatan gabungan
kata yang terdiri atas dua huruf (lazim digunakan dalam surat menyurat) yang masing-masing
diikuti oleh tanda titik.
Misalnya:
a.n. atas nama
d.a. dengan alamat
u.b. untuk beliau
u.p. untuk perhatian
e.
Lambang kimia,
singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda
dengan titik.
Misalnya:
Cu kuprum
cm sentimeter
kg kilogram
kVA kilovolt-ampere
l liter
Rp rupiah
TNT trinitrotoluene
2. Akronim ialah singkatan dari
dua kata atau lebih yang diperlakukan sebagai sebuah kata.
a.
Akronim nama diri yang
berupa gabungan huruf awal unsur-unsur nama diri ditulis seluruhnya dengan
huruf kapital tanpa tanda titik.
Misalnya:
LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia
LAN Lembaga Administrasi
Negara
PASI Persatuan Atletik
Seluruh Indonesia
SIM surat izin mengemudi
b.
Akronim nama diri yang
berupa singkatan dari beberapa unsur ditulis dengan huruf awal kapital.
Misalnya:
Bulog Badan Urusan Logistik
Bappenas Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional
Iwapi Ikatan Wanita Pengusaha
Indonesia
Kowani Kongres Wanita
Indonesia
c.
Akronim bukan nama
diri yang berupa singkatan dari dua kata atau lebih ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
pemilu pemilihan umum
iptek ilmu pengetahuan
dan teknologi
rapim rapat pimpinan
rudal peluru kendali
tilang bukti pelanggaran
radar radio detecting
and ranging
Catatan:
Jika pembentukan akronim dianggap
perlu, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut.
1.
Jumlah suku kata
akronim tidak melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia (tidak
lebih dari tiga suku kata).
2. Akronim
dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang
sesuai dengan pola kata bahasa Indonesia yang lazim agar mudah diucapkan dan
diingat.
I.
Konjungsi
1. Konjungsi
Antarkalimat
Konjungsi antarkalimat
adalah konjungsi yang menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lain. Oleh
karena itu, konjungsi ini selalu memulai satu kalimat yang baru dan huruf
pertamanya ditulis dengan huruf Kapital.
Macam-macam konjungsi antarkalimat
:
a. Konjungsi yang menyatakan
pertentangan dengan yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya. Konjungsi pertentangan meliputi kata biarpun
demikian, biarpun begitu, sekalipun
demikian, sekalipun begitu, sesungguhnya, walaupun demikian, walapun begitu, meskipun
demikian, dan meskipun begitu.
Misalnya:
Saya tidak suka dengan cara
dia berbicara. Walaupun demikian,saya harus tetap menghormatinya.
b. Konjungsi yang menyatakan
lanjutan dari peristiwa atau keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti sesudah
itu, setelah itu, dan selanjutnya.
Contoh :
Hari ini, yang akan saya
pelajari adalah pelajaran bahasa Indonesia. Setelah itu, saya
akan belajar Matematika.
c. Konjungsi yang menyatakan
adanya hal, peristiwa, atau keadaan lain di luar dari yang telah dinyatakan
sebelumnya, seperti tambahan pula, lagi pula, dan selain
itu.
Contoh :
Kami menyambut tahun baru
dengan kemeriahan kembang api. Selain itu, suara terompet juga
ikut menambah semaraknya suasana tahun baru.
d. Konjungsi yang menyatakan
kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya, seperti sebaliknya.
Contoh :
Jangan lah kita membuang sampah di sungai ini! Sebaliknya, kita
harus menjaganya agar tetap bersih untuk mencegah terjadinya banjir.
e. Konjungsi yang menyatakan
keadaan yang sebenarnya, seperti sesungguhnya dan bahwasanya.
Contoh :
Temanku mengalami
kecelakaan tadi siang. Sesungguhnya, aku sudah mencegahnya
untuk tidak mengendarai sepeda motor saat hujan tadi siang.
f. Konjungsi yang menguatkan
keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti malahan dan bahkan.
Contoh :
Penduduk di Indonesia
banyak yang mengalami masalah ekonomi. Bahkan, ada penduduk
yang sampai bunuh diri karena masalah ekonomi tersebut.
g. Konjungsi yang menyatakan
pertentangan dengan keadaan sebelumnya, seperti namun dan akan
tetapi.
Contoh :
Situasi di desa kami sudah
cukup aman setelah terjadi gempa tadi pagi. Akan tetapi, pihak
yang berwenang menyuruh warga agar tetap waspada karena ada kemungkinan
terjadinya gempa susulan.
h. Konjungsi yang menyatakan
konsekuensi, seperti dengan demikian.
Contoh :
Kamu telah terpilih menjadi
ketua kelas bulan ini. Dengan demikian, kamu harus menjalani
tugasmu dengan sebaik-baiknya.
i. Konjungsi yang menyatakan
akibat, seperti oleh karena itu dan oleh sebab itu.
Contoh :
Aku sudah melarangnya untuk
melakukan hal itu. Oleh karena itu, biarkan saja dia merasakan
akibatnya.
j. Konjungsi yang menyatakan
kejadian yang mendahului hal yang dinyatakan sebelumnya, seperti sebelum
itu.
Contoh :
Sukanto telah berhasil
memecahkan rekornya sendiri dalam ajang SEA Games tahun ini. Sebelum
itu, dia juga pernah memecahkan rekor atas namanya sendiri pada ajang
SEA Games tiga tahun yang lalu.
2. Konjungsi
Intrakalimat
Konjungsi intrakalimat
atau konjungsi antarklausa adalah konjungsi yang menghubungkan satuan-satuan
kata dengan kata, frasa dengan frasa, dan klausa dengan klausa. Konjungsi ini
dibagai menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut.
a. Konjungsi
koordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua klausa atau lebih yang memiliki
status sintaktis yang sama. Konjungsi ini juga bisa disebut dengan konjungsi
setara. Abdul Chaer dalam bukunya Sintaksis
Bahasa Indonesia, mengatakan bahwa konjungsi koordinatif adalah konjungsi
yang menghubungkan dua buah konstituen yang kedudukannya sederajat (2009: 82).
Macam-macam konjungsi
koordinatif berdasarkan pernyataan
mengenai klausanya, yakni sebagai berikut.
1) Konjungsi penambahan atau penjumlahan, seperti dan, dengan, serta.
Contoh :
Aku membeli novel dan
adikku membeli buku pelajaran.
2) Konjungsi perlawanan,
seperti tetapi, namun, sedangkan.
Contoh :
Kakakku sering mendapatkan
juara tetapi aku tidak pernah sama sekali.
3) Konjungsi pemilihan,
seperti atau.
Contoh :
Adik mau makan ikan
bakar atau ayam goreng?
4)
Konjungsi
pembetulan, seperti melainkan, hanya.
Contoh :
Dia tidak
apa-apa, hanya kelelahan.
5)
Konjungsi
penegasan, seperti bahkan, malah (malahan), lagipula, apalagi, jangankan.
Contoh :
Anak itu
memang sangat nakal. Bahkan, ibunya sendiri juga sering ditipu.
6)
Konjungsi
pembatasan, seperti kecuali, hanya
Contoh :
Saya akan
datang ke pestamu, kecuali kalau hujan turun.
7)
Konjungsi
pengurutan, seperti lalu, kemudian, selanjutnya, setelah itu, sebelumnya.
Contoh :
Sebelum makan, dia mencuci tangan.
8)
Konjungsi
penyamaan, seperti yaitu, yakni,
adalah, ialah.
Contoh :
Soekarno adalah
presiden pertama Republik Indonesia.
9)
Konjungsi
penyimpulan, seperti jadi, karena itu, oleh sebab itu, maka, maka dari itu,
dengan demikian, dengan begitu.
Contoh :
Jadi, dia datang terlambat karena terjebak macet.
b. Konjungsi
subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua klausa atau lebih yang
memiliki status sintaktis yang tidak sama. Konjungsi ini juga bisa disebut
dengan konjungsi bertingkat.
Macam-macam konjungsi subordinatif, yakni sebagai berikut.
1)
Konjungsi yang menyatakan waktu, seperti ketika, tatkala,
sewaktu, sementara, sambil, seraya, selagi, selama, hingga, dan sampai.
Contoh :
Saya sedang makan ketika ayah
datang.
2)
Konjungsi yang menyatakan syarat, seperti jika, kalau, jikalau,
asal(kan), bila, dan manakala.
Contoh :
Beritahu aku jika kau akan datang.
3)
Konjungsi
yang menyatakan pengandaian, seperti andaikan, seandainya, andaikata,
umpamanya, dan sekiranya.
Contoh :
Saya akan pintar, seandainya saya
belajar.
4)
Konjungsi
yang menyatakan tujuan, seperti agar, supaya, dan biar.
Contoh :
Tutuplah jendela itu agar tidak ada
angin yang masuk.
5)
Konjungsi
yang menyatakan konsesif, seperti biarpun, meskipun, sekalipun,
walaupun, sungguhpun, dan kendatipun.
Contoh :
Aku akan pergi meskipun hari ini
hujan.
6)
Konjungsi
yang menyatakan pemiripan, seperti seakan-akan, seolah-olah,
sebagaimana, seperti, sebagai, dan laksana.
Contoh :
Dia adalah wanita yang seolah-olah terlihat
seperti pria.
7)
Konjungsi
yang menyatakan sebab, seperti sebab, karena, dan oleh
karena.
Contoh :
Andi dimarahi sebab dia tidak
disiplin.
8)
Konjungsi
yang menyatakan akibat, seperti hingga, sehingga,
sampai(-sampai), dan maka(nya).
Contoh :
Gunung Merapi meletus sampai-sampai seluruh
warga mengungsi.
9)
Konjungsi
yang menyatakan penjelasan, seperti bahwa.
Contoh :
Agus berkata bahwa dia sudah
mengerti.
c. Konjungsi korelatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua kata,
frasa, atau klausa dan kedua unsur itu memiliki status sintaktis yang sama.
Konjungsi korelatif terdiri atas dua bagian yang dipisahkan oleh salah satu kata,
frasa, atau klausa yang dihubungkan.
Macam-macam konjungsi korelatif adalah sebagai
berikut.
1) Baik…maupun…
Contoh :
Baik Adit maupun Agi
ingin kursus piano.
2) Tidak hanya…, tetapi… juga…
Contoh :
Tidak hanya kehilangan
rumah, tetapi ia juga kehilangan seluruh
keluarganya.
3) Bukan hanya…, melainkan…
Contoh :
Bukan hanya buku LKS yang
dia bawa, melainkan juga membawa buku latihan.
4) (Se)Demikian (rupa)…, sehingga…
Contoh :
Kakaknya belajar demikian tekun, sehingga ia
dapat peringkat pertama.
5) Apa(kah)…atau…
Contoh :
Apakah dia berkata
jujur atau tidak?
6) Entah…entah…
Contoh :
Entah ditanggapi entah tidak,
ia akan mengajukan usul itu.
7) Jangankan…, …pun…
Contoh :
Jangankan teriak, berbicara pun suaranya tidak bisa
keluar.
http://anggapranidhana.blogspot.com/2012/04/menggunakan-konjungsi-antarkalimat-dan.html
diakses pada tanggal 5 Juli 2014.
J.
Afiks
di- dan Kata Depan di
Pada masa penggunaan ejaan Soewandi, awalan
di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan
kata yang mengikutinya, seperti kata depan
di pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang. Namun, setelah EYD digunakan, antara awalan
di- dan kata depan di menjadi dibedakan penggunaaannya. Awalan
di- digunakan untuk kata kerja yang
bermakna dikenai tindakan, sedangkan kata depan di digunakan untuk menunjukkan suatu tempat. Penulisan kata depan di juga dipisah agar membedakan dengan
afiks di-.
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Metode
Penelitian
Ilmu
adalah suatu pengetahuan yang sistematik dan terorganisasi, sedangkan
penelitian adalah sebuah investigasi sistematik yang dirancang untuk
menghasilkan sebuah pengetahuan. Pengertian ilmu dan penelitian memiliki unsur
yang sama, yakni “sistematik”. Menurut KKBI, sistematik merupakan susunan atau
aturan. Sistematika yang digunakan dalam sebuah penelitian pada umumnya sama,
yakni menggunakan teori dan metode.
Penggunaan teori dan metode
dalam suatu penelitian akan menjadikan penelitian ini bersifat objektif dan
dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian deskriptif. Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu atau untuk mengulas aspek
teknis dalam suatupenelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
deskriptif analitik.
B. Fokus Penelitian
Setiap penelitian harus
memiliki batas-batas dari objek penelitiannya. Penelitian ini hanya difokuskan
pada kesalahan penggunaan EYD dalam skripsi mahasiswa Sastra Indonesia
Universitas Negeri Jenderal Soedirman. Permasalahan mengenai alasan mahasiswa
melakukan kesalahan penggunaan EYD dalam sripsinya, tidak termasuk dalam
penelitian ini.
C.
Sumber
Data
Penelitian
ini akan menggunakan skripsi mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Negeri
Jenderal Soedirman sebagai objek penelitiannya. Namun tidak semua skripsi
diteliti. Peneliti hanya akan mengambil beberapa skripsi yang dapat dijadikan
sebagai sampel. Skripsi yang digunakan dimulai dari tahun 2011 hingga tahun
2013. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skripsi mahasiswa
Sastra Indonesia Universitas Negeri Jenderal Soedirman tahun 2011 hingga tahun
2013.
D.
Teknik
Pengumpulan Data
Data
merupakan hal yang penting dalam suatu penelitian. Jika dalam suatu penelitian
tidak disertai data, maka penelitian tersebut masih dipertanyakan validitasnya.
Hasil dari penelitiannya pun tidak akan bersifat objektif, sehingga tidak dapat
dipertangunggjawabkan.
Teknik
pengumpulan data merupakan susunan cara yang digunakan peneliti untuk
mendapatkan data dalam penelitiannya. Teknik pengumpulan data yang digunakan
peneliti dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik sampling.
Jenisnya adalah simple random sampling. Prof.
DR. Sugiyono dalam bukunya “Statistika
Untuk Penelitian” memasukkan simple
random sampling dalam kelompok Probability
Sampling (2013: 63).
Peneliti
menggunakan jenis simple random sampling karena
derajat keseragaman populasi yang kecil, yakni skripsi mahasiswa Sastra
Indonesia Unsoed tahun 2011 hingga 2013. Selain itu, objek yang diteliti juga
homogen yakni mahasiswa yang sudah belajar bahasa Indonesia dan sastra
Indonesia.
E.
Teknik
Analisis Data
Data
yang telah diperoleh di lapangan akan diolah. Teknik menganalisis data yang
dilakukan oleh peneliti dengan cara sebagai berikut.
1.
Mencari kesalahan penggunaan EYD pada skripsi
mahasiswa Sastra Indonesia Unsoed.
Kesalahan
itu berupa kesalahan editorial penulis. Setelah mendapatkan data yang berupa
kesalahan penulisan, peneliti akan melakukan tahap selanjutnya.
2.
Menganalisis kesalahan-kesalahan penggunaan EYD
pada skripsi mahasiswa Sastra Indonesia dengan menggunakan teori-teori yang
sudah ada.
3.
Menyimpulkan hasil analisis mengenai
kesalahan-kesalahan penggunaan EYD pada skripsi mahasiswa Sastra Indonesia
PEMBAHASAN
Peneliti mengambil sampel
beberapa skripsi dari angkatan tahun 2011 hingga 2013. Kesalahan editorial yang
dilakukan oleh penulis merupakan hal yang mungkin tidak disadari karena
kurangnya sikap teliti. Berdasarkan analisis peneliti terhadap skripsi
mahasiswa Sastra Indonesia tahun 2011, peneliti menemukan beberapa kesalahan
editorial yang dilakukan oleh mahasiswa Sastra Indonesia angkatan 2011.
Kesalahan-kesalahan tersebut terdapat pada editorialnya.
Kesalahan-kesalahan penggunaan
EYD juga masih dilakukan oleh mahasiswa Sastra Indonesia tahun 2012. Kesalahan
yang dilakukan oleh angkatan sebelumnya seharusnya menjadi hal yang patut untuk
diperbaiki oleh mahasiswa pada angkatan setelahnya. Namun pada kenyataannya,
kesalahan itu juga masih terjadi pada angkatan angkatan setelahnya. Pada
angkatan 2012, kesalahan-kesalahan penggunaan EYD masih ada, meskipun tidak
banyak.
Kesalahan penggunaan EYD
ternyata kurang diperhatikan oleh mahasiswa Sastra Indonesia. Mahasiswa
angkatan 2013 seharusnya lebih baik dalam menulis skripsi karena banyak
pelajaran yang dapat diambil jika mengamati skripsi-skripsi sebelumnya. Namun,
kesalahan penggunaan EYD masih tetap ada dan bahkan lebih banyak daripada
angkatan-angkatan sebelumnya.
Berikut adalah
kesalahan-kesalahan penggunaan EYD dalam skripsi mahasiswa Sastra Indonesia
angkatan 2011 hingga 2013.
1.
Redundasi
Redundasi merupakan penggunaan unsur kalimat yang
berlebihan karena memiliki makna yang hampir sama. Redundasi terjadi pada
skripsi Aji Legowo dan Umi Ana Setiani, mahasiswa Sastra Indonesia tahun 2013.
Hal ini terdapat pada kutipan sebagai berikut.
Menurut
Nurgiyantoro (2010: 74-75) mengungkapkan
tema adalah sebuah karya sastra fiksi yang merupakan satu dari sejumlah unsur
pembangun cerita lain, yang secara bersama membentuksebuah keseluruhan (Legowo,
2013: 6).
Penggunaan kata
“menurut” dan kata “mengungkapkan” merupakan redundasi dan menghilangkan unsur
kehematan suatu kalimat. Kata “menurut” dan kata “mengungkapkan” memiliki makna
yang hampir sama. Keduanya memiliki makna bahwa kalimat tersebut merupakan
kalimat pasif. Namun dalam kutipan di atas, kata “menurut” dan kata
“mengungkapkan” yang memiliki makna sama digunakan secara bersama-sama dalam
satu kalimat.
2.
Penggunaan
Tanda Koma (,)
Penggunaan tanda koma ada beberapa
macam. Salah satunya, tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu
perincian atau pembilangan. Misalnya pada kalimat “Surat biasa, surat kilat,
ataupun surat khusus memerlukan perangko”. Pada skripsi mahasiswa Sastra
Indonesia tahun 2013, penggunaan tanda koma masih kurang efektif. Berikut ada
contoh kutipannya.
Sumber data sekunder yang digunakan berupa, buku-buku teori
sastra, artikel, makalah ilmiah dan media cetak maupun internet yang relevan
dan berkaitan dengan perumusan masalah, pada penelitian ini (Legowo, 2013: 11).
Penggunaan
tanda koma pada kutipan di atas masih kurang tepat. Sebenarnya setelah kata
“berupa” tidak perlu digunakan tanda koma. Juga setelah kata “masalah”.
Penggunaan tanda koma setelah kata “berupa” dan kata “masalah” kurang tepat,
karena tanda koma digunakan untuk membatasi unsur-unsur dalam suatu perincian.
Kalimat di atas akan lebih baik jika diubah menjadi kalimat seperti berikut.
Sumber
data sekunder yang digunakan berupa buku-buku
teori sastra, artikel, makalah ilmiah,
media cetak, serta sumber-sumber di internet yang relevan dan berkaitan
dengan perumusan masalah pada penelitian
ini.
3.
Penggunaan
Kata Baku Lama
Perubahan ejaan yang berkali-kali pasti akan
membingungkan pengguna bahasanya. Hal ini juga terjadi pada penulisan skripsi
mahasiswa Sastra Indonesia. Banyak yang kurang mengetahui penulisan baku
terkini. Ejaan lama yang digunakan oleh mahasiswa Sastra Indonesia adalah kata
“Dzat”. Huruf “D” di awal kalimat menunjukkan bahwa ejaan yang digunakan adalah
ejaan lama. Pada ejaan lama van Ophuijsen dan ejaan Soewandi,
penulisan kata yang benar adalah “Dzat”. Namun pada EYD, penulisan kata yang
tepat adalah “zat”. Hal ini dibuktikan di dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, penulisan kata “Dzat” tidak dapat ditemukan karena bukan kata baku.
Penulisan kata “Dzat” untuk menunjukkan hakikat Allah digunakan oleh mahasiswa
Sastra Indonesia. Selain itu, peneliti juga menemukan penulisan kata yang tidak
sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Berikut kutipannya.
... Kenyataan ini menyadarkan dia
sebagai mahluk lemah, membawa kepada keyakinan akan adanya suatu Dzat yang
kuasa sepenuhnya, yang dapat mengobati segala penyakit... (Legowo, 2013: 21).
4.
Penggunaan
Akronim
Akronim
digunakan untuk berbagai macam bentuk singkatan, salah satunya adalah akronim
nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata yang ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital. Kesalahan penggunaan akronim juga terjadi pada
skripsi mahasiswa Sastra Indonesia tahun 2013. Kesalahan ini terdapat pada
kutipan sebagai berikut.
Selesai
salam Ayyas berdoa lagi sesuai, yang diajarkan Rasulullah Saw. Dalam doa ia
meminta kepada Allah swt. Untuk kebaikan daerah ini, kebaikan penghuninya dan
kebaikan yang ada di dalamnya, hamba berlindung kepadamu ya Allah dari buruknya
daerah ini (Legowo, 2013: 29).
Pada
kutipan di atas, banyak sekali kesalahan yang ditemukan oleh peneliti.
Kesalahan ini meliputi penggunaan tanda koma, penggunaan akronim, penggunaan
konjungsi intrakalimat, serta penggunaan huruf kapital. Penggunaan tanda koma
yang benar seharusnya berada setelah kata “salam”, bukan setelah kata “sesuai”.
Penggunaan akronim untuk shalawlaahu
‘alaihi wasalam seharusnya menggunakan huruf kapital semua menjadi “SAW”.
Selain itu, singkatan untuk subhaanahu wa ta‘ala seharusnya menjadi “SWT”.
Penggunaan
konjungsi “untuk” seharusnya untuk
intrakalimat atau masih dalam kalimat yang sama, bukan diletakkan di awal
kalimat. Pada kata “kepadamu”, peneliti mengetahui bahwa kata ganti (-mu)
ditujukan untuk Allah SWT. Namun, dalam kutipan di atas, kata ganti (-mu)
menggunakan huruf kecil. Padahal seharusnya menggunakan huruf kapital dan
diberi tanda hubung sebelum kata ganti untuk Allah SWT, menjadi “kepada-Mu”. kalimat
di atas juga menggunakan kalimat yang kurang efektif.
Kutipan
di atas sebaiknya diganti menjadi sebagai berikut.
Selesai
salam, Ayyas berdoa lagi sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah SAW.
Dalam doa, ia meminta kepada Allah SWT untuk kebaikan daerah ini,
kebaikan penghuninya dan kebaikan yang ada di dalamnya. Ia juga meminta
perlindungan kepada Allah SWT dari keburukan warga di daerah ini.
Kesalahan
penggunaan akronim juga terjadi pada skripsi mahasiswa Sastra Indonesia yang
lainnya. Kesalahan ini terdapat pada kalimat “Ia lahir bersamaan dengan
pengumuman deklarasi pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)... (Ana
Setiani, 2013: 29)”.
PRRI
merupakan akronim dari Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia.
Jika penulisannya seperti kutipan di atas, maka akronimnya menjadi RRI, bukan
PRRI.
5.
Penggunaan
Konjungsi Intrakalimat
Konjungsi atau kata hubung masih kurang dipahami dengan
baik oleh sebagian mahasiswa Sastra Indonesia. Hal ini terbukti pada skripsi
mahasiswa Sastra Indonesia tahun 2013. Konjungsi intrakalimat digunakan untuk
mengawali kalimat, sedangkan konjungsi antarkalimat digunakan dalam satu
kalimat yang sama. Berikut contoh kutipannya.
... Membawa kepada keyakinan akan adanya
suatu Dzat yang kuasa sepenuhnya, yang dapat mengobati segala penyakit. Yang
dapat menghidupkan serta yang tidak terbatas kekuasaannya. Yang kekal abadi
tidak terkalahkan oleh kematian, sebab Dialah pencipta kematian. Dialah Tuhan!
Dialah Allah, Tuhan seru sekalian alam... (Legowo, 2013: 21).
Kata konjungsi
“yang” merupakan konjungsi intrakalimat. Kata “yang” tidak seharusnya
diletakkan di awal kalimat. Selain itu, penggunaan partikel “lah” juga seharusnya
dipisah dengan kata yang mendahuluinya. Jika si penulis masih menginginkan
menggunakan kalimat di atas, maka sebaiknya diganti menjadi seperti berikut.
...
Membawa kepada keyakinan akan adanya suatu Zat
yang kuasa sepenuhnya, yang dapat mengobati segala penyakit, dapat menghidupkan, serta tidak terbatas kekuasaannya. Dia yang kekal abadi dan tidak
terkalahkan oleh kematian. Karena Dia
lah pencipta kematian. Dia lah
Tuhan! Dia lah Allah, Tuhan seru
sekalian alam...
6.
Penggunaan
Konjungsi Antarkalimat
Jika di atas tadi disebutkan kesalahan penggunaan
konjungsi intrakalimat, maka kini tinggal kesalahan penggunaan konjungsi antarkalimat.
Kesalahan ini terdapat pada skripsi mahasiswa Sastra Indonesia tahun 2013.
Berikut kutipannya.
Kemudian bagian selanjutnya adalah bagian
yang berjudul Cinta Terakhir? Bagian
ini menceritakan kehidupan Enrico yang diselimuti percintaannya dengan para
perempuan. Ia merasa sepi, namun ia juga tetap ingin menjadi manusia bebas...
(Ana Setiani, 2013: 36).
Kata “namun”
merupakan salah satu konjungsi antarkalimat. Penggunaan konjungsi antarkalimat
seharusnya berada di awal kalimat. Namun pada kutipan di atas, kata “namun”
digunakan untuk menggabungkan dua klausa setara. Penggunaan konjungsi yang
benar seharusnya diganti dengan konjungsi “tetapi”, sehingga pembenaran kalimat
yang benarnya menjadi “Ia merasa sepi, tetapi ia juga tetap ingin menjadi
manusia bebas”. Berikut adalah pembenaran dari kutipan di atas.
Kemudian bagian selanjutnya adalah bagian yang berjudul Cinta Terakhir? Bagian ini menceritakan
kehidupan Enrico yang diselimuti percintaannya dengan para perempuan. Ia merasa
sepi, tetapi ia juga tetap ingin
menjadi manusia bebas...
Selain itu, ada
pula kesalahan penggunaan konjungsi antarkalimat pada skripsi mahasiswa Sastra
Indonesia tahun 2011. Berikut kutipannya.
Walaupun
keduanya disampaikan pengarang kepada pembaca secara langsung melalui tokoh
maupun dialognya, namun pembaca sering tidak merasakan tema dan amanat itu,
pembaca sering tidak merasakan diperlakukan demikian karena tidak dapat
memahami tema dan amanat yang disampaikan pengarang secara implisit (ada makna
lain) (Seftia Fransisca, 2011: 21).
Konjungsi “namun”
merupakan konjungsi antarkalimat, sehingga jika penulis menghendaki kalimat
yang dibuat merupakan kalimat majemuk setara, maka konungsi yang digunakan
seharusnya “tetapi”. Berikut pembenaran dari kutipan di atas.
Walaupun
keduanya disampaikan pengarang kepada pembaca secara langsung melalui tokoh
maupun dialognya, tetapi pembaca
sering tidak merasakan tema dan amanat itu.
Pembaca sering tidak merasakan diperlakukan demikian karena tidak dapat
memahami tema dan amanat yang disampaikan pengarang secara implisit (ada makna
lain).
7.
Penggunaan
Huruf Kapital
Penulisan huruf
kapital dalam skripsi mahasiswa Sastra Indonesia, masih ada yang kurang tepat. Misalnya
pada kutipan berikut.
Dari
sisi sosiologis Syrnie digambarkan sebagai seorang Ibu yang beragama Nasrani,
namun setelah kematian sanda Anak perempuannya, ia mulai menganut aliran Seksi
Yehuwa. Ia lahir di Kudus dari pasangan Saleh Ibrahim yang menganut Agama Islam
dan Sarah yang berpindah aliran agama dari Agama Islam menjadi Kristen... (Ana
Setiani, 2013: 45)
Huruf kapital
digunakan untuk sapaan dan nama orang. Pada kalimat tersebut, kata “ibu” jelas
bukan untuk menyapa, sehingga tidak perlu menggunakan huruf kapital. Sanda
merupakan nama orang, sehingga harus ditulis kapital. Namun pada kutipan di
atas, yang menggunakan huruf kapital justru kata “anak”.
Selain itu, penulisan
agama, bahasa, dan suku bangsa seharusnya menggunakan huruf kapital pada nama
agama, bahasa, maupun suku bangsa tersebut. Penulisan “Agama Islam” kurang
tepat. Penulisan yang tepat adalah “agama Islam”. Jika kutipan di atas
diperbaiki, maka seharusnya menjadi seperti berikut.
Dari
sisi sosiologis, Syrnie digambarkan sebagai seorang ibu yang beragama Nasrani.
Namun setelah kematian Sanda, anak perempuannya, ia mulai menganut aliran Seksi
Yehuwa. Ia lahir di Kudus dari pasangan Saleh Ibrahim yang menganut agama Islam
dan Sarah yang berpindah aliran agama dari agama Islam menjadi Kristen...
Contoh lain
penggunaan huruf kapital yang kurang tepat terdapat pada skripsi tahun 2012.
Kesalahan ini terdapat pada kalimat ”Seperti kalangan waria di kota Tegal ini
yang sering berkumpul di Stasiun kereta api”. Penulisan kata “stasiun” tidak
perlu menggunakan huruf kapital, kecuali akan menyebutkan nama stasiunnya.
Penulisan yang tepat adalah “di stasiun
kereta api”.
Huruf kapital
juga diterapkan di awal kalimat, juga pada awal kalimat setelah penomoran.
Namun pada skripsi mahasiswa Sastra Indonesia, awal kalimat setelah penomoran
tidak menggunakan huruf kapital. Misalnya pada kalimat berikut.
1.
mendeskripsikan tindak tutur yang digunakan
2.
mendeskripsikan implikatur, dan seterusnya.
Penulisan kata
“mendeskripsikan” kurang tepat. Penulisan yang tepat adalah “Mendeskripsikan”,
sebab kata “Mendeskripsikan” digunakan di awal kalimat.
8.
Penulisan
Istilah Asing
Istilah asing dalam bahasa Indonesia ditulis dengan
menggunakan huruf miring, kecuali istilah asing yang telah diadaptasi ke dalam
bahasa Indonesia. Namunpada kenyataannya, penulisan istilah asing sering
diabaikan oleh mahasiswa, apalagi istilah asing yang sering mereka dengar.
Padahal istilah asing yng sering didengar belum tentu sudah didaptasi ke dalam
bahasa Indonesia, sehingga dalam penulisannya sering salah. Kesalahan penulisan
istilah asing terdapat pada kutipan sebagai berikut.
Kebutuhan neurotik dalam diri Enrico antara
lain (1) kebutuhan kasih sayang dan penerimaan, (2) kebutuhan partner yang
bersedia mengambil alih kehidupannya, dan (3) kebutuhan mencukupi diri sendiri
dan independensi... (Ana Setiani, 2013: 93).
Penulisan kata “partner” seharusnya
miring, karena kata “partner” masih merupakan istilah asing yang belum
diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Penulisannya yang tepat adalah “partner”.
Selain itu, meskipun istilah asing
yang digunakan merupakan bahasa daerah di wilayah Indonesia, tetapi tetap ditulis
miring dalam penulisannya. Namun, penulisannya masih harus tetap miring.
Misalanya pada kalimat berikut “... Prokem jengkles
sebenarnya diambil dari bahasa Jawa yaitu dari kata jengkel yang berarti
‘marah’ ” (Asriani, 2012: 39).
Perbaikan kalimat itu menjadi “...
Prokem jengkles sebenarnya diambil
dari bahasa Jawa yaitu dari kata jengkel
yang berarti ‘marah’ ”
9.
Penulisan
Gabungan Kata
Penulisan gabungan kata juga masih menjadi kendala bagi
mahasiswa Sastra Indonesia Unsoed. Penulisan gabungan kata yang dirangkai atau
dipisah cenderung membingungkan mahasiswa. Hal ini terbukti dari penulisan
skripsi mahasiswa Sastra Indonesia yang memiliki kesalahan penulisan dalam
penggabungan kata. Kesalahan penulisan gabungan kata ini terdapat pada kalimat
”... Kecemasan yang tidak rasional ini biasanya disebabkan oleh ketakutan
individu akan ketidak mampuan diri...” (Ana Setiani, 2013: 18).
Penulisan kata “ketidak mampuan” yang benar adalah
dirangkai menjadi “ketidakmampuan”, sehingga penulisan yang benar dalam kalimat
adalah sebagai berikut.
...
Kecemasan yang tidak rasional ini biasanya disebabkan oleh ketakutan individu
akan ketidakmampuan diri...
10.
Penulisan
Afiks Di-
Sejak
EYD diterapkan, banyak perubahan-perubahan yang terjadi dari ejaan sebelumnya.
Salah satunya adalah penulisan afiks dan kata depan di- ditulis berbeda dari ejaan sebelumnya. Penulisan di- sebagai afiks ditulis serangkai
dengan kata yang diberi afiks, sedangkan penulisan di- sebagai kata depan ditulis memisah dengan kata yang
mengikutinya. Kesalahan penulisan ini terjadi pada skripsi mahasiswa Sastra
Indonesia. Berikut kutipannya.
... Ragam tersebut mengandung daya informatif persuasif
yang secara konsensus harus memilih kata yang dapat dimengerti oleh masyarakat.
Disamping memiliki daya informatif persuasif, ragam bahasa jurnalistik
mempunyai sifat khas yang menjadi karakteristiknya, yaitu singkat, lancar,
padat, sederhana, lugas, dan menarik... (Nurdin, 2011: 1).
Penulisan kata “disamping”
seharusnya dipisah karena di yang
menempel pada kata samping merupakan kata depan, bukan afiks. Penulisannya yang
benar adalah “di samping”.
Skripsi merupakan karya ilmiah yang ditulis oleh mahasiswa
semester akhir sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana.
Penulisan skripsi bukan lah hal yang mudah karena butuh ketelitian dan usaha
yang keras untuk bisa memperoleh skripsi yang tepat penulisannya. Skripsi
merupakan salah satu jenis karya ilmiah yang dalam penulisannya menggunakan
ragam bahasa tulis baku.
Salah satu syarat penggunaan bahasa
Indonesia ragam tulis baku adalah mengaplikasikan pedoman EYD secara tepat.
Implementasi EYD dalam penulisan karya ilmiah membutuhkan ketelitian dan
kejelian penulis. Jika penulis mengabaikan sikap teliti dalam melakukan
penulisan, maka yang kemungkinan bisa terjadi adalah karya ilmiahnya kurang
sesuai dengan EYD.
Berdasarkan penelitian terhadap
penggunaan EYD dalam skripsi mahasiswa Sastra Indonesia Unsoed tahun 2011
hingga tahun 2013, masih banyak kesalahan penggunaan EYD yang terdapat pada
skripsi mahasiswa Sastra Indonesia Unsoed. Kesalahan-kesalahan itu berupa
redundasi, kesalahan penggunaan tanda koma, kesalahan penulisan akronim,
penggunaan ejaan lama, kesalahan penggunaan konjungsi intrakalimat dan antar
kalimat, kesalahan penulisan huruf
kapital, kesalahan penulisan gabungan kata, kesalahan penulisan istilah asing
dan kesalahan penulisan afiks dan kata depan di-.
Kesalahan penerapan EYD pada skripsi
mahasiswa Sastra Indonesia Unsoed menunjukkan bahwa pemahaman mahasiswa
terhadap pedoman penulisan baku kurang baik. Selain itu, sikap teliti yang
dimiliki mahasiswa juga masih rendah. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh
alumni sebelumnya hendaknya dapat dijadikan koreksi bagi mahasiswa angkatan
selanjutnya yang tengah menempuh semester akhir.
PENUTUP
Simpulan
Ejaan yang disempurnakan atau
yang dikenal sebagai EYD merupakan acuan dasar penulisan karya ilmiah yang
digunakan oleh pengguna bahasa Indonesia. EYD biasanya digunakan dalam karya
tulis yang bersifat formal dan ilmiah.
Berdasarkan penelitian terhadap
penggunaan EYD dalam skripsi mahasiswa Sastra Indonesia Unsoed tahun 2011
hingga tahun 2013, masih banyak kesalahan penggunaan EYD yang terdapat pada
skripsi mahasiswa Sastra Indonesia Unsoed. Kesalahan-kesalahan itu berupa
redundasi, kesalahan penggunaan tanda koma, kesalahan penulisan akronim,
penggunaan ejaan lama, kesalahan penggunaan konjungsi intrakalimat dan antar
kalimat, kesalahan penulisan huruf
kapital, kesalahan penulisan gabungan kata, kesalahan penulisan istilah asing
dan kesalahan penulisan afiks dan kata depan di-.
Kesalahan penerapan EYD pada
skripsi mahasiswa Sastra Indonesia Unsoed menunjukkan bahwa pemahaman mahasiswa
terhadap pedoman penulisan baku kurang baik. Selain itu, sikap teliti yang
dimiliki mahasiswa juga masih rendah. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh
alumni sebelumnya hendaknya dapat dijadikan koreksi bagi mahasiswa angkatan
selanjutnya yang tengah menempuh semester akhir.
DAFTAR PUSTAKA
Hadidarsono, Kusneni & Subandi. 2012. Buku Ajar Bahasa Indonesia. Purwokerto: Tim UPT Percetakan dan
Penerbitan Unsoed.
Sugiyono.
2013. Statistika Untuk Penelitian. Bandung:
Alfabeta.
Chaer,
Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia:
Pendekatan Proses. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer,
Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Recha
Seftia Fransisca. 2011. “Tinjauan Tema
dan Amanat dalam Kumpulan Cerpen Acuh Tak
Acuh karya Korrie Layun Rampon”, skripsi pada program studi Bahasa dan
Sastra Indonesia, Universitas Negeri Jendral Soedirman.
Abdillah Nurdin. 2011. “Implikatur Wacana Iklan Kampanye Parpol Peserta
Pemilu 2009”, skripsi
pada program studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Jendral
Soedirman.
Wahyu
Asriyani. 2012. “Prokem Pada Kalangan Waria di Kota Tegal”, skripsi pada
program studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Jendral
Soedirman.
Nani
Mardiani. 2012. “Mobilitas Sosial dalam Novelet Mahkota Cinta karya Habiburrahman El Shirazy, skripsi pada program
studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Jendral Soedirman.
Aji Legowo. 2013. “Analisis Unsur Intrinsik dalam Novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El
Shirazy, skripsi
pada program studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Jendral
Soedirman.
Umi
Ana Setiani. 2013. “Analisis Kejiwaan Tokoh Utama Nocel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami, skripsi pada program studi
Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Jendral Soedirman.
http://anggapranidhana.blogspot.com/2012/04/menggunakan-konjungsi-antarkalimat-dan.html
diakses pada tanggal 5 Juli 2014.
http://diyanpleiades.blogspot.com/2012/06/definisi-skripsithesis-dan-disertasi.html
diakses pada tanggal 6 Juli 2014.
http://yogarananda.wordpress.com/2012/11/23/perbedaan-skripsitesis-dan-disertasi/
diakses pada tanggal 6 Juli 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar